Kegaduhan dunia sihir membawa malapetaka di dunia manusia, petualangan seorang gadis yang bernama Erika Hesly dan teman temannya untuk menghentikan kekacauan keseimbangan dunia nyata dan sihir.
apakah yang akan dilakukan Erika untuk menyelamatkan keduannya? mampukah seorang gadis berusia 16 tahun menghentikan kekacauan keseimbangan alam semesta?
Novel ini terinspirasi dari novel dan film Harry Potter, jadi jika kalian menyukai dunia fantasi seperti Harry Potter maka kalian wajib baca yaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elicia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8
Sesudah kejadian malam itu para petinggi memutuskan untuk mengawasi ku secara khusus, mereka mengatakan jika aku memiliki Energi sihir alami yang belum bangkit, hal itu membuatku menjadi salah satu incaran para pengguna sihir gelap.
beberapa hari ini aku sering di panggil oleh profesor seti dengan alasan membantunya sebagai asisten, tentunya itu hanya sebuah alasan agar profesor Seti bisa mengawasi ku dengan mudah.
Saat ini aku sedang membersihkan rak buku saat Profesor Seto tengah menandatangani beberapa dokumen.
"Erika, bisakah kau mencarikan ku buku Herbalinus?" Ucap Profesor Seti dengan pandangan masih fokus di tumpukan dokumennya.
"Tentu Profesor" jawabku
Aku berjalan kearah tangga yang biasa digunakan untuk mengambil buku di bagian paling atas, saat aku menggapai tangga, suara Profesor Seti menghentikan ku.
"Tidak dengan tangga" ucapnya yang saat ini sudah berada di belakangku.
"Cobalah membangkitkan kekuatan alami yang ada pada dirimu Erika" lanjut Profesor Seti
Aku berfikir sejenak kemudian mengaguk untuk menyetujuinya, aku mengangkat tangan mengarahkannya kearah rak buku sebelum merapal mantra dengan mulutku.
Tapi bukannya menemukan buku yang diminta Profesor Seto aku malah melihat angin kosong di ruangan itu, bahkan buku pun tidak bergerak sedikitpun.
"MOVE"
"FIND"
"CHOOSE"
"CHEESE"
Aku menggerakkan jari jariku mengubah-ubah nya saat aku merapal mantra, suara jangkrik terdengar saat mulutku berhenti merapal dan hanya menemukan kekecewaan.
Aku menatap Profesor Seti, dia terlihat melongo tak percaya, sepertinya dia terlalu kaget dengan kata-kata yang keluar dari mulutku.
Tampak Profesor Seti kini menghela nafas dan mendekatiku, dia memegang tangan kananku kemudian mengarahkannya ke rak buku.
"Apa kau mengingat mantra yang aku ajarkan padamu kemarin Erika?" Tanya Profesor Seti dengan lembut
"Iya profesor"
"Coba kau ucapkan saat energi mu sudah terkumpul di telapak tanganmu" ajarnya dengan lemah lembut.
Aku mengikuti instruksinya, aku memejamkan mata, merasakan Energi kecil yang mengalir ke titik energiku, aku mulai mengarahkan tanganku kearah rak buku, saat Energiku sepenuhnya terkumpul dalam titik yang sudah ku tentukan aku merapal mantra.
"Regewa Egewa" (berkumpul mengumpulkan)
Tiba tiba Rak buku bergetar, buku Herbalinus yang Profesor cari melayang kearahku, tapi tiba-tiba getaran di rak buku menjadi tak terkendali dan...
Brakk!!
Rak buku terjatuh, membuatku terkejut dan berhenti merapal mantra. Aku menatap Profesor Seti dengan tatapan meminta maaf karena mengacaukan ruangannya.
Profesor Seti menepuk bahuku lembut kemudian dia mengambil tongkatnya dan membersihkan kekacauan yang aku buat.
Sedikit informasi tambahan, mahasiswa ataupun Profesor yang bukan dari kelas Sorcerer merupakan pengguna sihir dengan bantuan alat, sebenarnya aku adalah salah satu dari mereka, sebelum aku mengetahui jika aku memiliki Energi alami di dalam tubuhku.
Setiap Penyihir yang tidak memiliki Energi alami akan selalu membawa tongkat sihir bersama mereka, itulah kenapa aku bisa menodongkan tongkat sihir saat bersama Alzer terakhir kali.
"Sepertinya kau masih belum bisa mengendalikan Energimu Erika" ucap Profesor Seti saat kembali duduk di kursinya.
