Niat hati hanya ingin mengerjai Julian, namun Alexa malah terjebak dalam permainannya sendiri. Kesal karena skripsinya tak kunjung di ACC, Alexa nekat menaruh obat pencahar ke dalam minuman pria itu. Siapa sangka obat pencahar itu malah memberikan reaksi berbeda tak seperti yang Alexa harapkan. Karena ulahnya sendiri, Alexa harus terjebak dalam satu malam panas bersama Julian. Lalu bagaimanakah reaksi Alexa selanjutnya ketika sebuah lamaran datang kepadanya sebagai bentuk tanggung jawab dari Julian.
“Menikahlah denganku kalau kamu merasa dirugikan. Aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku.”
“Saya lebih baik rugi daripada harus menikah dengan Bapak.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Gadis Cerewet
Gadis Cerewet
“Rumah sepi. Tidak jauh beda dengan kuburan. Lebih baik Ayah di sini saja, ada banyak pasien-pasien lain yang bisa Ayah ajak ngobrol,” imbuh Kevin sembari bangun dan bersandar pada tempat tidur. Pria paruh baya keturunan campuran Amerika dan Jepang itu sudah lama tinggal di Indonesia dan membangun sebuah perusahaan yang yang sudah berkembang cukup pesat di tanah air.
Julian merupakan putra satu-satunya yang akan menjadi penerus usaha yang dibangun Kevin. Tetapi sayangnya Julian malah lebih memilih menjadi seorang dosen.
Sampai hari ini Kevin masih berharap Julian mau meneruskan usahanya dan segera menikah untuk mendapatkan keturunan. Sebab usia Julian sudah cukup matang untuk berumah tangga.
“Terserah Ayah saja kalau begitu. Jika memang di rumah sakit Ayah rasa lebih baik, silahkan saja berlama-lama di sini. Aku pikir keadaan Ayah masih sama, tapi ternyata justru sebaliknya. Jadi mungkin aku tidak punya alasan lagi untuk datang ke sini. Ya sudah, kalau begitu aku pergi dulu. Selamat menikmati waktu Anda.” Julian lekas berdiri, melenggang cepat menuju pintu.
“Sesekali pertimbangkan tentang menikah. Usiamu itu sudah cukup dewasa. Mau sampai kapan kamu seperti ini terus? Ayahmu ini sudah cukup tua, sudah saatnya ada yang menggantikan posisi Ayah,” ujar Kevin mengiringi langkah Julian.
Namun Julian sedikitpun tidak menoleh. Rayuan semacam itu sudah terlalu sering ia dengar. Tidak sekali dua kali, orangtuanya pernah mencoba mengenalkan ia dengan putri dari rekan bisnisnya. Tetapi ia tidak tertarik sedikitpun. Ia lebih betah melajang dibanding harus direpotkan dengan urusan percintaan.
Duduk dibalik kemudi, Julian menatap kosong ke depan. Sudah beberapa menit berlalu sejak masuk ke mobil, ia tak kunjung pergi. Lamunannya tengah melambung jauh, membawanya pada sebuah masa lalu yang meninggalkan luka mendalam di hatinya.
Di pelupuk matanya, masih terbayang sebuah senyuman manis dari seraut jelita yang menawan hatinya. Namun kemudian menggoreskan luka di hatinya ketika ia mendapati sebuah rahasia yang cukup lama disembunyikan. Luka itu yang membuat ia menutup pintu hatinya rapat-rapat dari wanita manapun.
***
“Ini yang terakhir kali aku merevisi. Kalau masih salah lagi, aku tidak akan tinggal diam. Aku harus memberi pelajaran pada si Julia sialan itu,” geram Alexa, duduk di depan laptop dengan setumpuk buku dan skripsi.
Alexa bukan mahasiswi yang berprestasi, tidak juga terlalu bodoh. Namun ia selalu mendapatkan nilai bagus hampir di semua mata kuliah. Skripsi yang tak kunjung di ACC, padahal sudah berkali-kali direvisinya itu, menurutnya sudah sangat keterlaluan.
Hingga malam semakin larut, Alexa masih berkutat dengan lembaran skripsinya. Semangatnya masih membara, keinginannya kuat untuk selesai tepat waktu. Jika Julian masih saja mempersulitnya, ia mungkin akan memikirkan cara untuk memberi pelajaran pada pria itu. Protes pun tidak berguna, sebab pria itu keras kepala.
Pukul dua dinihari Alexa baru selesai revisi. Menutup laptop, ia kemudian merebahkan tubuh di atas tempat tidurnya yang empuk.
Karena tidur terlalu larut, ditambah lelah yang menyerang, Alexa bangun kesiangan. Jam digital di meja nakas sudah menunjukkan angka 09.00 pagi. Alexa tersentak, segera melompat dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi usai menyambar handuk.
Dalam waktu dua puluh menit ia sudah selesai bersiap-siap. Dengan mengendarai sepeda motor ia melaju menuju kampus. Karena terburu-buru ia sampai mengabaikan ajakan ibunya untuk sarapan.
Setibanya di kampus, ia langsung pergi ke ruangan Julian, hendak menunjukkan skripsi yang sudah ia revisi semalaman.
“Aku ada jam kuliah. Lain kali saja.”
Namun harapan dan kerja keras Alexa ternyata tidak seperti yang ia harapkan. Julian menolak memeriksa skripsinya dengan alasan jadwal mata kuliah. Membuat wajahnya berubah masam seketika.
“Sebentar saja, Pak. Saya sudah merevisinya sesuai dengan perintah Bapak.”
