NovelToon NovelToon
Pengawal Dan Tuan Puteri : Takdir Yang Tertulis

Pengawal Dan Tuan Puteri : Takdir Yang Tertulis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Pengasuh / Pengawal / Putri asli/palsu
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Wahyu Kusuma

Dandelion—bunga kecil yang tampak rapuh, namun tak gentar menghadapi angin. Ia terbang mengikuti takdir, menari di langit sebelum berakar kembali, membawa harapan di tanah yang asing.

Begitu pula Herald, pemuda liar yang terombang-ambing oleh hidup, hingga angin nasib membawanya ke sisi seorang puteri Duke yang terkurung dalam batas-batas dunianya. Dua jiwa yang berbeda, namun disatukan oleh takdir yang berhembus lembut, seperti benih dandelion yang tak pernah tahu di mana ia akan tumbuh, namun selalu menemukan jalannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Kusuma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5 Kota Elestial

Kereta kuda yang membawa Herald terus berjalan ke arah selatan menuju kota Elestial. Saat ini dia sedang menikmati pemandangan langit biru cerah yang terbentang luas serta hamparan rerumputan yang melambai tertiup angin. Dari belakang kereta, dia melihat cakrawala yang seolah menyatu dengan tanah, memberikan kesan luas tak berujung. Sembari menikmati keindahan alam, pikirannya terus berputar mengenai tugasnya nanti.

[Seperti apa yah tuan putri yang harus kujaga...]

Herald merasa penasaran tentang tugasnya sebagai penjaga putri seorang Duke. Dalam pikirannya, ia hanya bisa membayangkan sosok seorang bangsawan yang manja, angkuh, dan suka menyuruh seenaknya. Semakin dia memikirkannya, semakin ia merasa cemas. Bayangan dirinya menjadi pesuruh yang harus menuruti semua perintah sang putri pun muncul di kepalanya.

[Heh, kurasa ini akan merepotkan.]

Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang dipenuhi prasangka negatif. Namun, tiba-tiba terlintas dalam benaknya kenangan akan pelukan hangat ibunya dan kata-kata ayahnya yang penuh harapan. Herald membuka matanya perlahan.

[Yah, apapun yang terjadi aku harus menjalaninya. Ini demi diriku dan juga mereka.]

**

Keesokan harinya.

Setelah perjalanan panjang selama sehari penuh, akhirnya kereta Herald hampir mencapai Elestial.

"Tuan Herald, kita sudah hampir sampai di kota," ucap Charlie dari kursi kusir.

"Oh, kita sudah sampai, ya."

Herald segera bangkit dari posisi duduknya dan mengintip keluar. Matanya langsung tertuju pada dinding kota yang menjulang tinggi, membentang luas mengelilingi Elestial. Dari ukurannya saja, ia bisa menebak bahwa ini adalah kota besar.

"Jadi ini Elestial..."

Ini pertama kalinya Herald melihat kota itu secara langsung. Ia teringat cerita ibunya bahwa dulu ayahnya bekerja di sini, dan kini ia yang akan mengemban tugas tersebut. Matanya masih terpaku pada pemandangan yang tersaji hingga kereta semakin mendekati gerbang.

Di sepanjang perjalanan, ia melihat beberapa rumah berdiri di luar kota. Sebagian besar adalah rumah para petani yang sedang sibuk bekerja di ladang yang luas. Banyak tanaman yang tumbuh di sana, tetapi yang paling mencolok adalah hamparan padi yang menguning.

[Wow... ladang padinya luar biasa luas! Jauh lebih besar dibandingkan yang ada di desa.]

Perjalanan terus berlanjut hingga akhirnya mereka tiba di pintu gerbang kota. Beberapa penjaga langsung mendekat untuk memeriksa identitas mereka. Setelah Charlie menyerahkan dokumen perjalanan, mereka diperbolehkan masuk.

Begitu memasuki gerbang, mata Herald membelalak melihat keramaian yang belum pernah ia saksikan sebelumnya. Jalan utama dipenuhi penduduk yang berlalu lalang, pedagang yang berteriak menawarkan dagangannya, serta anak-anak kecil yang berlarian sambil tertawa riang.

"Wah... ramai sekali."

Bangunan-bangunan megah berjajar rapi di sepanjang jalan. Beberapa tampak seperti toko-toko besar, sementara lainnya terlihat seperti kediaman bangsawan. Herald mengamati semuanya dengan penuh rasa kagum.

Saat kereta melaju ke pusat kota, mereka melewati taman air mancur besar yang menjadi pusat perhatian banyak orang. Air memancar tinggi dari patung seorang kesatria yang gagah, memantulkan sinar matahari dan menciptakan pemandangan yang begitu indah.

"Luar biasa..."

Mata Herald berbinar melihat keindahan kota ini. Ia bahkan melupakan kekhawatirannya tentang tugas yang akan ia jalani. Perjalanannya baru saja dimulai, dan ia tidak sabar untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.

