S2
Ketika dua hati menyatuh, gelombang cinta mengalir menyirami dan menghiasi hati.
Ini adalah kisah Raymond dan Nathania yang menemukan cinta sesungguhnya, setelah dikhianati. Mereka berjuang dan menjaga yang dimiliki dari orang-orang yang hendak memisahkan..
Ikuti kisahnya di Novel ini: "SANG PENJAGA "
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. 🙏🏻❤️ U 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. SP
...~•Happy Reading•~...
Empat Hari Kemudian.
Nathania sedang memeriksa hasil perbaikan rumah dan paviliun. Dia sangat puas dengan hasil kerja tukang yang memperbaiki kamar orang tuanya.
Setelah rapi, Nathania menyalakan AC dan pengharum ruangan untuk memastikan semuanya berfungsi dengan baik dan nyaman digunakan.
"Non, istirahat dulu. Semuanya sudah sangat bagus." Ucap Bibi Sena yang melihat Nathania sejak pagi merapikan kamar orang tuanya, juga teras dan ruang tengah.
"Iya, Bi. Tolong buatkan juice dingin, ya. Saya mau mandi dan istirahat sebentar." Nathania senang melihat hasil kerja kerasnya selama empat hari.
Selesai mandi, dia minum juice yang disiapkan Bibi Sena, lalu merebahkan tubuh yang terasa lelah. "Huuuuu... Semoga menyenangkan hatimu." Bisik hati dan harapan Nathania, mengingat Raymond. Satu nama yang sudah memenuhi rongga dadanya.
Dia berbaring sambil memeriksa catatan untuk memastikan yang belum selesai dikerjakan. Namun karena kelelahan, dia tertidur hingga Bibi Sena membangunkan.
"Non, bangun. Ini sudah sore." Nathania membuka mata perlahan ketika merasakan tangannya ditepuk beberapa kali.
"Oh, iya, Bi." Ucap Nathania setelah mengenal Bibi Sena sedang berdiri di samping tempat tidur dan memegang tangannya.
Nathania segera bangun dan duduk untuk mengumpulkan kesadarannya. "Aku sampe mimpi, Bi." Nathania geleng kepala ingat mimpi acak yang tidak jelas. "Jika Bibi tidak bilang sudah sore, saya kira sudah pagi."
"Non Thania kecapean, jadi tidur nyenyak sakali. Bibi siapkan minuman hangat." Ucap Bibi, lalu keluar kamar. Nathania masuk ke kamar mandi dan kemudian mengambil ponselnya.
Nathania terkejut melihat waktu menunjukan hampir tutup warung. Tanpa minum, dia segera berjalan cepat menuju warung. Namun ketika membuka pintu rumah, dia terkejut melihat mobil Raymond sudah parkir di halaman. Dia segera berbalik dan berlari masuk ke dapur. "Bi, Pak Ray sudah datang?"
"Iya, Non. Tadi Bibi mau bangunin, tapi Pak Ray bilang tidak usah..." Bibi Sena menjelaskan. Raymond melarang dia membangunkan Nathania, saat tahu sedang tidur.
"Sekarang Pak Ray ada di paviliun?" Nathania bertanya pelan, seakan khawatir didengar Raymond.
"Iya, Non. Tadi hanya minta air mineral dan tidak keluar lagi." Bibi Sena jadi tersenyum melihat wajah bahagia Nathania.
"Ok, Bi." Ucap Nathania riang sambil memberikan tanda OK, lalu masuk ke kamar untuk mengganti baju.
Tidak lama kemudian Nathania berjalan cepat ke arah paviliun. "Pak Ray, lagi tidur?" Tanya Nathania pelan, tanpa mengetok pintu.
"Iya, Thania." Raymond membuka pintu dan berdiri di depan Nathania sambil tersenyum.
Tanpa berkata, Nathania langsung mengulurkan tangan ke samping pinggang Raymond dan memeluknya. "Pak Ray ngga bilang sudah menuju ke sini." Protes sayang Nathania sambil menyandarkan pinggiran kepalanya ke dada Raymond.
"Sengaja surprise. Supaya seperti ini. Kangennya rasa double." Raymond tersenyum dan mencium puncak kepala Nathania yang bersandar di dadanya.
"Banyak yang dikerjakan?" Tanya Raymond yang balik memeluk Nathania dengan sayang.
"Ngga terlalu banyak, Pak. Tapi tadi ketiduran. Padahal hanya mau baring-baring." Nathania menjelaskan tanpa melepaskan pelukannya. Tempat yang sangat disukai dan dirindukan, dada Raymond.
"Sssstttt.... Pelukannya, jangan diborong abis. Sisakan buat besok." Raymond bercanda sambil mengusap pelan punggung Nathania.
