Alby dan Putri adalah dua remaja yang tumbuh bersama. Kedua orang tua mereka yang cukup dekat, membuat kedua anak mereka juga bersahabat.
Tidak hanya persahabatan, bahkan indahnya mahligai pernikahan juga sempat mereka rasakan. Namun karena ada kesalahpahaman, keduanya memutuskan untuk berpisah.
Bagaimana jika pasangan itu dipertemukan lagi dalam keadaan yang berbeda. Apakah Alby yang kini seorang Dokter masih mencintai Putri yang menjadi ART-nya?
Kesalahpahaman apa yang membuat mereka sampai memutuskan untuk berpisah?
Simak cerita selengkapnya ya...
Happy reading.
------------
Cerita ini hanya fiksi. Jika ada nama, tempat, atau kejadian yang sama, itu hanya kebetulan semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon el nurmala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kebersamaan
Happy reading...
Beberapa hari telah berlalu. Sore ini, Bu Rita mengantar Alfi ke tukang cukur langganan mereka yang berada di pinggir jalan raya. Saat pulang, mereka menyempatkan mampir ke toko temoat Putri dulu bekerja.
"Eh ada Ibu sama Alfi. Pulang dari mana, Bu?" tanya Mia.
"Dari tukang cukur. Ini Alfi mau beli es krim," sahut Bu Ayu yang tersenyum melihat Alfi bergegas menghampiri tempat es krim.
"Nek, yang ini boleh ya?"
"Boleh."
"Nenek mau nggak?"
"Nggak ah, nanti aja nyobain punya kamu." Sahutnya.
"Mama belikan jangan, Nek?"
"Mamamu pulangnya masih lama, nggak usah. Beli yang lain saja, Al."
Alfi terlihat senang. Cepat-cepat ia menyambar keranjang belanja.
"Bagaimana keadaan Tia, Mi?"
"Sudah sehat, Bu."
"Syukurlah. Sudah, Al?"
"Sudah, Nek. Ini saja, takut uangnya nggak cukup. Nanti Mbak Mia mesti mengembalikannya lagi ke sana."
"Berapa, Mi?"
Bu Rita dan Alfi berpamitan pada Mia. Sambil menikmati es krimnya, Alfi mengekor di belakang neneknya. Mereka menyusuri jalan perumahan sambil berbincang.
"Nek, katanya Alfi mau dicukur besok. Kok jadi sekarang?"
"Besok nenek mungkin pulang sore."
"Oh." Raut wajah Alfi nampak sumringah saat melihat sosok pria yang sedang berlari perlahan di depannya.
"Om Ganteng!" Serunya sambil melambaikan tangan. Alfi mempercepat langkahnya menghampiri Alby.
Anak itu tidak menyadari neneknya tertegun menatap 'om ganteng' itu dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
"Nek! Itu om ganteng yang pernah Alfi ceritakan." Ujarnya, yang kembali menghampiri neneknya yang tertinggal di belakangnya.
Bu Rita mengusap air mata dengan ujung lengan bajunya.
"Nenek kenapa? Kelilipan ya?" tanya Alfi polos.
"Iya. Ada debu yang terbang ke mata nenek." Dustanya.
"Ayo Nek, Alfi kenalkan. Om Ganteng baik lho."
Alfi menggandeng lengan neneknya menghampiri Alby.
"Ini nenekmu, Al? Selamat sore, Bu." Sapanya sambil mengulurkan tangan.
"Se-selamat sore," sahut Bu Rita gugup.
"Dari mana, Al?"
"Habis dicukur. Om mampir yuk ke rumah Alfi! Nek, boleh ya?"
"Iya, boleh. Ayo! Al..." Bu Rita menjeda kalimatnya melihat Alby dan Alfi yang menoleh bersamaan.
"Ee... nenek duluan ya. Mau bikin gorengan. Masa ada tamu nggak disuguhin."
"Iya, Nek. Om lari sore ya?"
"Iya. Tadi pulang kerja biar nggak pegal, lari dulu sebentar."
"Om kerja apa?"
"Di rumah sakit," sahut Alby. Tatapannya tertuju pada Bu Rita yang mempercepat langkahnya.
"Dokter dong, Om? Wah, Alfi juga pengen jadi dokter."
"Oh ya. Bagus itu. Yang rajin belajarnya, jangan cuma kalau ada PR aja." Alby mengacak pelan rambut Alfi.
Pria itu tak bisa menyembunyikan rona bahagia dari wajahnya. Ia tersenyum tipis sambil mendengarkan celotehan putranya.
***
"Siapa itu, Al?" tanya seorang tetangga yang berpapasan di gang menuju rumahnya.
"Teman mama." Sahutnya riang.
Cuaca sore yang cerah seperti saat ini, biasanya anak-anak bermain di halaman rumah Bu Lastri yang cukup luas. Selain itu, beberapa orang tetangga juga sering berkumpul di luar untuk sekedar bersenda gurau.
Tatapan mereka berbinar saat melihat sosok pria yang mengenakan setelan olah raga celana pendek dan kaos tanpa lengan.
"Sama siapa, Al?" tanya Bu Sari.
"Teman Mama, Nek."
"Al, ayo main kelereng!" seru Acil. Teman Alfi itu terlihat mengerutkan keningnya mengingat-ingat sosok pria yang datang bersama Alfi.