"Tidak bisakah saya menyerah dan berfokus pada kelas ramuan saya Profesor?" Tanyaku dengan nada bertanya.
"Saya pikir ini semua akan sia-sia...apalagi bakat saya bukan penyihir seperti ini..." Aku memelas
Profesor Seti terkekeh geli saat aku mengatakan itu, aku menatapnya dengan mengeryitkan keningku.
"Apa kau akan menyerah begitu saja?" Tanyanya kembali berfokus pada dokumen di depannya
"Kau bukan anak yang mudah menyerah, kenapa tiba-tiba?" Lanjut Profesor Seti
"Saya tau....hanya saja...saya sudah mengingat semua mantranya...tapi tidak ada yang berubah....."
"...Rasanya sangat berbeda saat saya sedang bereksperimen meracik ramuan baru profesor..." Aku mengungkapkan isi hati ku.
Profesor Seti hanya mengaguk saat mendengar keluhanku, matanya masih berfokus pada tumbukan dokumen yang kini sudah mulai kandas.
"Saat kau membuat ramuan...apa yang terjadi jika kau melewatkan satu tahap dalam proses pembuatannya?" Aku sedikit terkejut saat Profesor Seti tiba-tiba merubah topik pembicaraan.
" Tentu itu akan merusak Ramuannya, mungkin saja akan membuat kekacauan seperti terjadi iritasi pada pengguna" jawabku sesuai yang ku pelajari dari bertahun-tahun membuat Ramuan.
"Itulah kuncinya Erika, apapun kau pelajari jika itu tidak berjalan sesuai dengan keinginanmu maka pasti ada yang kau lupakan" ucap Profesor menasehati ku.
"Itu....benar.....tapi aku sudah berkali-kali mencoba...tapi tidak ada yang berhasil..." Keluhku
"Maka kau harus mencobanya lagi" profesor Seti membenarkan kacamatanya saat menatapku.
"Sama seperti saat kau membuat ramuan baru Erika, disana pasti ada yang namanya kegagalan, dimana dari kegagalan itu kamu bisa mengambil kesimpulan" ucap Profesor Seti
Mendengar itu akupun mengaguk, bagaimanapun aku tidak boleh menyerah, setidaknya aku tidak ingin menyia-nyiakan Energi alami yang ada didalam tubuhku.
"Saya mengerti Profesor, saya akan mencobanya lagi" ucapku penuh tekat membuat sang Profesor terkekeh pelan.
"Aku sudah meminta Alzer untuk membantumu berlatih, jadi kau bisa berlatih dengannya saat aku pergi" ucap Profesor membuat perasaanku langsung jatuh ketanah
"Em...mungkin saya bisa berlatih sendiri saat anda pergi Profesor" ucapku meyakinkan
"Aku tau itu, tapi akan lebih baik jika kau belajar dengan Azler yang sudah berhasil mengendalikan Energinya, apalagi dia adalah murid terbaik dari kelas Sorcerer" ucap Profesor Seti yang membuatku tidak bisa berkata-kata.
Setelah pembicaraan itu kelas antara aku dan Profesor Seti akhirnya selesai, aku berfikir untuk pergi ke perpustakaan untuk membaca buku sampai di tengah perjalanan aku melihat seseorang yang tidak asing.
Laki-laki berambut panjang yang terurai, matanya tajam dengan pupil coklat almond, terlihat dari kejauhan laki-laki itu sedang bercanda dengan beberapa wanita yang jika diperhatikan merupakan siswi dari kelas Siren.
Saat langkah mereka mulai mulai mendekat kulihat dia menyadari kehadiranku, dia dengan senyumnya yang ceria menghampiriku.
"Hai Erika, lama tidak bertemu" suaranya yang dalam menyapaku
Aku tersenyum kearahnya sambil mengangkat tangan menandakan aku menyapanya kembali.
"Kemana kau akan pergi?" Tanya Xavier
"Em..mungkin ke perpustakaan" jawabku seadanya.
"Aku tidak pernah melihatmu di danau, padahal aku menunggumu" ucapnya dengan nada kecewa
Aku menatapnya sejenak dan menyadari jika dia tidak mengenakan jubah kelasnya lagi.
"Kau kan menyuruhku tidak kesana" jawabku
"Lagipula disana juga ada beberapa tupai yang melempari ku biji ek, itu membuatku tidak nyaman" lanjut ku jujur
Dia mengaguk mengerti, dia terlihat berfikir sejenak sebelum memberi pendapat.
