NovelToon NovelToon
Belenggu Cinta Kakak Ipar Tampan

Belenggu Cinta Kakak Ipar Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:BTS / Selingkuh / Cinta Terlarang / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Adrina salsabila Alkhadafi

Katanya, cinta tak pernah datang pada waktu yang tepat.
Aku percaya itu — sejak hari pertama aku menyadari bahwa aku jatuh cinta pada suami kakakku sendiri.
Raka bukan tipe pria yang mudah ditebak. Tatapannya tenang, suaranya dalam, tapi ada sesuatu di sana… sesuatu yang membuatku ingin tahu lebih banyak, meski aku tahu itu berbahaya.
Di rumah yang sama, kami berpura-pura tak saling peduli. Tapi setiap kebetulan kecil terasa seperti takdir yang mempermainkan kami.
Ketika jarak semakin dekat, dan rahasia semakin sulit disembunyikan, aku mulai bertanya-tanya — apakah cinta ini kutukan, atau justru satu-satunya hal yang membuatku hidup?
Karena terkadang, yang paling sulit bukanlah menahan diri…
Tapi menahan perasaan yang seharusnya tidak pernah ada.menahan ahhhh oh yang itu,berdenyut ketika berada didekatnya.rasanya gejolak didada tak terbendung lagi,ingin mencurah segala keinginan dihati.....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35 raka yang manipulatif

​Raka tiba kembali di Jakarta pada subuh. Rumah terasa dingin, tetapi ia segera menghangatkan suasana dengan keahlian manipulatifnya. Ia memastikan Naira melihat noda lumpur samar di sepatu kulitnya—bukti nyata perjuangan dan pencariannya.

​Naira, yang terbuai oleh mual kehamilan dan rasa bersalah, menyambut Raka dengan tangisan lega.

​"Mas Raka, bagaimana? Apa kamu menemukan Luna?" tanya Naira, suaranya parau.

​Raka memeluknya erat, kehangatan yang ia berikan terasa seperti toxic warmth bagi Luna jika ia melihatnya.

​"Tenang, Sayang. Luna fine," Raka berbisik. "Aku menemukannya, tetapi aku tidak membawanya pulang."

​Raka menceritakan narasi yang sudah ia susun: Luna tidak depresi, melainkan frustrasi tingkat dewa karena merasa stuck dan useless saat Naira hamil. "Dia bilang, dia perlu validasi dari dirinya sendiri sebagai seniman, bukan sekadar hobi. Dia minta enam bulan, Naira. Enam bulan untuk find herself di tempat yang tenang, tanpa tekanan dari vibe kita yang terlalu bahagia."

​"Enam bulan? Itu literally setengah tahun!" Naira merengek.

​"Aku tahu, Sayang. Tapi aku bilang padanya, kita harus support dia. Aku memberinya modal dan janji, kita akan check in setelah enam bulan. Kalau kita hold dia, dia akan resent kita. Biarkan dia glow up. Itu adalah hadiah terbaik untuknya dan calon keponakannya," Raka menyimpulkan, nadanya seperti seorang guru life coach yang bijaksana.

​Naira akhirnya tenang, menelan setiap kata-kata Raka. Raka tidak hanya menutup celah pelarian Luna, ia mengubahnya menjadi simbol kebaikan dan selflessness pasangan mereka. Raka kini memiliki kestabilan total yang ia idam-idamkan—Luna aman di bawah alibi, Naira terikat oleh kehamilan dan rasa syukur. Mission accomplished.

​Sementara itu, di Puncak Sari, Luna menyewa sebuah rumah kayu kecil dengan pemandangan view dewa. Uang dari Raka ia gunakan sebagai modal awal untuk hidup sederhana.

​Minggu-minggu pertama adalah neraka. Luna hanya bisa scrolling dan menangis. Ketakutan akan Raka perlahan digantikan oleh rasa hampa. Ia telah bebas, tapi ia tidak tahu bagaimana mengisi kekosongan itu.

​Ia memasang kanvas barunya. Bertekad untuk membuktikan pada dirinya sendiri (dan diam-diam, pada Raka) bahwa ia bisa survive tanpa drama.

​Ia mencoba melukis nature, pemandangan gunung yang aesthetic. Tapi setiap lukisan terasa fake, terlalu photocopy. Tangannya, yang terbiasa oleh intensitas hitam dan merah Raka, kini menolak kedamaian.

Aku kabur dari kegelapan, tapi aku cuma bisa melukis kegelapan. Aku literally nggak bisa vibe dengan warna Emerald Green yang tenang. Apakah my whole identity adalah chaos yang diciptakan Mas Raka?

​Ia menghancurkan puluhan kanvas. Frustrasi memuncak. Suatu sore, ia mengambil salah satu lukisan hitam-merah aslinya. Ia menatapnya lama, merasakan energi toxic itu. Lalu, ia mengambil cat putih, warna yang paling netral.

