Romlah tak menyangka jika dia akan melihat suaminya yang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, bahkan sahabatnya itu sudah melahirkan anak suaminya.
Di saat dia ingin bertanya kenapa keduanya berselingkuh, dia malah dianiaya oleh keduanya. Bahkan, di saat dia sedang sekarat, keduanya malah menyiramkan minyak tanah ke tubuh Romlah dan membakar tubuh wanita itu.
"Sampai mati pun aku tidak akan rela jika kalian bersatu, aku akan terus mengganggu hidup kalian," ujar Romlah ketika melihat kepergian keduanya.
Napas Romlah sudah tersenggal, dia hampir mati. Di saat wanita itu meregang nyawa, iblis datang dengan segala rayuannya.
"Jangan takut, aku akan membantu kamu membalas dendam. Cukup katakan iya, setelah kamu mati, kamu akan menjadi budakku dan aku akan membantu kamu untuk membalas dendam."
Balasan seperti apa yang dijanjikan oleh iblis?
Yuk baca ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BDN Bab 35
Malam harinya, setelah Inah tidur, Sugeng langsung membuka lemari milik Inah dan mencari apa yang disembunyikan oleh wanita itu. Cukup lama dia mengacak-acak baju wanita itu, hingga beberapa saat kemudian dia menemukan sebuah buku tabungan yang disembunyikan oleh Inah.
"Buku tabungan? Sejak kapan dia punya buku tabungan?"
Sugeng dengan perlahan membuka buku tabungan itu, mata pria itu langsung melotot ketika melihat nominal yang tertera di sana. Dia tidak menyangka kalau Inah ternyata memiliki tabungan uang yang begitu banyak.
"Gila! Dari mana dia punya uang sebanyak ini?"
Sugeng tiba-tiba saja merasa emosi, dia langsung menghampiri Inah yang sedang tidur dengan pulas dan tanpa sadar menarik baju tidur yang digunakan oleh wanita itu.
Inah yang sedang tidur tentu saja terganggu, dia bahkan kaget dan langsung terbangun dengan wajah pucat. Jantungnya berdebar dengan begitu kencang ketika melihat wajah Sugeng yang diliputi oleh amarah.
"Ada apa, Mas? Kenapa kamu membangunkan aku dengan kasar?" tanya Inah sambil berusaha melepaskan tangan pria itu dari baju tidur yang dia kenakan.
Dadanya terasa sakit karena tekanan yang dihasilkan dari tangan pria itu, dia sampai merasa hampir pingsan dengan apa yang dilakukan oleh pria itu.
"Jelaskan! Apa maksudnya?!" teriak Sugeng sambil melemparkan buku tabungan milik Inah pada wajahnya.
Wanita itu semakin kaget saja melihat buku tabungannya yang saat ini ada di hadapannya, wanita itu sudah ketahuan. Namun, dia berusaha bersikap tenang dan berpikir dengan begitu keras dengan bagaimana caranya agar Sugeng tidak membuangnya saat ini juga.
"Jawab!" bentak Sugeng.
"A--- anu, Mas. Perhiasan yang kamu berikan kepada aku dari dulu semenjak kita menikah sampai sekarang begitu banyak, jadinya aku menjual semua perhiasan itu dan uangnya aku tabungkan."
Sugeng diam, dia merasa kalau alasan dari wanita itu cukup masuk akal. Namun, dia merasa tidak puas dengan apa yang dikatakan oleh wanita itu.
"Aku dengar emas lagi mahal saat ini, makanya buru-buru aku jual dan aku simpan uangnya dalam tabungan. Kalau suatu saat aku butuh uang, aku bisa mengambilnya."
"Apa. Kamu pikir aku tidak mampu memberikan kamu uang sampai-sampai menjual semua perhiasan itu dan menabungkan uangnya?"
"Bukan, Mas. Bukan seperti itu, hanya saja kalau uangnya ditabungkan aku akan mendapatkan bunga dari uang yang aku tabungkan itu. Makanya aku lakukan itu," jawab Inah.
Sugeng merasa tak yakin dengan apa yang dikatakan oleh Inah, dia merasa kalau Inah bohong. Namun, dia tak mau berdebat dengan istrinya itu. Dia masih sangat sadar kalau Inah masih dalam masa penyembuhan.
"Ya sudah, kamu tidur lagi aja. Aku mau keluar," ujar Sugeng.
Sugeng langsung keluar dari dalam kamar, kemudian dia menyesap sebatang rokok dan memikirkan apa yang terjadi. Dia merasa perlu menyelidiki Inah, karena kalau hanya dari menjual perhiasan saja tak mungkin uangnya akan sebanyak itu.