"Nanti ya, Cil." Sahutnya. Acil berlalu kembali pada teman-temannya.
"Mamamu punya teman ganteng ya, Al. Kenalkan dong," pinta Bina.
"Om, mau kenalan nggak? Itu Mbak Bina, teman mama juga."
Alby tersenyum kikuk. Ia merasa canggung untuk berkenalan dengan ibu-ibu yang tersenyum ramah itu. Beruntung Bu Rita keluar dan menyambutnya.
"Tamunya disuruh masuk, Al."
"Oh iya. Ayo, Om!"
Alby berpamitan dengan membungkuk sedikit lalu mengikuti langkah Alfi. Setibanya di depan rumah kontrakan Bu Rita, Alby tertegun tak percaya. Melihat kondisi rumah yang serba sederhana.
"Masuk, Om." Alfi menarik pelan lengan Alby.
Alby melepas sepatunya dan masuk ke dalam. Alfi menyalakan televisi lalu duduk di samping Alby.
"Nek, Om Ganteng ini dokter lho."
Bu Rita yang menyuguhkan sepiring gorengan bersama segelas teh hangat hanya mengulumkan senyum.
"Duduk di sini, Nek." Alfi menepuk kutsi di dekatnya.
"Silahkan, Om Dokter," ucap Bu Rita ragu-ragu.
Alfi terkekeh mendengar neneknya menyebut Om Gantengnya dengan sebutan Om Dokter.
"Tinggal di mana?" tanya Bu Rita mencoba mencairkan kecanggungan.
"Di blok H, Bu," sahut Alby sambil menyodorkan piring berisi gorengan pada Alfi.
Alfi mengambil satu begitu juga dengan Alby.
"Kak Arif juga tinggal blok H," ujar Alfi datar membuat Alby yang mendengarnya hampir saja tersedak.
Arif? Arif mana? Jangan-jangan si Arif...
"Mama!" pekik Alfi saat melihat Putri dari balik kaca.
Bu Rita beranjak dari duduknya. Menghampiri Putri yang terlihat sedang berbicara oada tetangga mereka.
"Put, kamu kenal di mana sama cowok ganteng itu?" tanya Bina.
"Cowok ganteng?" Putri terlihat bingung.
"Itu yang datang sama Alfi. Katanya teman kamu."
"Sudah, sana masuk dulu Put," ujar Bu Sari.
"Iya, Bu. Bin, aku masuk dulu ya." Pamitnya.
"Sudah pulang, Put?"
"Iya, Bu." Tatapan Putri tertuju pada sepatu di depan pintu rumahnya.
"Mama, ada Om Ganteng. Eh, Om Dokter," ujat Alfi yang terlihat dari belakang Bu Rita.
Bu Rita pamit ke luar hendak menghampiri para tetangga. Sementara itu Putri masuk dan terkejut melihat keberadaan Alby di sana.
"Pak Dokter? Kok..."
"Tadi bertemu di jalan, Ma. Kata nenek boleh kok main ke rumah," ujar Alfi.
"Oh, Mama kaget. Karena ternyata om ganteng kamu itu ternyata Pak Dokter. Majikan mama," tutur Putri.
"Waah! Yang benar, Ma. Berarti bukan teman mama," ucap Alfi menurunkan intonasi suaranya diakhir kalimat.
"Teman dong. Memangnya kenapa kalau majikan, hmm?"
"Alfi takut nanti kalau Alfi berbuat salah, Om Dokter memecat mama." Sahutnya polos.
"Nggak dong. Justru karena sudah tahu begini, kamu bisa main kapan saja ke rumah om."
"Sungguh?" tanya Alfi dengan sorot mata yang berbinar.
Alby mengangguk dengan raut wajahnya yang bahagia.
"Kok tumben mama pulangnya cepat?"
"Iya, kan Pak Dokternya ada di sini." Sahutnya sambil mengulumkan senyum.
"Oh iya, ya." Alfi menepuk keningnya sendiri.
Alby terkekeh melihat tingkah anak laki-lakinya itu. Bahagia bercampur haru bersatu padu dalam hatinya saat ini.
Ia semakin yakin dengan apa yang kini jadi tujuannya. Tidak perduli lagi akan amarah ayahnya saat mendengar keputusan Alby yang membatalkan rencana pernikahan.
Pak Sanjaya bahkan menuduhnya sebagai pembohong karena mengaku telah memiliki putra pada Bu Erni. Alby tentu memaklumi ketidaktahuan ayahnya. Karena bahkan ia sendiri pun baru mengetahuinya.
Ayah sudah menjadi kakek. Cucu ayah sudah besar. Seandainya ayah bertemu dengannya, Alby yakin ayah akan langsung menyayanginya, batin Alby haru.
"Om, makan di sini ya?"
Alby hanya tersenyum menanggapinya. Putri pamit ke dapur. Ia akan menyiapkan makan malam sederhana untuk keluarga kecilnya.
Boleh tdk tamat sekolah tp Jangan Mau di Goblokin Lelaki.. Apa lg Mantan Suami yg Gak Jelasa Statusnya.
Di katakan Mantan Suami, Nikahnya masih Nikah Sirih, bukan Nikah Syah Secara Hukum Negara.
Oh Putri Goblok, Mudah x memaafkan..
aku suka cerita nya gx bertele2 terus bisa saling memafkan
sukses buat author nya,,, semangatt