Danendra dan Alena sudah hampir lima tahun berumah tangga, akan tetapi sampai detik ini pasangan tersebut belum juga dikaruniai keturunan. Awalnya mereka mengira memang belum diberi kesempatan namun saat memutuskan memeriksa kesuburan masing-masing, hasil test menyatakan bahwa sang istri tidak memiliki rahim, dia mengalami kelainan genetik.
Putus asa, Alena mengambil langkah yang salah, dia menyarankan agar suaminya melakukan program tanam benih (Inseminasi buatan). Siapa sangka inilah awal kehancuran rumah tangga tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunflowerDream, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku mencintaimu Danendra
Suara tangisnya pecah tersedu-sedu tanpa jeda, air matanya jatuh seperti hujan deras yang tak kunjung reda, sesekali sosok yang tersibukkan dengan tangisnya itu menarik napas dalam-dalam seakan menahan sesuatu yang bergemuruh hebat di hatinnya.
Wanita yang sedang menangis itu sejujurnya bukan menangis karena kesedihan hatinya, ini ia lakukan demi kelancaran rencana yang sudah memang ia susun sejak lama—ini hanya rekayasa tangisan yang memilukan ini hanya bualan belaka.
Suara tersedu yang berisik itu sangat mengganggu, pria yang tertidur tenang di bagian kursi belakang mobil itu mulai menunjukkan tanda-tanda akan membuka matanya. Sedikit berat hari ini untuk membuka mata ia juga menyentuh kepalanya yang berdenyut pusing.
Pria yang belum sepenuhnya sadar itu mencoba mencerna apa yang terjadi, ia masih terbaring lalu mendadak bangkit saat melihat sosok wanita yang sedang menangis di kursi depan.
“Mei?” Danen yakin sekali wanita dengan rambut berantakan itu Mei. Kepala Danen semakin pusing kenapa wanita itu terus menangis, pria 30 tahunan itu menatap sekelilingnya, berantakan sekali apa yang terjadi.
“Aaakhh!” Danen mengerang pelan, kepalanya masih sedikit pusing ia yakin ini efek mabuk semalam. Pria yang juga tidak kalah berantakan itu mencoba mengumpulkan kesadarannya, Danen semakin mengernyit kenapa mobil ini berantakan sekali dan bau amis di mana-mana.
“Astaga!” Danen terkejut bukan main saat menyadari ternyata tubuh indahnya tidak tertutup oleh sehelai benang pun.
“Kenapa kau lakukan ini?” Mei di sela tangisnya mencoba berujar gelagapan, “kau jahat Danen!” Imbuhnya lagi membuat Danen semakin mengernyitkan keningnya.
“Kau memperkosaku Danen, kenapa hah?!” Ucap Mei dengan lantang, lalu kembali menangis dan menutup wajah cantiknya yang sangat berantakan.
Mei lalu berlari keluar dengan langkah kaki yang terseok-seok lemah, ia bersandiwara seakan memang dirinya sangat tersakiti saat ini.
“Memperkosa?” Danen tidak mengerti. Melihat keadaan situasi sekitarnya membuat raut wajah Danen berubah menjadi cemas penuh ketakutan. Segera pria itu meraih kembali bajunya dan mengenakannya dengan asal, lalu berlari keluar menyusul wanita yang baru saja berlari terlebih dahulu.
Langit saat ini belum sepenuhnya terang, di ufuk timur semburat oranye dan merah jambu perlahan terlihat, dan aura dinginnya embun perlahan menyapa kulit. Beberapa menit lagi sepertinya semburat oranye di hamparan langit akan berubah menjadi semakin terang menjadi pertanda bahwa sebentar lagi pagi yang damai akan tiba.
“Meisya!”
“Mei tunggu!!”
“MEISYAAA!” Danen berteriak-teriak memanggil wanita itu suaranya menggelegar penuh amarah, secepat apapun langkah Mei berlari tentu bukan apa-apa bagi Danen.
“Mei kumohon berhenti!” Danen berhasil mendahului langkah wanita itu dan saat ini ia berdiri menghalangi jalan Meisya yang seperti berkutat keras untuk tetap menjauh pergi dari pria di hadapannya.
“Apa lagi Danen? Belum puas kau menyentuhku hah?”
“Apa salahku kenapa kau tega melakukan ini?”
“Lepasin aku, kumohon!!!” Mei memohon penuh lirih, bola matanya seakan memancarkan ketakutan dan trauma.
“Mei tolong katakan bahwa ini semua hanya kesalahpahaman!”
“Kesalahpahaman?” Mei semakin menangis pilu, ia terduduk lemah, “bagaimana mungkin ini semua hanya salah paham Ndra, kau… kau jelas-jelas menyentuhku tanpa perasaan. Aku takut!” Tubuh Mei bergetar dan wajahnya semakin pucat pasi saat bola matanya bertatapan langsung dengan Danendra.