Sejak saat itu dia memutuskan untuk memperhatikan apa yang dilakukan oleh Inah secara diam-diam, entah kenapa dia merasa kalau Inah akan melakukan sesuatu hal yang besar di belakangnya.
Benar saja, 1 bulan setelah saat itu, Inah mengambil semua uang tabungannya dan membeli rumah di luar kota. Inah bahkan membeli sebidang tanah dan meminta temannya untuk menjadikan tempat itu sebagai rumah kontrakan.
Sugeng merasa kalau Inah sedang melakukan persiapan untuk pergi dari dirinya, Sugeng merasa Inah ingin menjauh dari hidupnya.
"Tuan, kok melamun saja?"
Romlah memberikan secangkir kopi kepada Sugeng yang sedang asyik melamun pagi ini, Sugeng menerima kopi itu dan menyesapnya dengan perlahan.
"Aku sedang bingung dengan Inah, di belakang aku dia---"
Sugeng menceritakannya kepada Romlah, wanita itu tersenyum dengan begitu tipis sekali. Lalu, dia mulai bersuara.
"Mungkin saja dia ingin berpisah dari Tuan, sebelum pisah dia ingin punya tempat tinggal dan juga tempat usaha yang bisa menghasilkan uang untuk biaya hidupnya dalam tiap bulan."
"Aku pikir juga begitu," ujar Sugeng.
"Kalian itu kan' masih suami istri, seharusnya apa yang ingin dilakukan oleh nyonya dibicarakan terlebih dahulu dengan Tuan secara baik-baik. Karena yang namanya istri menyembunyikan sesuatu hal yang besar dari suami merupakan hal yang merupakan dosa besar," ujar Romlah.
Sugeng merasa kalau apa yang dikatakan oleh Romlah benar adanya, dia juga merasa heran karena Inah sengaja melakukan hal yang wanita itu sangka tidak dia ketahui di belakangnya.
"Menurut kamu, apa yang sekarang harus aku lakukan?"
"Selidiki semua dana yang dipakai oleh nyonya, siapa tau duit anda dia sengaja ambil. Soalnya gelagat nyonya akhir-akhir ini terlihat aneh," jawab Romlah.
Sugeng memperhatikan wajah Romlah, entah kenapa dia malah merindukan sosok istri pertamanya. Wanita yang selalu bersikap lembut dan tidak pernah membantah kepada dirinya.
Wanita yang selalu mementingkan dirinya, wanita yang rela tersakiti dan terus selalu ingin berada di sampingnya walaupun dia mengatakan hal yang tidak-tidak. Wanita itu terus bertahan walaupun dia selalu mengabaikannya.
Dia tiba-tiba saja rindu sosok Romlah, dia ingin kembali ke masa lalu dan bertemu dengan Romlah, jika dilihat-lihat wajah pengasuhnya itu benar-benar mirip sekali dengan Romlah. Bahkan, bentuk tubuhnya saja sangat mirip.
"Oke, oiya, Rom. Kalau diperhatikan wajah kamu gak buruk-buruk amat, masih bisa dioperasi plastik. Mau gak aku biayain operasinya?"
"Jangan, Tuan. Pasti mahal," ujar Romlah.
"Tak apa, nanti aku kasih duitnya. Tapi, nanti kalau udah jadi cantik, kamu mau ya, jadi istri aku?"
"Tuan ini ada-ada aja, saya mau tanya satu hal. Kenapa Tuan ingin menikahi saya?"
"Jujur aku rindu sama istri aku yang pertama, kamu begitu mirip wajahnya. Badan kamu juga, bahkan namanya juga sama."
Romlah tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Sugeng, dia bisa melihat sorot penyesalan dari mata pria itu. Dia bisa merasa kalau saat ini Sugeng merasa salah dalam mengambil langkah.
"Kirain karena cinta, saya gak mau ah jadi istri Tuan."
"Kok gitu? Nanti kamu jadi wanita kaya dan banyak uangnya loh kalau nikah sama saya," bujuk Sugeng.
"Nggak ah, saya nggak mau jadi wanita kaya. Kalau pun saya jadi istri Tuan, yang saya inginkan itu bukanlah uang."
Sugeng merasa heran dengan apa yang dikatakan oleh Romlah, karena di mana-mana biasanya wanita itu mencintai uang. Namun, Romlah malah berkata tidak ingin uang.
"Lalu, apa yang kamu inginkan saat ini?"
"Nyawa Tuan," jawab Romlah.
"Apa?!" teriak Sugeng kaget. Dia tidak percaya ada wanita yang menginginkan nyawanya, bukan uangnya.