"Kalo begitu bagaimana jika kita pergi ke danau?" Ajaknya membuatku mengaguk mengiyakan, lagipula aku sudah lama tidak pergi ke danau.
Kami berjalan bersama, aku melihat kearah para siswi kelas Siren yang juga ikut dengan kami.
"Apa kau dari kelas Siren?" Bisikku memastikan
"Bagaimana menurutmu?" Seperti biasa seperti itulah jawabannya
"Ayolah kau tidak bisa selema nya menyembunyikan itu kan?" Ucapku yang sudah muak dengan permainan Xavier
Dia menyisir rambutnya kebelakang dan melirik ke arah para siswi Siren itu, memberi isyarat agar mereka pergi, aku menangkap gerakan itu dari tatapan Xavier.
"Ya..kau benar, aku Siren" jawabnya yang akhirnya membuka kedoknya
"Lalu kenapa kau tidak menggunakan jubahmu?" Tanyaku penasaran
"Aku melupakannya, lebih tepatnya aku malas mengenakan jubah itu" jawabnya mengungkapkan isi hati.
"Alasannya?"
"Rahasia" jawabnya singkat, kami melanjutkan langkah kami menuju danau sebelum sebuah suara menginterupsi.
"Bukankah harusnya kau berlatih?" Ucap seorang laki-laki yang datang dari arah yang berlawanan.
Dia Azler, dia menatapku bergantian dengan Xavier, wajahnya terlihat jengkel dan menunjukan raut tidak suka nya secara terang-terangan.
"Aku sudah selesai" jawabku singkat, aku masih kesal dengan kejadian terakhir kali kami bertemu.
"Lalu kemana kau akan pergi dengan manusia ikan ini?" Tanyanya kesal
Xavier merangkul pundakku, wajahnya terlihat santai saat menanggapi perkataan Azler yang menghina dirinya.
"Kami akan pergi ke danau, kenapa?" Xavier menjawab seolah-olah sedang menantang.
"Itu benar" aku menyetujui perkataan Xavier saat Azler menatapku untuk menuntut jawaban.
Azler terlihat menghela nafas kemudian, menatap Xavier dengan tajam, tangannya menarik lenganku menjauh dari sentuhan Xavier.
"Jauhkan tanganmu" ucap Azler
Aku menatap kedua laki-laki yang tingginya melebihi ku, dengan tatapan kesal aku menghempaskan kedua tangan mereka karena risih.
"Kalian kenapa sih? Gausah tarik-tarik" ucapku setelah membebaskan tanganku dari mereka berdua
"Aku akan menemanimu ke danau" putus Azler membuat Xavier terlihat sedikit kesal.
"Aku tidak ngajak mu, dasar pengganggu" balsa Xavier
"Sudahlah...aku hanya membaca buku, lagipula kau juga akan tidur di sana, biarkan saja dia ikut" ucapku pada Xavier.
Xavier terlihat pasrah kemudian kami berjalan bersama menuju danau yang saat ini terlihat seperti musim panas saat sekelilingnya tertutup oleh salju, Azler terus mengikuti ku, tasku yang ku tenteng sekarang berada di tangan Azler, aku membiarkannya lagipula bukan aku yang rugi.
Kami duduk di bawah pohon ek, aku melihat kedua orang itu tengah melempar tatapan tajam tanpa diketahui penyebabnya.
Aku mengeluarkan botol minum ku karena haus, aku mengarahkannya ke bibirku sambil sesekali menguping pembicaraan mereka berdua.
"Aku teman Erika, aku yang biasanya menemaninya membaca buku disini, jadi kau enyahlah dasar penyihir sialan" ucap Xavier yang emosi
"Tidak masalah, aku akan menemani Erika sampai selesai dan akan mengantarnya kembali ke asramanya dengan selamat" jawab Azler menanggapi ucapan Xavier
"Tidak perlu, kau bukan teman Erika jadi pergi saja" usir Xavier menatap tajam pada Alzer.
"memang kau tau apa? Aku memang bukan temannya tapi aku dan Erika sudah hampir berciuman" Alzer si bodoh itu berkata tanpa berfikir panjang, membuatku terbatuk karena tersedak air.
Xavier yang mendengarnya menatapku seperti menuntut penjelasan, dan aku menatap Alzer dengan tajam karena mengatakan omong kosong.
Dasar Alzer bodoh, haruskah aku membunuhnya nanti? Atau langsung sekarang saja? umpat ku dalam hati.