Sosok dengan postur tegap itu mendadak lunglai, tubuhnya merosot jatuh. Melihat sahabat lamanya menangis pilu di hadapannya saat ini, membuat ketakutannya semakin menjadi.
“Gak mungkin!” Suara pria itu semakin berat bola matanya memerah, “gue gak mungkin ngelakuin itu!” Ujarnya dengan suara yang bergetar.
“Gak mungkin? Ndra jelas-jelas kamu memaksaku, kamu jahat sekali Ndra memperkosaku seperti ini!”
“Memperkosa?” Danen menatap tajam wanita itu, kemudian ia memajukan langkahnya.
“Akh!!” Danen mencengkram dagu Mei, ia menariknya kencang sekali memaksa wanita itu untuk berdiri.
“Gue gak semurah itu, gak mungkin gue memperkosa lo.”
Saat ini wanita itu sangat ketakutan bukan lagi ketakutan sandiwaranya. Bola mata Danen memerah seperti kesetanan dan cengkraman itu berubah seperti ingin mencekik. Ia kesulitan bernapas cekikan Danen di lehernya kuat sekali, Mei tidak ingin mati di sini, ia tidak ingin mengakhiri hidupnya seperti ini, tapi Danen seakan membunuhnya saat itu juga.
“Katakan! gue sama sekali gak menyentuh lo, cepat katakan bukan gue yang memperkosa lo.”
“Cuih!” Danen meludahi wajah wanita yang saat ini berada dalam cengkramannya. Dalam kepanikan dan rasa takut yang menyergap, perempuan itu menemukan kekuatan dari naluri bertahan hidupnya. Dengan sisa tenaga yang nyaris punah, dia berhasil meronta, melepaskan diri dari cengkeraman yang nyaris merenggut napasnya. Jantungnya berdegup liar, bukan hanya karena rasa takut, tapi juga karena kenyataan pahit pria yang dulu ia puja, kini menjelma menjadi ancaman mematikan.
“Huk… Huk… Huk!” Mei terbatuk-batuk napas di tenggorakannya seakan tersendat padahal ia sudah tidak lagi berada dalam cengkraman pria gila itu. Mei berusaha lari menjauh dari Danen yang kesetanan, tapi ia terlambat Danen berhasil kembali meraih tubuhnya lalu melayangkan satu tamparan di pipi mulus penuh air mata milik Mei.
Plak!
Lagi, Danen terus menamparnya bertubi-tubi.
“AAAAAAAA!” Mei berteriak marah, ia sudah lelah menjadi sasaran kegilaan Danen.
“Ndra!” Dengan suara pilu Mei mencoba memanggil nama itu, “Ndra kenapa kau begini padaku?”
Wajah lebam bibir yang terus mengalirkan darah segar, serta isakan tangis yang tersendat-sendat.
“Meisya?” Danen mulai merada ia sekarang sangat panik ketakutan menyadari bahwa ia telah menghajar sahabatnya sedemikian kejam, “Mei.. Meii, aku-“
“Sakit Ndra…” Rintih pilu yang terus keluar dari mulut wanita yang sudah tidak berdaya itu.
Danen kebingungan, ia mencoba meraih sahabatnya lalu memeluknya penuh penyesalan, “maafin aku!” Tangis Meisya semakin menjadi-jadi saat ia merasakan bahu itu, bahu yang selalu di rindukannya untuk menjadi tempat bersandar.
“Aku takut Mei.”
“Aku takut gimana nanti Alena tahu ini.”
“Alena bisa terluka jika tahu aku sudah menyentuhmu seperti ini. Aku tidak sadar Mei, aku dalam keadaan mabuk berat.”
Plak!
Dengan tangan yang bergetar Mei menampar wajah pria itu.
“Alena?” Sakit sekali, bahkan dalam kondisi seperti ini Danendra pria yang teramat dicintainya masih menyebut nama wanita sialan itu.
“Kamu masih memikirkan Alena?”
“Lalu bagaimana denganku Ndra… Kamu memperkosaku dan bahkan menghajarku sampai seperti ini, tidakkah kamu memikirkanku sebentar saja.”
“Tolong aku Mei, aku menyesal ini semua di luar kendaliku. Aku sangat takut, takut sekali jika Alena mengetahui keadaan kita yang seperti ini... ”
“Ndra…” Mei putus asa, masih saja Danen mengutamakan wanita itu.
“Aku akan bayar berapa pun, kamu harus tutup mulut. Tolong aku rahasiakan semua ini, aku tidak sanggup jika harus menyakiti Alena.”
“Lalu bagaimana denganku Ndra, aku lebih sakit.” Mei memukul-mukul pelan dada bidang milik Danen, “sejak dulu, kenapa dari dulu kamu hanya melirik Alena? Tidakkah kau mempertimbangkan posisiku, aku ketakutan kesakitan lalu apa, Alena?”
