Nyatanya, cinta sepihak itu sangat menyakitkan. Namun, Melody malah menyukainya.
Cinta juga bisa membuat seseorang menjadi bodoh, sama seperti Venda, dia sudah cukup sering disakiti oleh kekasihnya, namun ia tetap memilih bertahan.
"Cewek gak tau diri kayak lo buat apa dipertahanin?"
Pertahankan apa yang harus dipertahankan, lepas apa yang harus dilepaskan. Jangan menyakiti diri sendiri.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Melody menghela nafas berat. Dia menoleh ke arah Gian yang juga menatapnya.
Mereka telat.
Tadi di jalan, mereka sempat terjebak macet karena ada orang yang kecelakaan.
Melody malah merasa tidak enak dengan Gian. Apalagi cowok itu adalah ketua OSIS. Andai Gian tidak menjemputnya tadi, pasti dia tidak akan telat.
"Apa ini, Gian? Kamu ketua OSIS loh, kok bisa-bisanya ikut telat." Omelan dari Bu Yella menyapa gendang telinga mereka.
Bu Yella adalah guru BK yang setiap pagi ikut membantu OSIS menghukum siapa yang terlambat. Bu Yella selalu membawa tongkat kecil kemana-mana. Wanita itu masih berumur 28 tahun, cantik, namun galak.
"Pasti gara-gara kamu, kan?" Bu Yella memelototi Melody.
Melody menyengir lebar. "Iy—"
"Bukan. Tadi kami terjebak macet," sahut Gian menyela Melody.
Bu Yella menyipitkan matanya curiga. Tak percaya dengan jawaban Gian.
"Kalau Ibu gak percaya, cek aja berita hari ini. Tadi ada kecelakaan gak jauh dari persimpangan," celetuk Melody.
"Terserah! Kalian harus tetap dihukum. Bersihkan gudang sekolah yang bagian belakang, mengerti?"
Ekspresi wajah Melody berubah drastis. Gadis itu menatap Bu Yella tak terima.
"Nggak bisa gitu dong, Bu! Saya sama Kak Gian cuma telat 2 menit aja loh, kok hukumannya berat banget. Biasanya juga cuma lari, kalau nggak ya hormat di bawah tiang bendera!"
"Biar kalian kapok! Tidak usah mengatur saya. Lebih baik cepat kerjakan hukuman kalian. Oh, atau mau ditambah?"
Melody menghentakkan kakinya kesal. Dia menatap tajam punggung Bu Yella yang mulai menjauh.
"Ayo," ajak Gian. Dia menarik tangan Melody aga mengikutinya.
Dengan wajah yang tertekuk, Melody pun mengikutinya.
Gudang sekolah ada 3, dan yang paling kotor adalah gudang bagian belakang karena jarang digunakan. Di sana berisi barang-barang yang sudah tidak layak pakai, seperti bangku rusak, meja rusak, papan tulis rusak, dan lainnya.
"Kita kabur aja gak sih, Kak?"
Gian terkekeh kecil sambil membuka pintu gudang. "Mana bisa gitu."
"Yang lain di hukum lari keliling lapangan doang tuh! Kok kita beda sendiri?" Melody berdecak.
Nyitt..
Suara pintu gudang terbuka membuat Melody bersembunyi di belakang tubuh tinggi Gian. Gadis itu mengintip dari sana. Gelap, sangat gelap. Tidak ada cahaya yang masuk.
Ketika Gian melangkah masuk, Melody mengikutinya dengan pelan.
Ketika Gian menghidupkan lampu, barulah Melody merasa lega. Namun, dia terkejut saat melihat betapa kotornya gudang itu.
"Demi apa kita harus beresin ini semua?"
"Biar gue yang beresin. Lo duduk aja."
"Dih? Mana bisa gitu. Kan kita dihukum bareng-bareng!" sahut Melody.
"Nggak apa-apa—"
"Sini sapunya!" Melody mengambil alih sapu yang dipegang Gian. Lalu ia segera bergerak membersihkan gudang tersebut.
"Gudang gak kepake kok dibersihin!" gumamnya.
"Uhuk uhuk! Debu nya banyak banget!" Melody menutup hidungnya.
"Biar gue aja yang bersihin. Lo tunggu di luar aja," ucap Gian.
"Gak mau!"
Gian menghela nafas. Ia membuka tasnya dan mengambil sebuah slayer hitam.
"Pake ini aja. Tenang, ini udah gue cuci kok," ujarnya.
Melody mengangguk patuh. Dia pun membiarkan Gian memasangkan slayer hitam tersebut ke wajahnya hingga menutupi bagian hidung sampai dagu.
Wangi banget gila! Batin Melody berteriak.
