Semua orang di sekolah mengenal Jenny: cantik, modis, dan selalu jadi pusat perhatian tiap kali ia muncul.
Semua orang juga tahu siapa George: pintar, pendiam, dan lebih sering bersembunyi di balik buku-buku tebal.
Dunia mereka seolah tidak pernah bersinggungan—hingga suatu hari, sebuah tugas sekolah mempertemukan mereka dalam satu tim.
Jenny yang ceria dan penuh percaya diri mulai menemukan sisi lain dari George yang selama ini tersembunyi. Sedangkan George, tanpa sadar, mulai belajar bahwa hidup tak melulu soal nilai dan buku.
Namun, ketika rasa nyaman berubah menjadi sesuatu yang lebih, mereka harus menghadapi kenyataan: apakah cinta di antara dua dunia yang berbeda benar-benar mungkin?
Spin off dari novel Jevan dan Para Perempuan. Dapat di baca secara terpisah 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sitting Down Here, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Rencana George
"Tapi kenapa, Mr. Stern?"
"Supaya adil. Saya rasa kompetisi sains proyek ini akan jadi lebih menarik jika partner masing-masing saling bertolak belakang agar kalian bisa saling belajar bersosialisasi dan menyesuaikan diri"
"Tapi Mr. Stern, saya perlu memenangkan proyek ini, jadi... "
"Jadi apa? Kamu pikir Jenny akan menghalangi tujuan kamu itu ya?"
"Sebenarnya iya, Mr. Stern"
"Kalau belum di coba mana tahu, iya kan?"
George diam karena tak tahu harus berkata apa lagi. Lalu Mr. Stern melanjutkan bicara.
"Clarice juga mengeluhkan hal yang sama pada saya dan saya juga mengatakan hal yang sama padanya seperti yang saya katakan padamu barusan"
"Baiklah, Mr. Stern"
George lalu keluar ruangan guru dan berjalan kembali ke kelasnya. Tetapi di tengah perjalanan menuju kelasnya, ia di hadang oleh Jenny.
“Jadi, kamu ga mau satu kelompok denganku ya?”
“Iya, bisa di bilang begitu”
“Bilang saja iya, culun. Tak perlu berbohong padaku karena aku tak suka dengan orang yang berpura-pura manis di depanku”
“Aku sudah bilang kalau namaku bukan culun! Darimana sih kamu tau soal aku yang tak mau satu kelompok denganmu? Kamu tadi nguping pembicaraanku dengan Mr. Stern ya?”
“Aku ga nguping, tadi aku kebetulan lewat di depan ruang guru karena aku habis dari ruang kepsek”
“Kamu ngapain ke ruang kepsek? Kamu habis di hukum ya?”
“Ngga juga. Aku habis ambil sepatu botku yang sempat di ambil sama wali kelas kita”
“Oh, begitu”
“Begini ya culun, aku kasih tau kamu ya. Aku akan tetap bertahan untuk tetap menjadi partner proyek sains kamu walaupun kamu ga suka sama aku. Ngerti kamu?”
“Ya ampun Jen, aku ga nyangka kalau ternyata kamu semenyebalkan ini!”
“Iya memang, terutama sama orang-orang yang ga suka sama aku” ucap Jenny sambil mengibaskan rambutnya yang panjang dan indah. George jadi kesal melihatnya. Lalu ia pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun.
***
Waktu istirahat tiba. Seperti biasa, Jenny duduk dan makan bersama dengan Louisa di kantin. Tetapi, tak seperti biasanya tiba-tiba George mendatangi dan duduk bersama Jenny dan Louisa.
“Hei, George”
“Hei, Louisa”
“Tumben kamu duduk sama kita. Ada apa nih?”
“Aku ingin bicara sama Jenny soal proyek sains yang harus kukerjakan bersamanya”
“Kalau begitu aku ke tempat lain dulu ya supaya kalian bisa leluasa bicara berdua”
“Jangan!”
George dan Jenny mengucapkan kata itu secara bersamaan.
“Wah, kompak sekali sih kalian”
“Ini tak seperti yang kamu pikirkan, Louisa. Dengar Jenny, kalau kamu tetap bersikeras untuk berpartner denganku, berarti kita harus mulai mengerjakan proyek ini. Temui aku di lab sepulang sekolah nanti untuk membicarakan proyek kita, oke”
“Tidak oke. Kenapa jadi kamu yang ngatur sih? Emang kamu udah memutuskan sendiri kalau kamu adalah ketua dari proyek ini?”
“Jenny!”
“Iyaa … Iyaa … Baiklah …”
“Good. Ingat, jangan terlambat karena waktu kita untuk persiapan Cuma sedikit”
“Iya bos, siap”
George lalu pergi sambil cemberut ke arah Jenny tapi masih sempat berpamitan kepada Louisa.
“Lou, ngomong-ngomong lab itu letaknya dimana sih?”
