NovelToon NovelToon
Terjebak Takdir Keluarga

Terjebak Takdir Keluarga

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:44
Nilai: 5
Nama Author: Siti Gemini 75

Eri Aditya Pratama menata kembali hidup nya dengan papanya meskipun ia sangat membencinya tetapi takdir mengharuskan dengan papanya kembali

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketika Empati Berubah Jadi Api

Lampu neon di ruang perawatan VIP Rumah Sakit Pondok Indah memancarkan cahaya dingin, sebuah kontras mencolok dengan kehangatan yang berusaha dipancarkan Lina Marlina. Duduk di sisi ranjang, ia menatap wajah pucat Dinda dengan rasa bersalah yang mendalam. Beberapa hari yang lalu, Dinda tertabrak mobil yang dikendarai suaminya, Rico, sebuah kejadian naas yang tak hanya membawa luka fisik bagi Dinda, tapi juga membuka tabir kisah tragis yang menghantuinya.

"Mbak Dinda, saya benar-benar minta maaf atas kejadian ini," ucap Lina, suaranya lirih, nyaris berbisik. Kata-kata itu terasa ringan dan tak mampu sepenuhnya mewakili penyesalan yang ia rasakan. "Saya tahu kata maaf tak akan cukup menggantikan rasa sakit dan trauma yang Mbak Dinda alami, tapi percayalah, saya dan suami saya sangat menyesal. Kami sungguh tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini."

Dinda, dengan mata sayu yang memancarkan kelelahan dan kesedihan yang mendalam, mencoba menyunggingkan senyum tipis. "Sudahlah, Mbak Lina. Ini bukan salah Mbak atau Pak Rico sepenuhnya. Mungkin memang sudah takdir saya untuk mengalami ini. Mungkin memang sudah suratan takdir saya untuk berada di sini."

Lina menggeleng pelan, tak setuju dengan pernyataan Dinda. "Tidak, Mbak Dinda. Ini bukan sekadar takdir. Ini adalah kecerobohan yang tak bisa dimaafkan. Seharusnya Mas Rico lebih berhati-hati saat mengemudi. Dan setelah mendengar cerita tentang Dea..." Lina terhenti, emosinya tercekat di tenggorokan, membuatnya sulit untuk melanjutkan kalimatnya. "Ya Tuhan, saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya kehilangan seorang anak dengan cara seperti itu. Pasti sangat menyakitkan, sangat menghancurkan."

Dinda terisak pelan, air mata mulai membasahi pipinya yang tirus. "Dea adalah segalanya bagi saya, Mbak Lina. Dia adalah putri semata wayang saya, harapan saya, alasan saya untuk terus berjuang. Dia adalah permata hati saya, satu-satunya keluarga yang saya miliki. Tapi sekarang, dia sudah tidak ada lagi. Dia telah pergi meninggalkan saya untuk selamanya."

Dengan suara bergetar, Dinda mulai menuturkan kisah pilunya, kisah yang telah merenggut kebahagiaannya dan meninggalkan luka yang menganga di hatinya. Tentang Dea yang jatuh cinta pada Eri, seorang pemuda tampan dan menawan dari keluarga berada, keluarga terpandang yang memiliki pengaruh besar di kota ini. Tentang janji-janji manis yang diucapkan Eri, janji-janji yang ternyata hanya bualan belaka, hanya sekadar kata-kata manis untuk merayu dan memperdaya Dea. Tentang kehamilan yang tak diinginkan, kehamilan yang seharusnya menjadi anugerah terindah, namun justru menjadi malapetaka bagi Dea. Dan tentang penolakan serta tekanan yang datang dari keluarga Eri, terutama dari ibunya, Henny, seorang wanita berkuasa dan tanpa belas kasihan, yang tega melakukan segala cara untuk menyingkirkan Dea dan menghancurkan hidupnya.

"Mereka memperlakukan Dea seperti sampah, Mbak Lina," ucap Dinda dengan nada getir yang mencerminkan kepedihan dan kemarahan yang mendalam, tapi sebenarnya itu hanya dibuat-buat. "Mereka menghinanya, merendahkannya, mengancamnya, dan berusaha menggugurkan kandungannya. Mereka tidak peduli dengan perasaan Dea, mereka hanya peduli dengan nama baik dan reputasi keluarga mereka. Dea tidak tahan lagi dengan semua tekanan itu. Dia merasa sendirian dan putus asa, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya yang malang."

