Dari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang memberikan kepercayaan diri untuknya.
Sedangkan Ratu, Ia sosok perempuan sempurna. Ratu terkenal tak mau berkomitmen dan berpacaran, Ia seorang pemain ulung. Hidup Ratu berubah saat Ia dan Syailendra satu team mewakili olimpiade kimia dari sekolahnya. Mereka tak pernah sekelas, dan Ratu bahkan baru mengenalnya. Tapi sosoknya yang misterius merubahnya, Ratu merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria itu, membuatnya merasa hangat dan tak mau lepas darinya.
Namun dunia tak mendukung mereka dan mereka harus berpisah, mereka lalu bertemu sepuluh tahun kemudian. Apakah kisah kasih mereka akan tersambung kembali? Atau malah akan semakin asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 - Setiap Nyawa
Meski sudah satu minggu berlalu, Ratu masih ingat dengan jelas kejadian pulang dari toko buku hari itu. Mereka akhirnya naik taksi. Syailendra ikut mengantar Ratu pulang sampai ke depan gerbang rumahnya. Dan akhirnya lelaki itu pulang menggunakan bis meski Ratu bilang akan menyuruh supir untuk mengantarnya.
Setelah kejadian itu, Syailendra tidak terlalu kaku lagi saat bicara dengannya. Ya, meski topik pembahasan mereka hanya seputar olimpiade, atau mungkin membahas pelajaran yang Ratu kurang mengerti. Namun Syailendra tidak sekaku saat pertama kali bertemu.
Hari demi hari, tak terasa olimpiade akan dilaksanakan sebentar lagi. Mereka kini sibuk melakukan bootcamp yang diadakan oleh pihak sekolah. Jadwalnya 3 kali seminggu, dan dilaksanakan dua minggu berturut-turut sepulang sekolah.
"Kalian harus belajar lebih giat lagi. Waktu kita hanya tersisa dua minggu lagi untuk berlatih. Jangan pikirkan menang, tapi tetaplah berusaha memberikan yang terbaik untuk sekolah kita. Mengerti?"
"Mengerti, Bu!" jawab keempatnya serentak.
Ratu, Syailendra, Heri dan Sasa berada di ruang latihan. Bu Susan baru selesai menerangkan materi, dan seperti biasa, sesudah memberikan materi, mereka disuruh mengerjakan soal sebelum nanti membahasnya bersama-sama.
"Ibu beri waktu 90 menit. Ibu tinggal dulu sebentar ke ruang guru. Nanti ibu balik lagi. Tolong jaga ketertiban, ya!"
"Iya, Bu!"
Dan setelahnya Bu Susan keluar dari ruangan tersebut. Bersamaan dengan itu, Heri menyeletuk—
"Aduh, mana bisa konsen kalau perut lagi laper gini. Yang ada lieur, euy!" Sambil menguap, cowok itu mengusap perutnya.
"Ayang laper lagi?" Sasa, si pacar menyahut.
"Iya, Yang. Kantin bentar yuk? Bu Susan lama kayaknya. Isi perut dulu, biar semangat!" Lalu mengedipkan mata sambil mencolek dagu sang pacar.
"Heh, maksudnya apaan begitu? Kalian mau cabut lagi kayak yang udah-udah?" berang Ratu.
"Sensi amat lo. Mending daripada misuh, ikut ke kantin aja yuk? Bisalah makan bentar. Jangan kaku-kaku banget," kata Heri seenaknya.
"Nggak bisa gitu. Kita harus bel—"
"Ayok, Ayang. Aku juga lapar! Kalian di sini bentar ya? Entar kami beliin sesuatu. Papay!"
Belum sempat Ratu menyudahi kalimatnya, Sasa dan Heri sudah cabut dari ruangan itu. Ratu mengomel. Berbeda dengan Syailendra yang hanya diam sambil menatap sisa-sisa kepergian orang itu dengan tatapan tak suka.
