Vivienne terbangun, dan melihat tempat itu berbeda dari rumahnya. Dia mengingat bahwa merayakan festival tahun baru untuk pertama kalinya. Di tengah keramaian yang penuh sesak itu, dia mengalami serangan panik dan penyakit nya asma yang mungkin membuat nya meninggal.
Vivienne melihat sekeliling, "Dimana aku?"
"Tentu saja di kamar anda, ya mulia," ucap seseorang membuyarkan lamunannya.
"Ya mulia? siapa aku?"
"Anda Ya mulia permaisuri Vivienne Greyhaven."
Vivienne seketika teringat sebuah novel yang berjudul I'm a villain mom. Dimana tokoh sang ibu mati dengan mengenaskan di tangan ketiga pangeran, anak-anak nya. Lalu bagimana nasib Vivienne sekarang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere Lumiere, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[5] Di Kembali kan
"Ya Mulia, ini buku kas yang Anda inginkan," ucap Thomas memberikan nya pada Magnus.
Magnus kemudian mengambil buku itu dari tangan Thomas, lalu menyerahkannya pada Vivienne dan dengan senang hati wanita itu menerima dengan anggun.
"Ini buku kas istana yang selama ini di urus oleh Rosalind, isinya upah dan gaji staf, makanan, perawatan istana termasuk baju yang kamu pakai," Magnus menjelaskan.
Sedangkan Vivienne melihat isi buku kas itu dengan seksama, dan mulai melihat celah yang ada di dalam buku kas itu.
Vivienne juga melihat uang yang di pakai buku kas itu lebih banyak untuk membeli baju-baju Vivienne dan pengeran Asher. Namun, yang Vivienne lihat baju di kamar nya hanya itu-itu saja. Vivienne menyentuh dagunya menyadari ada yang tidak beres di dalamnya.
"Bagaimana?" tanya Magnus mengujinya Vivienne lagi, bagimana reaksi Vivienne setelah melihat angka-angka rumit itu, akankah dia setuju atau malah ketakutan.
"Jadi berapa hari aku harus mengerjakan buku ini? dua hari, tiga hari... hemm," Vivienne bertanya balik, sembari mengangkat buku itu.
"Tiga hari paling lambat, apa kamu bisa?"tanya Magnus mencoba melihat nyali Vivienne untuk menggantikan Rosalind.
"Di kejar deadline juga bisa, Ya Mulia,"
"Dead, dead apa?" Magnus penasaran kemudian mendekatkan tubuhnya kearah Vivienne.
"Maaf, Ya Mulia, saya rasa artinya died, Ya Mulia," bisik Thomas di dekat Magnus, karena Thomas tepat di belakang Kaisar.
Magnus tercengang lalu menoleh pada Thomas dengan sinis, sedangkan Vivienne yang mendengar suara Thomas samar-samar kemudian menjentikkan jarinya.
"Exactly! bisa di bilang begitu, aku akan mengerjakan nya mati-matian meskipun Ya Mulia hanya memberikan tenggat waktu satu hari," jawab Vivienne.
Vivienne tidak perduli dengan raut wajah terkejut Magnus yang tidak mengerti maksud permaisuri nya. Vivienne malah mengenggam tangan Asher kemudian memberikan buku kas itu pada Anna.
"Anna, ayo pergi, masih banyak yang harus aku urus, " ajak Vivienne.
"Baik, Ya Mulia," ucap Anna menunduk patuh.
Vivienne kemudian menggendong Asher dalam pelukkan nya, meskipun Asher nampak memberontak. Vivienne tidak perduli tetap menggendongnya hingga mereka menghilang di balik pintu ruang belajar dengan Anna yang mengikuti mereka dari belakang.
Sekarang di ruangan itu hanya ada Magnus, Rosalind, dan Thomas yang terlihat berdiri sudut ruangan. Thomas siap mendekat jika ada hal penting yang Kaisar perintahkan atau tanyakan seperti sebelumnya.
Rosalind terlihat mengulung roknya sedikit dengan tangannya, dia masih memikirkan masa depannya.
Sedangkan Magnus ingin segera berbalik dan meninggalkan Rosalind dengan raut wajah mengeras seolah memperlihatkan begitu tidak sukanya Magnus pada perempuan di hadapannya.
"Ya Mulia, tunggu, apa Anda yakin..." kata Rosalind mengejar Magnus yang sudah di ambang pintu ruang belajar.
"Yakin!" potong Magnus seolah sudah tau apa yang ingin tanyakan oleh Rosalind.
"Jujur saja, itu hak dan kewajiban nya sebagai seorang permaisuri di istana ini, aku memakluminya karena dokter pernah mengatakan bahwa permaisuri memiliki masalah jiwa. Jadi, aku selalu membiarkan nya melakukan apapun sesuka hatinya."
"Dan sekarang dia ingin mengambil pekerjaan nya kembali, itu bagus, apa masalahnya," jelas Magnus.
