Berondong Pilihan Single Mom
"Silahkan di nikmati." Ujar seorang pria tampan seraya meletakkan pesanan milik pelanggan.
"Boleh minta nomernya Kak?" Tanya seorang siswi berseragam SMA pada pria tampan itu. Pekikan histeris para temannya membuat pria tampan tersebut tersenyum tipis.
"Maaf, saya belok." Jawabnya dan berlalu pergi meninggalkan para pelanggan yang terkejut atas jawaban pria tersebut.
Zayn, seorang pria berusia dua puluh satu tahun. Ia bekerja di sebuah kafe milik temannya. Ketampanannya, membuat wanita mana pun kagum padanya. Bukan hanya itu, banyak yang menyatakan suka pada Zayn secara terang-terangan. Hanya saja, Zayn selalu menolaknya dengan cara yang sedikit ekstrim. Dimana, ia akan selalu mengatakan jika dirinya 'Belok' agar para wanita tak lagi tertarik padanya.
"Gila lo! Masa bilang lo belok ke mereka, hati-hati loh!" Tegur seorang pria berkaca mata pada Zayn yang datang mendekatinya.
"Astaga Ki ... Ki ..., kalau enggak gitu mereka maksa minta nomor gue. Itu satu-satunya cara yang ampuh! Lo gak tahu aja sih capeknya jadi orang ganteng," ujar Zayn dengan pedenya.
Riki, teman Zayn itu langsung mendelik sinis. Memang ia akuin Zayn ganteng, bukankah dirinya juga iya? Yah, walaupun hanya setengah ganteng saja. Riki dan Zayn sudah bersahabat sejak lama, bahkan sejak keduanya masih SMP. Kini, keduanya bekerja di kafe yang sama sebagai waiters.
"Punya pacar satu gak masalah kali, gak bosen jomblo puluhan tahun?" Ujar Riki seraya menepuk pelan bahu Zayn.
"Haaah ... gak pernah kepikiran Ki, hidup gue banyak masalah. Nambah beban aja kalau pacaran, belum lagi ceweknya nuntut ini dan itu. Gue mau fokus dulu sama penyembuhan nenek. Lo tahu kan? Cuman nenek satu-satunya keluarga yang gue punya." Balas Zayn seraya membereskan gelas-gelas kosong dan membawanya ke dapur.
Riki terdiam, dia menatap Zayn yang kembali mengantar pesanan. Kegigihan sahabatnya itu, membuat Riki kagum. Dimana, Zayn harus membiayai neneknya yang tengah sakit kanker hati. Membuat pria tampan itu harus bekerja keras ekstra untuk membiayai pengobatan sang nenek. Gaji yang mereka terima, tentu masih kurang banyak untuk biaya pengobatan.
"Zayn, gimana kalau Lo cari pekerjaan yang gajinya lebih gede? Misal, di perusahaan gitu." Usul Riki.
Zayn mengangkat sudut kanan bibirnya, "Jadi apa? Cleaning servis?" Candanya.
"Ih, Lo kan pinter. Pasti di terima kok di perusahaan, dari pada kerja jadi waiters begini. Gaji cuman tiga juta, kalau di perusahaan kan bisa sampai tujuh juta. Naik jabatan, bisa lebih lagi." Bujuk Riki.
Zayn terdiam, dia memang berniat keluar dari pekerjaannya sekarang dan mencari pekerjaan yang lebih bagus. Namun, banyak orang yang bilang jika melamar kerja di sebuah perusahaan itu sangat sulit di terima tanpa jalur orang dalam. Apa lah Zayn yang hanya seorang pria biasa yang pernah bekerja sebagai waiters.
"Nih coba lihat, perusahaan Wiratama sedang membuka lowongan. Coba gih, siapa tahu rezeki lo." Seru Riki seraya memperlihatkan sebuah kabar dari ponselnya.
"Gue cuman lulusan SMA Ki, gak bakalan lolos. Mereka pasti cari yang sarjana, gue apa. Cuman es cap cip cup doang." Tolak Zayn dengan sedikit candaan.
Riki menggelengkan kepalanya, ia kembali menarik ponselnya dan mematikannya. Sebenarnya Zayn adalah murid yang cerdas, bahkan ia selalu menduduki peringkat satu sejak SD. Sayangnya, ia tak bisa melanjutkan kuliah karena terbatas biaya. Soal beasiswa, Zayn gagal mendapatkannya.
"Gue lanjut kerja dulu." Pamit Zayn dan beranjak pergi dari sana.
Riki menggelengkan kepalanya pelan, "Zayn. .. Zayn ... lo tuh ganteng, pinter, tapi selalu overtinking. Apalagi gue yang cuman pas-pasan. Hidup aja udah syukur." Gumamnya dengan lirih.
.
.
.