***

Lima belas menit berlalu.

Kereta kuda yang membawa Herald akhirnya berhenti di depan sebuah mansion megah. Bangunan tersebut memiliki tiga lantai dengan arsitektur klasik yang elegan. Halamannya begitu luas, bahkan hampir setengah ukuran mansion keluarganya sendiri. Pilar-pilar tinggi menopang bagian depan bangunan, menambah kesan megah dan berwibawa.

"Kita sudah sampai," ucap Charlie seraya menarik tali kendali kuda untuk menghentikan laju kereta. Tanpa menunggu lebih lama, Herald dan Charlie turun dari kereta dan berjalan menuju gerbang utama.

Di depan gerbang, beberapa penjaga sudah bersiaga. Wajah mereka tegas, memperlihatkan kewaspadaan yang tinggi. Charlie segera maju, menjelaskan alasan kedatangan mereka sambil menyerahkan surat resmi. Setelah memeriksa berkas tersebut dengan saksama, salah satu penjaga mengangguk dan memberikan izin masuk.

Begitu melangkah masuk ke halaman, Herald langsung disambut oleh beberapa pelayan wanita yang berbaris rapi, serta seorang pria paruh baya yang berdiri di tengah-tengah mereka. Pria itu memiliki postur tegap dengan rambut keperakan yang tertata rapi.

"Selamat datang di kediaman Duke Astalfo Delsman," pria itu menyapa dengan nada sopan namun berwibawa. "Perkenalkan, saya Hermas, kepala pelayan di sini."

Refleks, Charlie dan Herald membalas dengan sedikit membungkukkan badan sebagai tanda hormat.

"Perkenalkan juga, saya Charlie, dan ini Herald, putra dari Tuan Demios. Dia akan mulai bekerja di sini," ujar Charlie.

Herald menundukkan kepala dengan sopan. "Salam kenal."

Hermas mengamati Herald sejenak sebelum tersenyum tipis. "Jadi, ini Herald yang telah dibicarakan oleh Tuan Astalfo. Baiklah, silakan ikut dengan saya. Tuan Astalfo sedang menunggu kedatangan Anda."

Mereka lalu mengikuti Hermas memasuki mansion. Sepanjang perjalanan, Herald mengagumi interior bangunan yang dipenuhi ukiran detail, lampu gantung kristal, serta karpet merah yang membentang di sepanjang lorong. Mereka menaiki tangga lebar yang melingkar hingga mencapai lantai tiga—lantai tertinggi di mansion ini.

Setelah berjalan melewati beberapa koridor, mereka akhirnya berhenti di depan sebuah pintu besar berukiran lambang keluarga Enthart.

Hermas menoleh ke mereka. "Silakan tunggu sebentar di sini. Saya akan memberitahukan kedatangan kalian."

Ia kemudian mengetuk pintu beberapa kali sebelum masuk ke dalam ruangan, meninggalkan Herald dan Charlie bersama para pelayan yang masih berdiri di sekitar mereka. Herald menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ini adalah awal dari perjalanan barunya, dan dia harus siap menghadapi apa pun yang ada di dalam sana.

***

Di dalam ruangan.

Terdapat seseorang yang saat ini sedang duduk di meja kerjanya. Seorang pria berambut pirang keemasan, dengan kulit putih bersih dan sepasang mata biru cerah. Ia mengenakan setelan jas putih yang dihiasi garis-garis emas, menambah kesan elegan dan berwibawa. Tumpukan dokumen tersebar rapi di atas mejanya, dan aroma lembut tinta bercampur kayu mahoni mengisi udara.

"Tok, tok, tok... Permisi, Tuan Astalfo. Ini saya, Hermas."

Pria tersebut, yang tak lain adalah Astalfo, Duke pemilik tempat ini, mengangkat kepalanya sejenak dari dokumen-dokumennya. Seulas senyum samar muncul di bibirnya sebelum ia menoleh ke arah pintu.

"Iya, masuklah," jawabnya dengan nada tenang.

Hermas pun memasuki ruangan dengan langkah mantap dan berhenti tepat di seberang meja Astalfo, memberikan penghormatan dengan sedikit membungkuk.

"Jadi, ada keperluan apa kamu datang ke sini, Hermas?" tanya Astalfo tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen yang sedang dibacanya.

"Saya ingin memberikan kabar bahwa anak dari Tuan Demios sudah tiba di luar."

Astalfo mendadak membeku sejenak. Matanya sedikit menyipit, seolah memastikan bahwa ia tidak salah dengar.

"Anak dari Demios...?"

Tanpa ragu, ia segera bangkit dari kursinya. Tatapannya kini penuh perhatian, seolah kata-kata Hermas baru saja membangkitkan kenangan lama yang sempat terlupakan. Ia menatap Hermas dengan intensitas yang berbeda.

"Suruh dia masuk ke sini," perintahnya dengan nada yang lebih serius.