"Lihat sendiri kan? Sekarang harusnya kamu tahu kenapa aku bilang kamu cocok jadi peserta utama," celetuk Ratu.
"Apa mereka seperti itu? Maksudnya, di luar kegiatan ini?"
"Sasa sama Heri itu sefrekuensi. Mereka emang cerdas, tapi sayangnya mereka malas. Giliran pacaran aja gercep."
Syailendra mengangguk paham. Bukan hal biasa melihat muda-mudi seusianya dimabuk asmara. Meski jarang bergaul, Syailendra tidak buta untuk melihat situasi di sekelilingnya. Bahkan teman kelas Syailendra juga ada yang seperti itu.
"Aku percaya kamu lebih hebat dari mereka. Kamu keren. Dari awal kenal kamu, aku tau kamu berpotensi."
Syailendra kembali menoleh, tidak lama, karena ia langsung menunduk mengerjakan soal di buku.
"Hebat atau tidaknya seseorang tergantung seberapa rajin dia. Karena pada dasarnya nggak ada orang yang bodoh di dunia ini. Mereka hanya malas."
Ratu tercengang mendengarnya. Tolong digarisbawahi. Ini adalah kali pertama seorang Syailendra bicara sepanjang lebar ini. Biasanya, satu kata, satu jawab. Dan sekarang berkembang jadi sebuah kalimat panjang.
"Kamu bilang apa barusan? Ulang!" jerit Ratu tertahan.
"Nggak ada acara ulang-ulang. Kesempatan hanya satu kali."
"Ihhh! Kamu masih aja ngeselin!" Ratu malah mencubit-cubit lengan Syailendra hingga membuat cowok itu mengaduh. Lelaki itu mengomel. Alih-alih berhenti karena diomeli, Ratu malah semakin berani melayangkan cubitan-cubitan mautnya.
Syailendra menangkap tangan Ratu. Terpaksa ia pegangi agar Ratu tidak berulah lagi. Telapak tangan mereka bergesekan, menimbulkan rasa nyaman karena sama-sama hangat.
"Jangan nakal, Ratu," tegur Syailendra. Dingin, namun lembut.
Ratu terkekeh. Iseng, ia ambil buku Syailendra agar lelaki itu fokus padanya. Namun saat buku itu ia tutup, sebuah benda kecil jatuh ke lantai. Refleks Ratu ambil benda tersebut sebelum Syailendra mengambilnya.
Ternyata kartu pelajar.
Alih-alih mengembalikan pada Syailendra, Ratu malah senyum melirik foto Syailendra di kartu tersebut.
"Ih, lucu!"
"Balikin punyaku!" minta Syailendra, berusaha merebut.
Mengelak, tatapan Ratu jatuh pada tanggal lahir Syailendra di kartu tersebut. 1 November. Bertepatan dengan hari ini.
"Wow, apa ini? Kamu ulang tahun sekarang?!"
Syailendra tertegun beberapa detik. Saking tidak pernah merayakan ulang tahun, ia tidak ingat ulang tahunnya sendiri.
"Ah, ternyata hari ini tanggal 1 November," sahut Syailendra. Ia sendiri tidak mengerti bagaimana perasaannya. Entah senang atau sedih....
Ratu lantas berkata, "aku nggak mau tahu. Kita harus rayain ulang tahun kamu!"
Kaget. Syailendra kaget karena ada orang yang peduli pada ulang tahunnya.
"Nggak usah. Aku—"
"Nggak mau tau! Aku mau rayain ulang tahun kamu. Pulang dari sini kita ke toko kue!"
Syailendra tercenung. Menatap wajah Ratu, tak ia temukan raut terpaksa di sana. Sorot mata gadis itu memancarkan ketulusan.
Dan yang paling membuat Syailendra tersentuh saat Ratu berkata—
"Setiap nyawa berharga. Jadi, ayo kita rayakan semua hari penting kamu. Aku mau bersyukur karena Tuhan udah bikin kamu hidup di dunia ini...."