Sontak Nathania melepaskan pelukan dengan wajah memerah. Dia harus menahan diri, kalau sudah bertemu dengan Raymond. "Abis ini ngalahin sandaran kursi empuk mana pun." Nathania ikut bercanda sambil menyentuh dada Raymond.
"Ha ha ha... Perlu olah raga lagi. Sepertinya lemak sudah mulai menumpuk di sini, makanya empuk." Raymond balas ledekan dan memegang tangan Nathania yang memegang dadanya. Nathania jadi ikut tertawa.
Raymond melepaskan pelukan, lalu mengajak Nathania duduk. "Nanti bercanda lagi. Kita duduk sebentar di sini. Ada yang mau aku bicarakan."
"Sebentar ya, Pak. Saya ambil minuman dan minta Herni tutup warung." Nathania segera ke rumah induk, karena melihat wajah Raymond berubah serius.
Setelah bicara dengan Bibi dan Herni di telpon, Nathania kembali ke paviliun dengan nampan berisi dua cangkir minuman panas dan cemilan, lalu letakan di atas meja. "Silahkan diminum, Pak."
"Ok. Thanks." Raymond merai cangkir dan menyesap sedikit kopi instan. Kemudian dia mengangkat kursi dan duduk di depan Nathania.
Jantung Nathania berdegup kuat melihat tatapan Raymond. "Kau sudah siapkan semua?" Raymond bertanya serius, karena saat tiba di halaman, dia melihat kondisi rumah dan paviliun sudah berubah. Begitu juga dengan rumput di halaman telah dipotong rapi.
"Sudah, Pak. Hanya yang kecil-kecil akan diselesaikan malam ini atau besok pagi." Nathania menjawab sambil berpikir, mungkin ada yang tidak cocok di hati Raymond.
"Ok. Thanks. Aku sengaja datang lebih sore untuk lihat dan bicara denganmu. Kau tidak berubah pikiran?" Ucap Raymond pelan, sambil menatap mata Nathania.
"Berubah dalam hal apa, Pak?" Nathania jadi berpikir dan bingung dengan sikap Raymond.
Raymond mengambil kedua tangan Nathania. "Mengenai rencana kita besok."
"Oh, tidak berubah, Pak." Nathania menjawab cepat untuk meyakinkan Raymond, bahwa sudah siap.
"Aku bertanya tentang dirimu, hatimu, bukan yang lain." Nathania mengangguk kuat.
"Kau masih punya waktu untuk memilih. Kalau mau mundur, hanya bisa malam ini. Karena besok kau tidak punya kesempatan lagi untuk mundur." Ucap Raymond serius. Dia ingin memastikan keteguhan hati Nathania sebelum melangkah ke tahap yang sangat serius.
Nathania menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan. "Sejak saya menerima lamaran Pak Ray, saya sudah siap lahir batin, Pak. Tidak ada lagi yang saya harapkan, selain bisa bersama Pak Ray." Nathania berkata sepenuh hati.
"Terima kasih. Aku hanya mau memastikan dan meyakinkan kita. Karna setelah besok, tidak ada kata penyesalan atas keputusanmu."
"Suka dan duka kita hadapi bersama. Berdasarkan ketulusan hati menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing." Ucap Raymond tegas. Nathania hanya bisa mengangguk dan menatap Raymond dengan mata yang hampir banjir.
"Aku datang lebih awal untuk memastikan ini. Karna pertemuan dan perkenalan kita hanya singkat. Mungkin keputusan untuk menikah besok terlalu cepat."
"Tapi aku mau meyakinkanmu, bagiku, ini tidak buru-buru. Aku memikirkan ini dengan serius. Sekarang keputusan akhir ada padamu."
"Keputusan saya sudah final, Pak. Hanya ada Pak Ray di hati saya." Nathania memegang dadanya dengan ujung jari dan air mata mulai mengalir.
Raymond mengusap bahu Nathania dengan hati lega. Dia mengecup kening Nathania sekilas, lalu berdiri. "Tunggu di sini." Nathania ikut berdiri, karena heran dengan sikap Raymond yang berbeda. Dia melihat punggung Raymond dengan hati bertanya-tanya.
Tidak lama kemudian, Raymond keluar sambil membawa sebuah kotak empat persegi panjang hitam besar yang diikat dengan pita merah. "Ini untukmu." Raymond menyerahkan kepada Nathania.
Nathania menerima dan melihat Raymond dengan mata membulat. "Ini buat saya, Pak?" Nathania terkejut melihat kotak besar di tangannya.
Raymond mengangguk. "Tetaplah seperti ini, Nathania yang kukenal." Raymond mengusap lembut pinggiran dagu Nathania dengan ujung jarinya.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
aku curiga ini si belva hamil anak selingkun
ga baik loh marahan lama" sm ortu sndiri😵