Lina mendengarkan dengan seksama, hatinya hancur berkeping-keping mendengar setiap detail kisah tragis itu. Ia bisa merasakan kepedihan Dinda, amarahnya, dan rasa kehilangan yang tak terhingga. Sebagai seorang ibu, ia bisa membayangkan betapa hancurnya hati Dinda kehilangan putrinya dengan cara yang begitu menyakitkan. Ia bisa merasakan bagaimana rasanya kehilangan harapan, kehilangan masa depan, kehilangan segalanya.

"Saya tidak tahu harus bagaimana lagi, Mbak Lina," lirih Dinda, suaranya nyaris tak terdengar karena terisak. "Saya kehilangan segalanya. Saya tidak punya apa-apa lagi untuk diperjuangkan. Hidup saya sudah tidak berarti lagi tanpa Dea."

Lina menggenggam erat tangan Dinda, mencoba menyalurkan kekuatan dan dukungan. Ia menatap mata Dinda dengan tatapan penuh kasih dan pengertian. "Mbak Dinda tidak sendirian. Saya akan membantu Mbak Dinda. Mbak adalah wanita yang kuat, dan Mbak Dinda pantas mendapatkan keadilan untuk Dea. Saya berjanji, saya akan melakukan segala yang saya bisa untuk membantu Mbak Dinda mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak Mbak Dinda."

Lina tahu bahwa ia telah mengucapkan janji yang besar, janji yang mungkin sulit untuk ditepati. Namun, ia bertekad untuk membantu Dinda, bukan hanya karena rasa bersalah atas kecelakaan yang menimpanya, tetapi juga karena ia merasa simpati dan empati yang mendalam terhadap penderitaan Dinda. Ia juga merasa marah dan geram pada keluarga Eri, yang telah dengan kejam merenggut nyawa seorang gadis muda yang tak bersalah. Ia ingin membantu Dinda untuk membalas dendam, untuk membuat keluarga Eri membayar atas perbuatan keji mereka dan merasakan penderitaan yang sama. Lina juga merasa bahwa dengan membantu Dinda, ia bisa sedikit mengobati luka hatinya sendiri. Luka yang masih terasa perih akibat batalnya pertunangan Eliana, putrinya, dengan Eri.

Meskipun Eliana yang memutuskan pertunangan itu karena merasa jijik dengan masa lalu Eri dan Dea, Lina dan Om Rico tetap merasa tersinggung dan kecewa dengan sikap keluarga Eri yang seolah meremehkan mereka. Mereka merasa bahwa keluarga Eri tidak menghargai mereka dan tidak menganggap serius hubungan antara Eliana dan Eri. Mereka merasa bahwa keluarga Eri hanya memanfaatkan mereka untuk keuntungan pribadi dan meningkatkan status sosial mereka.

Lina tahu bahwa membalas dendam bukanlah solusi yang tepat, namun ia merasa bahwa keluarga Eri pantas mendapatkan hukuman atas perbuatan mereka. Ia ingin membuat mereka menyesal telah menyakiti Dea dan Dinda, dan ia ingin membuat mereka tahu bahwa mereka tidak bisa seenaknya saja mempermainkan hidup orang lain. Ia ingin membuktikan kepada mereka bahwa uang dan kekuasaan bukanlah segalanya, dan bahwa keadilan akan selalu menemukan jalannya.

Lina memutuskan untuk menggunakan kesempatan ini untuk membalas dendam pada keluarga Eri, sekaligus membantu Dinda untuk bangkit kembali dari keterpurukan. Ia akan bekerja sama dengan Dinda untuk mengungkap semua kebusukan dan kejahatan keluarga Eri, dan ia akan memastikan bahwa mereka akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Ia akan melakukan segala cara untuk menghancurkan reputasi dan kekuasaan mereka, dan ia akan membuat mereka merasakan penderitaan yang sama.

Lina tahu bahwa ini adalah permainan yang berbahaya, namun ia siap untuk menghadapi segala risiko dan tantangan yang ada di depannya. Ia bertekad untuk membalas dendam pada keluarga Eri, dan ia tidak akan berhenti sampai mereka benar-benar hancur dan menderita. Ia akan melakukan segala yang ia bisa untuk membantu Dinda mendapatkan keadilan untuk Dea, dan ia akan memastikan bahwa keluarga Eri akan membayar atas perbuatan keji mereka.

Lina tersenyum tipis pada Dinda, senyum yang penuh dengan tekad dan keyakinan.

"Jangan khawatir, Dinda," ucap Lina dengan suara yang lebih mantap. "Saya akan selalu ada di sisimu. Kita akan menghadapi semua ini bersama-sama. Kita akan membuat mereka membayar atas apa yang telah mereka lakukan."

                 ***********,

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!