Selesai bekerja, Zayn kembali ke rumahnya. Rumah lusuh yang berada di perkampungan ibu kota. Dengan senyuman yang selalu terbit di bibirnya, pria itu berniat membuka pintu rumahnya. Melihat keberadaan Zayn, seorang gadis datang mendekat dan menepuk bahu pria itu dengan pelan.
"Bang Zayn,"
Zayn menoleh, dia menatap gadis berambut pendek itu dengan tatapan terkejut. "Eh Lita, ada apa?" Tanyanya seraya menghilangkan ekspresi terkejutnya.
"Nenek gak ada di rumah Bang, tadi pingsan di kamar mandi. Jadi Lita sama ibu bawa nenek ke rumah sakit." Ujar Gadis bernama Lita itu yang mana membuat wajah Zayn menjadi pucat pasi.
"Nenek pingsan?! Di bawa ke rumah sakit mana?!" Pekik Zayn dengan wajah memerah menahan tangis.
"Rumah sakit Lentera Kasih, tapi tadi nenek ..."
Tanpa menunggu lanjutan perkataan Lita, Zayn langsung berlari pergi. Meninggalkan Lita yang memandang kepergian dengan helaan nafas berat. Mungkin, Zayn terlalu khawatir. Sehingga mengabaikan lanjutan ucapannya.
Zayn pun menaiki angkutan umum untuk sampai ke rumah sakit tujuan. Ia tak memiliki kendaraan apapun, sehingga ia harus menaiki angkutan umun atau berjalan kaki. Biasanya kalau bekerja, Riki menjemputnya. Ia tak memiliki banyak uang untuk membeli kendaraan.
Sesampainya di rumah sakit, Zayn langsung bertanya pada resepsionis dimana ruangan sang nenek. "Kamar Tulip nomor tiga belas? Oke, terima kasih Sus." Ujar Zayn dan berlari menuju ruangan yang suster itu beritahukan padanya.
Sesampainya di ruang rawat sang nenek, Zayn mencari brankar neneknya di antara brankar ruangan itu. Hingga, langkahnya terhenti di pojok ruangan. Dimana, sang nenek terbaring lemah di brankar dengan di temani oleh wanita paruh baya. Melihat kedatangan Zayn, seorang wanita itu langsung beranjak dari duduknya.
"Gimana keadaan nenek Bu?" Tanya Zayn dengan setengah berbisik, ia khawatir istirahat sang nenek terganggu karenanya.
"Keadaannya semakin drop, dokter tadi mencarimu. Dia ingin menyampaikan sesuatu tentang kondisi nenekmu. Berhubung kamu sudah sampai, ibu pamit pulang yah." Ujar wanita paruh baya itu.
Zayn mengangguk, "Bu Devi terima kasih dan maaf, Zayn belum bisa bayar kontrakan. Nanti kalau Zayn gajian ...,"
"Tidak perlu di pikirkan tentang itu, rawatlah nenekmu dulu. Kalau gitu, ibu pulang yah." Selanya.
Bu Devi adalah pemilik kontrakan yang Zayn tempati, ia dan keluarganya sungguh baik pada Zayn dan sang nenek. Terkadang, Zayn merasa tak enak karena selalu menunggak biaya uang kontrakan. Namun, Bu Devi selalu memberinya keringanan untuk membayarnya. Lita, anaknya Bu Devi pun selalu datang untuk melihat kondisi nenek selama Zayn bekerja.
"Anda cucu dari nenek Dian?" Tanya dokter yang tiba-tiba saja datang menemui Zayn.
"Iya dok, betul. Saya cucu dari nenek Dian, bagaimana kondisi nenek saya dok?" Tanya Zayn dengan mata memerah menahan air mata yang hendak luruh.
"Bukankah saya sudah katakan untuk rutin membawa nenek anda Kemo? Kanker hati yang beliau derita sudah sampai di stadium empat. Anda tak lupa apa yang saya katakan sebelumnya bukan?" Terang Dokter itu yang mana membuat Zayn menundukkan kepalanya.
"Saya gak ada biaya dok, pengobatan nenek sangat mahal." Lirih Zayn seraya mengusap air matanya yang akhirnya luruh juga.
Dokter itu menghela nafas pelan, ia lalu menepuk pelan bahu pria muda di hadapannya. Selama ini, dia mengenal Zayn dan neneknya dengan baik. Pria muda di hadapannya itu, sangat sayang pada neneknya. "Saya harap, kamu di beri kemudahan. Untuk sekarang, kondisi nenekmu sedang lemah. Saya sudah memberinya infus dan juga menyuntikkan vitamin padanya." Ujar dokter itu.
"Tapi dok, biayanya ...,"
"Simpan untuk Kemo selanjutnya, saya tak bisa membantu banyak." Sela Dokter itu yang mana membuat Zayn tertunduk lemah.
____
Jangan lupa dukungannya🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Syen Arumi
kak bagus banget novel nya lo kak
2024-10-28
0
karyaku
hi kak transmigrasi menjadi istri mafia jangan lupa mampir y
2024-11-14
0
Anonymous
keren
2024-11-15
0