"Bisa nafas, kan?"
Melody mengangguk sebagai jawaban.
"Ayo beresin, Kak, biar cepet selesai."
Keduanya pun fokus pada kegiatan mereka masing-masing. Tidak ada percakapan di antara mereka berdua.
Hingga beberapa menit kemudian keduanya selesai membersihkan gudang. Tidak sepenuhnya bersih, tapi setidaknya lebih nyaman dipandang dibandingkan sebelumnya.
Melody keluar lebih dulu, sedangkan Gian merapikan alat pembersih lalu mengunci pintu gudang tersebut.
"Ke kantin boleh gak sih?" Melody bertanya sambil mengipasi wajahnya dengan kipas angin kecil yang selalu ia bawa kemana-mana.
"Boleh. Mau ke kantin sekarang?"
Melody mengangguk berkali-kali. "Mau!"
****
"Jangan banyak-banyak, Melody," tegur Gian saat melihat Melody menuangkan 3 sendok sambal ke mie ayam nya.
"Dikit kok," balas Melody.
"Itu pasti pedas. Mau tukeran?" tawar Gian. Melihat betapa banyaknya Melody menuangkan sambal, Gian jadi tak tega melihat gadis itu kepedasan nanti.
Melody tersenyum mengejek. "Emang Kak Gian tahan? Setau aku, Kakak gak terlalu suka pedas. Kalau makan yang pedas-pedas bisa sakit perut, iya kan?"
Gian terkekeh kecil. Ternyata Melody mengingat hal kecil tentangnya.
"Udahlah, gak apa-apa kok, Kak. Aku itu suka pedas, makanya aku pake sambal banyak. Tenang aja."
Gian mengangguk, tangannya menepuk-nepuk puncak kepala Melody dengan lembut.
"Jaga kesehatan, jangan terlalu sering makan yang pedas. Oke?"
Melody mengangguk berkali-kali sambil tersenyum sebagai jawabannya.
"Pintar. Sekarang makan. keburu bel istirahat bunyi," kata Gian. Melody langsung menurutinya.
Keduanya pun sama-sama fokus pada makanan mereka masing-masing, sesekali Melody bicara dan Gian hanya merespon seadanya.
Hingga 5 menit kemudian, bel istirahat berbunyi nyaring. Murid-murid berbondong-bondong menuju kantin untuk mengisi perut mereka. Tak kecuali Venda yang sedari tadi cemberut.
Melihat Venda dari kejauhan, Melody langsung melambaikan tangannya pada temannya itu, untungnya Venda langsung merespon.
"Huh, pantas aja gak balik ke kelas," cibir Venda ketika melihat Melody sedang makan bersama Gian.
"Hai! Sini duduk! Udah gue pesenin bakso!"
"Kok bakso? Gue maunya mie ayam," kesal Venda.
"Mie ayam udah habis." Melody menunjuk orang-orang yang sedang antri di stand mie ayam. "Lihat, antri banyak."
"Muka lo santai aja bisa gak sih?" Melody mencebikkan bibirnya melihat wajah Venda.
"Apa? Muka gue emang begini, kan? Namanya juga princess," balas Venda.
Melody mendengus. Dia memakan suapan terakhirnya dengan cepat, lalu meminum milkshake coklat miliknya.
"Gue duluan, ya? Ada yang mau gue urus di ruang OSIS," celetuk Gian.
Melody mengangguk. "Iya, Kak. Makasih ya traktiran nya. Lain kali aku gantian traktir Kak Gian juga!"
Gian terkekeh kecil. Dia mengangguk sembari memakai tasnya di bahu kiri. "Gue duluan."
Melody melambaikan tangannya pada Gian sampai cowok itu keluar dari area kantin.
"Bulol," celetuk Venda.
"Apa?"
"Bucin tolol."
Melody mengangkat sebelah alisnya. "Lagi ngomongin diri sendiri, Nda?"
"Gue emang bucin, tapi gue gak tolol," lanjut Melody.
"Dih, alay," kata Venda. Dia berterimakasih pada ibu kantin yang mengantarkan bakso miliknya, lalu kembali menatap Melody dengan cemberut.
"Gak papa alay, yang penting gak diselingkuhin," balas Melody.
"Iihhh! Apaan coba!" Venda menatap sebal ke arah temannya tersebut.
"Itu fakta! Apa? Gak terima?"
"Terserah. Yang penting nanti sore Rangga ngajak gue ngedate!" Raut wajah Venda berubah cerah mengingat pesan singkat dari Rangga.
"Udah mantan kok ngedate?" cibir Melody.
Venda berdecak. "Awas aja kalau gue balikan, gue bakal pamer sampai lo iri dengki!"
"Bodo amat!"
bersambung...