Seorang CEO yang tak sengaja mendapatkan amanah dari korban kecelakaan yang ditolongnya, untuk menyerahkan cincin pada calon pengantin wanita.
Namun Ia malah diminta Guru dari kedua mempelai tersebut untuk menikah dengan mempelai wanita, yang ditinggal meninggal Dunia oleh calon mempelai pria. Akankah sang CEO menikah dengan mempelai wanita itu? Akankah sang mempelai wanita setuju Menikah dengan sang CEO?
Dan sebuah masalalu yang mempelai wanita itu miliki selalu mengganggu pikirannya. Kekhawatiran yang ia rasakan selalu menghantui pikirannya. Apakah masalalu yang menghantui pikiran mempelai wanita itu?
Cerita ini hanya khayalan Author, jika ada kesamaan tokoh, kejadian itu hanya kebetulan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebutir Debu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Sekufu
Bram sudah mengenakan sebuah jas hitam dan peci yang juga berwarna hitam. CEO dari perusahaan grup MIKEL itu cukup tenang, ia duduk lesehan di karpet berwarna merah berjejer dengan 5 lelaki yang juga mengenakan setelah hampir mirip dengan yang dikenakan Bram.
Yang berbeda adalah ke 5 lelaki lainnya mengenakan sarung sedangkan Bram masih mengenakan sepan Chino nya. Terjadi perdebatan ketika ia diminta mengenakan sarung oleh salah satu lelaki yang bertugas sebagai panitia acara pernikahan ini.
"Anda akan di nikahkan oleh Kyai Rohim tidak pantas seseorang menggunakan celana begini mas."
Suara lelaki itu terdengar lembut saat diruang ganti, namun Bram yang terbiasa memimpin perusaan dan memiliki banyak bawahan tidak mau menuruti karena merasa diatur. Selain itu ia tidak nyaman dan tidak pernah mengenakan benda yang dinamakan sarung itu.
"Maaf, bagi saya kualitas seseorang bukan dilihat dari apa yang dia kenakan. Akan tetapi, dari apa yang dia ucapkan, yang dia lakukan, dan yang dia kerjakan. Saya memang akan menikah dengan santri kyai Rohim bukan berarti saya harus berpakaian seperti kyai Rohim."
Bram mendengus kesal. Namun bukan hanya Bram yang merasa kesal melainkan beberapa panitia acara pernikahan 6 pasang santri pada hari itu. Bukan hanya karena tingkah Bram yang keras kepala, sombong dan angkuh tetapi juga karena mereka para santri didalam ruang ganti dan tunggu itu merasa heran akan jodoh yang dipilih oleh guru mereka untuk salah satu santriwati terbaik di pondok pesantren mereka.
Bulan Syawal biasanya memang dilakukan acara akad nikah bagi santri yang telah lama mengabdi di pondok tentu saja dengan usia yang telah baligh.
Masih mereka ingat jelas ketika salah seorang putra dari pimpinan kota sebelah datang ingin melamar Ayra namun sang kyai mengatakan jika sang santri belum khatam satu kitab hingga belum bisa menerima lamaran. Namun seminggu kemudian Amir datang melamar dan di terima karena Amir berjanji untuk bertanggung jawab untuk sang istri kelak mengkhatamkan kitab yang belum ia pelajari.
Dan kepergian Amir membuat beberapa hati santri berharap jika ada peluang untuk meminang salah satu kembang pondok pesantren Kali Bening itu. Tetapi kabar pernikahan Ayra akan tetap digelar namun dengan lelaki yang bukan lulusan dari pesantren bahkan sifat dan tingkah laku lelaki itu sangat jauh dari sikap yang biasa ditunjukan seorang santri pada umumnya.
"Aku tidak suka kalian memandang ku seperti itu? Apa ada yang aneh pada diriku hingga mata kalian melihat ku seperti itu?"
Bram yang sedari tadi merasa diperhatikan oleh 5 mempelai lain dan juga beberapa panitia merasa tak senang karena ia seolah-olah melakukan kesalahan yang membuat mata mereka itu penuh tanya menatap Bram.
Namun prasangka Bram salah besar. Beberapa pasang mata melirik ke arahnya bukan karena tidak senang atau merasa aneh. Melainkan karena merasa iri kepada dirinya. Disaat orang-orang ingin melamar Ayra, Bram malah dilamar oleh sang kyai untuk santriwati yang terkenal tidak hanya cantik parasnya namun juga akhlaknya serta kecerdasannya.
Jika Bram harus berdebat hanya karena diminta mengenakan sarung maka berbeda dengan Bu Lukis yang sedang menahan rasa tidak percaya diri,harus duduk diantara wanita yang semuanya mengenakan kerudung. Belum lagi rok putih sebatas lututnya yang terus ia tarik karena malu merasa pakaiannya berbeda sendiri.
Umi Laila sadar akan rasa tidak nyaman Bu Lukis segera menghampiri.