"Baik, Tuan."

Hermas pun segera beranjak pergi, meninggalkan Astalfo yang kini kembali duduk. Namun, senyum kecil muncul di wajahnya, disertai pikiran yang berkelebat di benaknya.

[Akhirnya, dia sudah datang juga...]

Tak lama kemudian, pintu kembali terbuka. Hermas kembali masuk ke dalam ruangan dengan membawa dua orang. Mereka adalah Herald dan Charlie. Saat langkah mereka mendekat, mata Astalfo segera menyapu mereka berdua dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Herald, pemuda berambut perak dengan mata yang memiliki warna serupa, berdiri dengan tegak, meskipun ada sedikit ketegangan yang terlihat di bahunya. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu pendek, tetapi dari cara ia berdiri, terlihat bahwa ia memiliki pelatihan fisik yang baik. Sementara itu, Charlie, seorang pria dewasa berambut coklat kemerahan dengan mata berwarna coklat, berdiri dengan percaya diri di sebelahnya.

"Tuan Astalfo, ini mereka berdua," ujar Hermas dengan nada hormat.

Astalfo menyandarkan tubuhnya di kursi dan menyilangkan tangannya di atas meja. Matanya tetap tertuju pada Herald.

Charlie segera melangkah maju dan memperkenalkan diri. "Perkenalkan, nama saya Charlie. Saya adalah pengawas sekaligus pelatih Herald."

Herald pun mengikuti, sedikit membungkukkan badan. "Salam kenal, saya Herald, anak dari Tuan Demios."

Astalfo mengangguk kecil. "Oh, jadi kamu yang bernama Herald. Kalau begitu, salam kenal. Saya Astalfo Enthart."

Setelah itu, ekspresinya menjadi lebih serius. "Baiklah, kamu pasti sudah tahu alasan kedatanganmu ke sini."

"Iya," jawab Herald mantap. "Saya akan bekerja sebagai pengawal pribadi Putri Anda."

"Singkatnya seperti itu," Astalfo mengangguk. "Tugasmu adalah menjaga putri saya kapan pun dan di mana pun selama kamu bertugas. Selain itu, kamu juga akan belajar tentang tata krama bangsawan, karena selama bekerja di sini, kamu akan sering berhadapan dengan mereka."

Sejenak, ia menarik napas panjang sebelum melanjutkan, "Yah, mungkin kamu bisa cepat beradaptasi..." nada bicaranya sedikit berubah, ada sedikit kelelahan terselip di sana, "tapi mungkin kamu juga harus bersabar dalam menjaga putriku. Dia... agak sedikit nakal."

Kata "nakal" yang diucapkan Astalfo membuat Herald sedikit tersentak. Ada sesuatu dalam cara pria itu mengatakannya yang membuatnya merasa ada hal yang tidak beres. Seolah-olah kata "agak" itu hanya sebuah basa-basi.

[Heh, perasaanku tidak enak nih.]

Astalfo kemudian berdiri dari kursinya dengan gerakan tenang, lalu melangkah menuju pintu keluar ruangan. "Kalau begitu, saya akan mengenalkan Anda dengan putri saya. Sekarang, ikutlah dengan saya."

**

Beberapa saat kemudian, mereka tiba di depan sebuah kamar yang sangat mewah. Astalfo berjalan dengan percaya diri, membimbing mereka menuju pintu yang indah ini.

"Ini adalah kamar Putri saya," katanya, sambil memandang pintu dengan sedikit kebanggaan.

Dengan isyarat dari Astalfo, para pelayan membuka pintu kamar dengan hati-hati, memungkinkan mereka untuk masuk. Begitu melangkah ke dalam, suasana kemewahan langsung terasa. Kamar ini jelas merupakan tempat tinggal seorang bangsawan; perabotan yang elegan, tirai yang halus, serta barang-barang berharga yang menghiasi setiap sudut ruangan. Beberapa pelayan sudah menunggu di dalam, siap melayani segala keperluan.

Herald yang mengamati sekeliling, terhenti sejenak di satu titik. Matanya tertuju pada seorang wanita yang duduk di sisi ruangan. Tidak diragukan lagi, itulah sang putri. Penampilannya begitu mencolok di tengah kemewahan ruangan. Aura yang dimilikinya berbeda, membuatnya mudah dikenali meskipun dia tidak mengenakan mahkota atau pakaian yang berlebihan.

1
Hirage Mieru
.
Cindy
☕️ Untuk menambah semangat.
‎‎‎‎Wahyu Kusuma: uwawwww makasih 😆
total 1 replies
‎‎‎‎Wahyu Kusuma
Ada sedikit kesalahan pada bab 4😔 Jangan dibaca dulu
‎‎‎‎Wahyu Kusuma
Jangan lupa baca karya baru saya 😳 Ini adalah novel Romence pertama saya yang sudah melewati masa revisi. Kuharap kalian bakalan nyaman membacanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!