"Tapi, apakah Anda yakin? Ya Mulia akan melakukan dengan benar karena Ya Mulia Permaisuri memiliki masalah mental," tuduh Rosalind.
"Kau selalu menentang keputusan ku, sudah! aku tidak mau dengar apa-apa lagi dari mulut mu, kita lihat saja nanti, benarkah dugaan mu atau tidak. Jika tidak bersiap lah menerima hukuman karena sudah mencemarkan nama baik Permaisuri," tegur Magnus.
"Ampun, Ya Mulia, saya tidak berani," Rosalind menunduk dalam tidak berani menoleh pada Magnus karena kedengerannya hukuman itu tidak main-main.
Magnus tidak perduli dengan permohonan Rosalind dan kembali berjalan keluar dari ruangan itu.
Hingga beberapa saat kemudian sampai dia dan Thomas di ruangan kerja nya, ruangan itu terlihat luas dengan sofa besar dan meja kerja yang penuhi tumpukan berkas yang berbentuk lembaran kertas, kertas gulung bahkan buku besar.
Magnus berjalan gontai menuju kursinya yang memiliki sandaran tinggi dengan pahatan rumit dari kayu mahoni yang berada di balik meja kerjanya.
Dia kemudian menyandarkan tubuh pada kursi, lalu perlahan tangannya memijat pelipisnya yang berdenyut sakit, karena harus melerai pertengkaran para perempuan.
"Ya Mulia," suara Thomas.
Setelah mendengar suara Thomas kemudian Magnus menoleh sekilas, dia menarik nafas kasar. Pasti pria tua di hadapan nya ini ingin bertanya dan harus di jawab sekarang.
"Hah... ya, ada Thomas?" tanya Magnus.
"Ya Mulia, mengapa Anda membiarkan Permaisuri mengerjakan pekerjaan rumah, karena sudah lama Permaisuri tidak mengurus urusan rumah tangga istana dan masalah kesehatan nya bagaimana Ya Mulia?" ucap Thomas.
"Yah, itu sebabnya aku memintanya memeriksa buku kas itu, agar aku bisa melihat kemampuannya. Karena, jujur saja sudah lama aku ingin menyingkirkan perempuan itu," jelas Magnus pada Thomas.
Thomas mengerutkan keningnya, "Wanita itu? Rosalind, Ya Mulia,"
"Iya, siapa lagi," gumam Magnus sembari memalingkan wajahnya, karena mengingat nama itu, Magnus merasa jijik. Terlebih lagi kala perempuan itu diam-diam menggodanya.
Magnus sebenarnya menyetujui keinginan istrinya hanya untuk menjadikan Vivienne pion agar dia tidak perlu sibuk-sibuk mengurusi masalah Rosalind dan bisa langsung cuci tangan karena Permaisuri nya lah yang akan mengurus nya.
*
*
Di kamar Vivienne,
"Lepaskan aku! lepaskan aku!" teriak Asher ketika baru saja sampai di kamar Vivienne.
"Kamu kenapa sayang?" tanya Vivienne ketika dirinya duduk di ranjangnya dan Asher di pengakuan nya.
"Mungkin, Ya Mulia Pengeran malu," kata Anna melihat pipi Asher yang memerah.
"Benarkah," ucap Vivienne menoleh kearah wajah Asher.
Asher terlihat menutupi wajahnya dengan tangannya seolah telah tertangkap basah oleh ibunya.
Detik berikut, dia merasakan tubuhnya di angkat seolah dia akan di turunkan dari pangkuan itu.
"Sudahkan, kamu tidak malu lagi?" tanya Vivienne seolah ingin menenangkan rasa malu Asher yang tak beralasan menurut nya.
Asher terlihat mengintip di balik tangannya dan benar saja ibunya telah menurunkan dari pangkuannya.
Asher menurunkan tangannya, ada sedikit rasa kecewa, namun rasa gengsinya lebih tinggi dari pada itu sehingga dia hanya bisa memanyunkan bibirnya.
"Sekarang apa lagi?" Vivienne mempertanyakan kali ini apa lagi salahnya.
"Anda membela saya tadi pasti hanya kepura-puraan kan, apa lagi yang Anda inginkan dari ayahanda, apa kah Anda ingin negosiasi soal pria itu," tuding Asher menujuk Vivienne dengan kasar.
"hemm... hahaha, apakah aku tidak boleh menolong anak ku yang dalam masalah,"
Vivienne menaikkan satu kakinya dan satu tangannya bersandar pada ranjang seolah menikmati kesalahan pemilik tubuh sebelum nya, namun sebenarnya dia saat miris dengan cerita itu.
"Aku tidak akan tertipu, Ya Mulia," tolak Asher.
"Hah... bahkan dia tidak mau memanggil ku Mama," gumam Vivienne menggelengkan kepalanya