Louisa yang heran dengan pertanyaan Jenny akhirnya hanya bisa menjawab dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
***
Louisa akhirnya memutuskan untuk mengantarkan Jenny ke ruang lab sepulang sekolah.
“Aku ga tunggu kamu sampai selesai ga apa-apa kan, Jen? Kamu bisa pulang sendiri kan?”
“Bisa, tenang aja Lou. Aku kan sudah besar”
“Oke deh kalau begitu aku tinggal ya. Bye”
“Bye, Lou”
Setelah Louisa pergi, Jenny lalu mendatangi George.
“Akhirnya kamu datang juga. Duduk sini, ada yang ingin aku bahas denganmu”
“Aku lapar, culun. Apakah kita bisa makan dulu?”
“Tidak bisa, nanti saja makannya. Kalau kita makan dulu nanti pulangnya bisa kesorean”
“Tapi aku lapar!”
“Heh, dasar menyusahkan! Tingkahmu kayak bayi tau ga?”
“Biarin! Weeek …”
Jenny kemudian menjulurkan lidahnya untuk meledek George. Kemudian George mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
“Ini, makan coklat saja dulu sambil kamu dengarkan perkataanku”
“Oke, bos”
“Jangan panggil aku bos atau culun, aku tak suka!”
“Tapi aku suka”
“A-apaa? Ka-kamu suka denganku?”
“Bukan suka sama kamu, culun. Aku cuma suka aja manggil kamu culun atau bos”
“Hhh … ya sudahlah lebih baik kita segera mulai. Begini Jen, aku berencana membuat proyek eksperimen dengan cara membandingkan konduktivitas larutan elektrolit yang berbeda. Proyek sains kimia ini akan mengeksplorasi hubungan antara konsentrasi ion dan kemampuan larutan untuk menghantarkan listrik. Proyek ini bagus untuk memahami bagaimana ion bergerak dalam larutan, Jen”
“Aku tak mengerti maksud kamu, George. Tapi aku akan ikuti apapun yang kamu ingin lakukan dengan alat-alat itu”
“Baiklah, bahan-bahan yang di butuhkan ada beberapa yang masih kurang. Aku akan membelinya dulu jadi besok kita akan mulai eksperimen kita di sini sepulang sekolah seperti sekarang. Oke?”
“Oke”
“Kalau begitu lebih baik sekarang kita pulang”
“Itu aja?”
“Iya, itu aja untuk hari ini”
“Kalau cuma ngobrol aja ngapain di omongin di lab, culun? Kenapa ngga tadi aja waktu di kantin sih?”
“Karena aku tak mau yang lain dengar tentang proyek kita, Jen”
“Maksud kamu kayak kamu ga mau saingan kita tau soal rencana kita ya?”
“Yes, exactly. Tumben kamu nyambung ngomongnya”
“Aku kan sebenarnya ga bodoh-bodoh amat, culun”
“Mungkin kamu ga bodoh tapi yang jelas kamu pemalas”
Jenny baru akan protes tetapi tidak jadi karena ucapan George benar, ia memang pemalas. Kecuali jika bicara tentang fashion dan make up, Jenny baru tertarik. Salah satu tetangganya yang cantik dan suka berdandan ada yang pernah mengajari tentang itu, jadi sekarang Jenny tahu tentang hal-hal seputar fashion dan make up.
“Kenapa diam? Karena ucapanku benar ya?”
“Iya sih, kali ini kamu benar”
George kemudian tertawa kecil, membuat Jenny terkesima karena selama ini ia bahkan belum pernah melihat George tersenyum, apalagi tertawa.
“Ayo Jen, lebih baik kita segera pulang nanti orang tuamu khawatir”
“Orang tuamu mungkin akan khawatir, tapi orang tuaku tidak”
“Kenapa begitu?”
“Tidak apa-apa, itu tidak penting kok”
George merasa heran dengan ucapan Jenny, tapi ia takkan bertanya lagi padanya karena ia tahu kalau Jenny akan enggan untuk menjawabnya.
“Hei tunggu, Jen! Kamu mau kemana?”
“Ke pintu gerbang sekolah di depan. Memangnya ada jalan keluar lain lagi?”
“Tidak ada sih. Ayo ikut aku ke parkiran, aku akan mengantar kamu pulang sampai rumah”
“Eh, tidak perlu. Lebih baik aku pulang sendiri. Sampai ketemu lagi besok ya. Bye!”
“Tunggu, Jen!”
Tetapi Jenny sudah berlari dengan cepat menuju gerbang sekolah. George lagi-lagi merasa heran terhadap Jenny. Biasanya para gadis suka jika di antakan ke rumahnya dengan mobil. Tetapi Jenny memang tidak seperti gadis-gadis lain dan itu membuat George jadi merasa penasaran dengannya.
Di kejauhan, seseorang terlihat sedang mengawasi mereka.
“Hmm … George dan Jenny ternyata berpasangan untuk proyek sainsnya Mr. Stern. Ini menarik. Tunggu saja, Jenny. Aku akan mengacaukannya nanti!”