"Bu, Kami punya toko pakaian di depan. Di sana dijual gamis, dan juga jilbab. Maaf dari tadi saya lihat ibu kurang nyaman dengan pakaian yang ibu kenakan sekarang. Ibu bisa memilih pakaian dan kerudung di sana yang cocok dan nyaman untuk ibu."
Umi Laila tersenyum pada Bu Lukis. Bu Lukis yang dari tadi merasa tidak nyaman akhirnya mengikuti saran umi Laila. Bu Lukis mengikuti umi Laila ke sebuah toko disaat terdapat banyak parfum, pernak pernik untuk kerudung serta baju gamis dan mukenah tergantung begitu rapi pada etalase di toko yang tak terlalu besar itu.
Bu Lukis memilih sebuah gamis yang berwarna mustard dan sebuah jilbab berwarna mocca yang dipilihkan oleh Umi Laila. Ketika Bu Lukis ingin membayar baju itu Umi Laila menolaknya.
"Tidak usah bu Lukis, anda akan menjadi besan saya setelah ini. Anggaplah ini hadiah dari saya pada besan karena setelah ini putri sekaligus Santri saya akan menjadi putri anda. Saya titipkan putri saya pada anda. Tolong bimbing dia, karena teorinya mungkin ia miliki tetapi prakteknya ia butuh seorang guru yang mendampingi nya, yaitu anda sebagai ibu nya yang harus sabar dan menganggap Ayra anak bukan menantu."
Umi Laila tersenyum pad Bu Lukis. Bu Lukis yang sedang menatap pantulan dirinya dari cermin yang ada di sebuah kamar yang disiapkan oleh Umi Laila untuk para besannya berganti pakaian.
"Jadi merepotkan Bu kyai sekeluarga. Saya yang mengucapkan terima kasih. Ayra sepertinya akan membawa warna baru buat Bram dan kami sekeluarga. Hari ini saya merasa seperti hari raya idul Fitri pakai baju seperti ini."
Umi Laila tersenyum melihat tingkah perempuan yang sebentar lagi akan menjadi besannya.
Di ruangan lain terdapat seorang lelaki berkulit sawo matang dan tubuhnya umumnya orang Asia. Lelaki itu mengenakan sarung dan baju Koko merah maroon. Ia duduk silo dihadapan kyai Rohim. Lelaki itu bernama Furqon, anak pertama dari kyai Rohim.
"Abi, Maaf kan atas kelancangan Furqon. Sungguh Furqon ingin tahu alasan Abi menjodohkan Ayra dengan lelaki yang tak sekufu' dengan nya."
Kyai Rohim tertawa kecil mendengar pertanyaan sekaligus kegundahan hati putra sulungnya yang selalu memperhatikan adik-adiknya termasuk Ayra walau Ayra adalah sepupunya namun tak membuat Furqon membedakannya dengan ke 3 adiknya.
"Lalu bagaimana dengan pernikahan Zainab binti Jahsy seorang perempuan bangsawan Quraisy dengan seorang mantan budak Zaid bin Haritsah. Dan juga Fatimah binti Qais yang cantik jelita dengan laki-laki biasa Usamah bin Zaid?"
Kyai Rohim tampak mencari sesuatu di dalam lacinya. Furqon masih duduk bersimpuh dan menatap ayah sekaligus guru baginya.
"Bagaimana dengan Hadist Riwayat. Tirmidzi; hasan Wahai Ali, ada tiga perkara yang jangan kau tunda pelaksanannya; shalat apabila telah tiba waktunya, jenazah apabila telah siap penguburannya, dan wanita apabila telah menemukan jodohnya yang sekufu/sepadan, Abi?"
Nada suara Furqon pelan sekali bahkan kepalanya masih ia tundukan ketika melontarkan pendapat nya.
Kyai Rohim membenarkan posisi duduknya, lelaki yang memiliki sedikit janggut itu membuka tutup cangkir yang berisi kopi lalu meneguknya beberapa kali tegukan kemudian menutupnya kembali dan menatap putra nya yang sedari tadi merasa protes akan keputusan nya.
"Apa yang menurut mu Ayra dan Bram tidak sekufu'?"
"Usia mereka yang terpaut hampir 10 tahun Abi. belum lagi Bram berasal dari orang berada."
"Ehm. Bagaimana dengan pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menikah pertama kali pada usia 25 tahun, sedangkan istri beliau Khadijah usianya 40 tahun. Usia kanjeng nabi dan Khadijah terpaut 15 tahun. Faktanya, keluarga beliau adalah keluarga yang paling berbahagia.
Kyai Rohim membuka peci nya dan mengurai rambut yang mulai ditumbuhi oleh uban. Lalu mengembalikan posisi peci itu menutupi kepalanya.
"Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah. Beliau saat itu masih sangat muda, terpaut puluhan tahun dengan Rasulullah. Namun, keluarga mereka justru menjadi keluarga paling romantis dan penuh cinta. Tidak jarang Rasulullah bercanda dan bermain bersama Aisyah."
Suara batuk khas orang tua, hal itu membuat jeda penjelasan kyai Rohim pada putranya.
"Jika kamu memahami sekufu itu artinya harta. Bagaimana dengan pernikahan Asma’ binti Abu Bakar dengan Zubair bin Awwam. Saat akan menikah dengan Asma, Zubair hanya memiliki harta berupa seekor kuda. Namun demikian, keluarga mereka tumbuh menjadi keluarga yang barakah."
"Glek."
Furqon pun menelan Saliva nya setelah mendengar penjelasan orang tuanya.
"Subhanallah, maafkan Furqon yang begitu sempit tentang memaknai arti sekufu' Abi."
Furqon makin tertunduk malu karena menganggap jika Ayra dan Bram tidak pantas bersanding hanya dengan prespektif dirinya.
Umi Laila yang dari tadi hanya duduk mendengarkan ketika ia masuk kedalam, ia tak berani menyela namun karena sepertinya ini momen untuk sang putra mendalami arti sekufu' yang dipahami oleh orang tua nya. Maka Umi Laila bertanya sesuatu yang sebenarnya Umi Laila tahu jawabannya.
"Bagaimana dengan anggapan jika se kufu itu artinya kecantikan atau ketampanan Bi?"
Umi Laila kini beranjak dan duduk disebelah suaminya. Wanita paruh baya itu mengelap keringat yang terlihat membasahi kening suaminya dengan ujung jari-jarinya.
"Tidak semuanya yang tampan ketemu dengan yang cantik. Dan tidak semua yang cantik kemudian memperoleh yang tampan. Misalnya Fathimah binti Qais dengan Usamah bin Zaid.
Fathimah adalah seorang wanita yang cantik, dari keluarga terhormat dan kaya raya. Sedangkan Usamah adalah mantan budak. Bahkan Rasulullah menikahi mayoritas janda-janda.
"Uhuuuk.... Uhuuuk...."
Kyai Rohim menutup mulut dengan kepalan tangan nya. lelaki paruh baya itu kembali mengeluarkan suara batuk karena ia memiliki masalah dengan paru-paru. Harusnya ia sedikit istirahat siang ini namun acara pernikahan ke 6 santrinya sedikit tertunda karena musibah yang menimpa Amir.
Hingga siang ini kyai Rohim baru terasa gatal di tenggorokan karena mungkin sedikit merasa lelah.
"Furqon, Kufu atau kafa’ah, artinya adalah kesepadanan. Bukan berarti Abi mengabaikan masalah usia, harta dan kedudukan serta kecantikan dan ketampanan. Melainkan pada diri Ayra kenapa Abi memilih Bram sebagai Imamnya. Akan ada banyak kemanfaatan untuk umat insyaallah.
Ayra wanita yang cerdas, maka alangkah hebatnya jika ia melahirkan generasi-generasi yang sama cerdasnya seperti dia dari lelaki yang kuat ekonominya, yang kuat pendirian nya seperti Bram. Ia adalah lelaki yang bertanggung jawab, hatinya bersih bahkan ia punya banyak yayasan yatim piatu, beasiswa untuk orang-orang tidak mampu.
Hanya saja, ia butuh pendamping yang mampu mendampingi nya menjalankan syariat Allah. Ayra wanita yang sepadan untuk Bram. Maka bagi Abi. Ayra, ia harus berjuang agar pasangan nya menjadi sepadan untuk bersanding dengan nya.
Jika pasangan yang lain sepadan sebelum menikah maka insyaallah Ayra dan Bram akan sepadan setelah menikah. Doakan yang terbaik untuk keluarga mereka agar menjadi keluarga sakinah mawadah warohmah."
"Aamiin."
"Satu lagi Nak. Kadang ada satu pertanyaan yang tak harus kita pertanyakan dan kadang ada satu penjelasan yang tak harus kita jelaskan karena semua itu butuh waktu yang mampu menjelaskan. Maka jangan terlalu sibuk dengan pemikiran kita akan sesuatu yang kita tidak tahu apa sebenarnya hikmah dibalik setiap kejadian."
Furqon mengangguk. Ia tak ingin kembali bertanya. Ia paham betul setiap kalimat yang orang tuanya jelaskan bahwa ia kadang harus menahan rasa penasaran sesuatu itu sampai takdir membawa ia sendiri kepada pertanyaan nya bukan bertanya kenapa semua ini terjadi. Tetapi fokus kepada menjalani apa yang sedang terjadi.
Tiba-tiba pintu pintu diketuk dari luar.
soalnya saya banyak kenal orang dari berbagai daerah meskipun pernah mondok, tp tidak sedetail itu tau tentang najis
mau komen keseeell.. ternyata udah ada yg mewakili😆