“Makanya lain kali jangan datang terlambat. Seharusnya kamu menghubungiku dulu kalau ingin bertemu.” Tak mempedulikan Alexa yang sudah tersulut amarah, Julian melenggang pergi meninggalkan ruangannya.
Alexa tidak bisa membiarkan Julian bertindak semaunya seperti ini kepada dirinya. Ia lantas mengejar, berlari-lari kecil di belakang pria itu.
“Semalam Bapak minta saya revisi. Nah, sekarang sudah saya revisi. Saya mengerjakannya semalaman suntuk loh, Pak. Bapak seharusnya menghargai kerja keras saya. Waktu saya tinggal seminggu, Pak. Tolong dong bantu saya.” Sebetulnya Alexa tidak suka memohon seperti ini. Apalagi memohon pada pria angkuh seperti Julian ini. Harga dirinya sedang dipertaruhkan.
Meski banyak mahasiswa dan mahasiswi melakukan hal demikian demi tercapainya keinginan mereka, namun tidak baginya jika itu harus memohon pada Julian. Kali ini ia sungguh terpaksa melakukannya.
“Pak, saya minta waktunya sebentar saja. Bapak kenapa sih memperlakukan saya seperti ini. Memangnya saya salah apa sama Bapak? Perasaan selama ini saya tidak pernah punya masalah sama Bapak,” cecar Alexa masih mengekori Julian. Sampai kemudian langkahnya terhenti dahinya membentur punggung Julian saat pria itu berhenti tiba-tiba.
“Aw!” Alexa meringis, merasa sedikit sakit pada dahinya yang tanpa sengaja membentur tulang punggung Julian.
Julian memutar tubuh menghadap Alexa yang sedang mengelus dahinya. Sepasang matanya menatap tajam gadis itu.
“Dasar cerewet. Sekali lagi kamu bicara, aku tidak akan segan-segan membungkam mulutmu itu,” tandas Julian.
Alexa tersentak, mendongak dan menatap heran pada Julian.
“Bapak bilang apa tadi? Mau membungkam mulut saya?”
“Kamu itu terlalu cerewet. Kamu bikin kepalaku sakit saja tahu tidak?”
“Makanya Bapak yang adil dong, Pak. Masa cuma saya doang yang Bapak perlakukan seperti ini. Sudah enam kali loh, Pak, saya revisi. Ini yang terakhir kali. Saya tidak akan terima kalau sampe masih salah lagi.”
“Kamu dosennya atau aku?”
Otomatis Alexa bungkam, mengatupkan bibirnya rapat-rapat dengan amarah yang dipendam. Namun jantungnya mendadak berdetak lebih kencang saat Julian perlahan menunduk, lalu mendekatkan wajahnya. Sepasang mata pria itu terus menatapnya tak berkedip.
Pergerakan Alexa pun jadi terbatas. Ia harus menahan napasnya karena mendadak didera gugup saat wajah Julian dan wajahnya nyaris tak berjarak.
“Selain cerewet, kamu juga tuli rupanya,” kata Julian lirih dan hanya mampu terdengar oleh mereka berdua.
Dahi Alexa berkerut sampai kedua alisnya tak berjarak. Ekspresi wajahnya itu menunjukkan ada kemarahan di dalamnya. Namun ia tak berani menyuarakannya. Sebab bagaimanapun, Julian adalah dosen pembimbingnya. Dan nasibnya ada di tangan pria itu.
“Bukannya sudah aku bilang, aku ada jam kuliah sekarang. Aku juga sudah pernah bilang sama kamu untuk datang lebih pagi. Kamu lupa, atau pura-pura lupa?” kata Julian lagi.
Alexa terhenyak. Ia baru teringat bahwa Julian pernah memintanya untuk datang lebih pagi jika ia konsultasi. Namun yang terjadi ia sering datang kesiangan. Alhasil, Julian selalu menghindarinya, lalu menyuruhnya datang menemui pria itu di apartemen saja.
“Kecuali kalau kamu mau menunggu. Itupun aku tidak janji punya waktu untukmu. Mahasiswa bimbinganku bukan cuma kamu saja,” kata Julian.
Alexa menelan ludah. Baru kali ini ia seperti tak berkutik. Ingin membantah, namun wajah Julian teramat dekat dengan wajahnya. Yang bisa ia lakukan hanya diam, memandang sepasang bola mata kecokelatan yang tengah menatapnya tak berkedip. Membuat ia merasa seperti ditelan hidup-hidup oleh tatapan itu.
“Hai, Al.”
Suara yang terdengar menyapa itu menciptakan jarak dalam seketika. Julian menarik mundur wajahnya, menegakkan punggung berdiri dengan benar.
Robin, mahasiswa berparas tampan, putra seorang konglomerat yang katanya naksir berat pada Alexa itu melingkarkan lengannya di pundak Alexa.
“Gimana skripsimu? Sudah selesai? Berarti kita bisa wisuda bareng dong?” tanya Robin.
Alexa melirik kesal pada Robin. “Selesai apanya. Yang ada aku digantung terus.” Sembari memutar tubuh lalu pergi meninggalkan Julian yang tengah memandanginya dengan raut aneh. Sebab ia membiarkan Robin merangkul pundaknya.
To Be Continued ...
nanti setelah nikah
kamu jerat dia dengan perhatian tulusmu
Maka cinta Akan melekat dalam hati alexa
jangan lupa
sering Bawa ke panti asuhan
melihat bagaimana kehidupan kecil tanpa ibu /ayah
akhirnya menerima pernikahan
kamu gak tau alexa, klo pak Julian anak tunggal perusahaan yg kau incar ditempat lamaranmu kerja
selamat buat nona kecil/Rose//Rose//Rose/
kaget gak tuh Al