Meisya meraung-raung meluapkan tangisnya di hadapan Danen, ia terus memukul-mukul Danen dengan sisa tenaga ia yang punya. Kenapa seperti ini, Danen tidak pernah berubah selalu saja memuliakan Alena, padahal dia yang lebih dulu hadir dalam kehidupan Danen.
“Kamu jahat sekali…”
Mei terus menangis tanpa henti, ia merasakan sakit hati yang teramat dalam sebab Danen pria yang dicintainya dengan tulus itu tidak sedikit pun memikirkannya. Ia sudah menunggu selama ini agar sekali saja Danen mau membuka diri untuknya, tapi apa? Semua ini sia-sia.
Sedangkan Danen ia membiarkan wanita itu meraung-raung, Danen membiarkan dia meluapkan semua kesedihannya, wanita itu pasti hancur sekali sudah dilecehkan oleh orang seperti dirinya.
Danen dengan kepolosannya mengira Meisya teman lamanya itu menangis begitu menyedihkan karena ulahnya yang biadab, dia sadar tindakannya kali ini tidak bisa dimaafkan, tapi Danen takut, ini bukan peristiwa yang baik, sungguh ia bersumpah tidak pernah sedikit pun ingin mengkhianati cinta sang istri. Danendra frustasi ia terus meremas rambutnya begitu kuat, bagaimana ini bagaimana ia akan menghadapi Alena.
Tanpa pria itu sadari yang membuat Mei begitu hancur saat ini adalah sebuah kegagalan. Kegagalan dirinya dalam meluluhkan pria itu, padahal Mei dengan suka rela menyerahkan tubuhnya tapi mengapa Danen tidak berpaling juga, ini sungguh tidak adil Tuhan mengapa Alena yang selalu beruntung.
Mei bergerak perlahan, dengan ragu ia melangkah mendekati Danen yang terduduk lesu penuh dengan tatapan kekosongan.
Mei wanita yang sedang hancur itu, hancur sebab cinta tulusnya selalu bertepuk sebelah tangan, hancur karena Danen selalu mengutamakan wanita lain. Sungguh ia sangat hancur dengan perasaannya sendiri ia sama sekali tidak menyesal telah menyerahkan dirinya untuk Danen, ini semua karena cinta, cinta membuat seseorang menjadi sangat nekat dan hampir gila.
Mei berjongkok mengimbangi wajahnya di hadapan Danen, tangan mungilnya bergerak meraih rahang tegas milik cintanya, bibirnya bergetar, dengan perlahan namun penuh keberanian Mei meraup bibir manis milik Danen.
“Aku mencintaimu Danendra.”
Setelah itu ia melepaskan pungutan terlarang tersebut dan berjalan mundur menjauh dari Danen, semakin lama tubuh itu semakin menghilang dari penglihatan Danen.
Kini tinggal dirinya sendirian, lelaki yang penuh ketakutan itu sendirian. Dadanya bergemuruh tidak beraturan, sesak sekali, pupilnya mulai membesar dan penglihatannya semakin buram. Danen menangis tersedu-sedu, ini adalah tangisan paling memilukan yang pernah ia rasakan. Danen terus memukul-mukul dirinya sendiri, ia merutuki kebodohan dan kelalaiannya.
“Aaarghh!” Danen berteriak penuh amarah, suaranya melengking tinggi.
“Kenapa aku? Kenapa harus diriku ya Tuhan…”
Setelah lelah menangis Danen kembali ke dalam mobil. Dadanya sesak melihat kondisi mobil ini, ia menarik napasnya panjang, “sepertinya aku benar-benar gila!” Melihat keadaan mobil yang sangat berantakan lelaki itu menyadari bahwa sepertinya ia memang benar-benar memaksa calon kakak iparnya. Wanita itu pasti sudah melawan sekuat tenaga yang ia miliki tapi Danen menyadari ia terlalu gila, bugh Danen menghantamkan kepalanya sendiri ke setir mobil yang ia genggam, Danen semakin menyakini perbuatannya saat dia mengingat setiap bekas robekan yang ada pada gaun mahal yang Mei kenakan.
Dia tidak mengingat apa pun, tapi melihat kehancuran dalam kendaraan pribadinya Danen tau ini memang sudah keterlaluan.
Pria malang itu melirik selulernya yang terus berdering.
Ada belasan panggilan tidak terjawab dari Alena, dan puluhan pesan dari room chat-nya. Danen hanya menggenggam ponsel yang terus berdering itu, ia tidak sanggup jika harus berbicara dengan sang istri saat ini, “maaf!” Hanya itu kata itu yang mampu ia ujarkan pelan dari bibirnya.
Bersambung.