​Ia tidak menutupi kegelapan itu. Ia mulai melukis di atasnya, dengan sapuan kuas yang tipis, lembut, seperti kabut yang menelan puncak gunung. Ia menggunakan kegelapan itu sebagai dasar, bukan sebagai main point.

​Bulan ketiga, Luna mulai move on. Ia bekerja part-time di toko buku antik yang sekaligus menyajikan kopi manual brew—tempat yang low-key dan damai. Ia mulai berinteraksi dengan penduduk lokal yang polos.

Rutinitas barunya: Pagi melukis (menggunakan kegelapan sebagai base), siang bekerja, sore yoga di teras rumah kayu. Ia tidak lagi peduli dengan followers atau feed Instagram. Ia hanya fokus pada inner peace-nya. Ia telah memotong rambutnya, mengganti gaya pakaiannya menjadi lebih kasual dan earthy. Transformation fisiknya nyata.

​Suatu sore, saat duduk di luar rumah, memegang cangkir keramik buatan sendiri, ia merasakan sense of calm yang belum pernah ada sebelumnya. Ia memikirkan Raka. Tapi kali ini, bukan hasrat. Itu adalah rasa iba. Raka akan selamanya terjebak dalam jebakan perfection-nya. Sementara Luna, ia telah memilih kebebasan.

​Luna mulai melukis orang. Ia melukis Ibu Santi, melukis pelanggan toko buku. Lukisannya tidak sempurna, tetapi tulus. Ia menemukan bahwa passion-nya bukan di chaos, tetapi di koneksi manusia.

​Ia mengirimkan beberapa karyanya ke galeri kecil di Puncak Sari—bukan untuk uang, tetapi untuk validasi yang nyata, bukan yang dibeli Raka.

​Bulan kelima berlalu. Perut Naira sudah membesar. Raka semakin sibuk menjadi suami ideal dan menata kamar bayi. Luna tahu, Raka sedang bersiap untuk memanggilnya pulang sesuai jadwal.

​Luna tidak takut. Ia sudah siap untuk kembali ke Jakarta, tetapi kali ini, ia akan memegang kendali. Ia akan kembali sebagai Luna yang baru, yang tidak bisa lagi dimanipulasi dengan kunci atau kode warna.

​Ia tahu Raka akan menggunakan kehamilan Naira untuk mengikatnya lagi. "Kembali untuk keponakanmu," adalah line yang pasti akan Raka gunakan.

Luna duduk di depan lukisan terakhirnya. Pemandangan gunung yang ia lukis, kini memiliki kedalaman. Ia berhasil memasukkan shadow tanpa membuatnya menjadi depressive. Ia telah incorporate masa lalunya, bukan menghapusnya.

​Aku akan kembali, Mas. Tapi bukan untukmu. Untuk diriku. Dan kali ini, aku akan jujur tentang perasaanku.

​Sore di penghujung bulan kelima. Luna sedang mengemas beberapa lukisannya di toko buku, bersiap untuk dipajang di galeri kecil. Hari terasa damai, rutin.

​Tiba-tiba, pintu toko berderit terbuka, dan lonceng kecil di atasnya berbunyi. Angin dingin khas pegunungan masuk, diikuti oleh seorang pria.

​Pria itu tinggi, mengenakan jaket denim lusuh dan celana kargo. Rambutnya gondrong sebahu, diikat longgar ke belakang, dan matanya memancarkan kehangatan yang kontras dengan aura Raka yang dingin. Ia memegang kamera film lama di tangannya.

​Ia tidak mencari buku. Matanya langsung tertuju pada lukisan Luna yang bersandar di dinding.

​Pria itu tersenyum, bukan senyum perhitungan seperti Raka, tapi senyum yang tulus dan santai.

​"Maaf, Mbak. Ini lukisan yang baru dipajang, ya? Yang ini... yang mountain view," tanyanya, menunjuk lukisan Emerald Green Luna yang baru. "Ada vibe yang kuat. Terasa damai, tapi ada edge-nya."

​Luna, yang sudah lama tidak berinteraksi dengan pria asing yang genuine, merasa sedikit canggung. "Iya, itu lukisan saya. Saya baru di sini."

​Pria itu berjalan mendekat, tatapannya lekat pada lukisan Luna. "Boleh saya tanya? Kenapa di bagian bawahnya ada sapuan warna yang sangat gelap, hampir seperti dark purple? Itu membuat pemandangan ini next level."

​Luna menatap lukisan itu. Itu adalah sisa-sisa dari shadow hitam-merah yang ia putuskan untuk tidak ditutupi. Itu adalah masa lalunya.

​"Itu... itu adalah base," jawab Luna, suaranya pelan. "Lukisan yang bagus harus punya base yang kuat, kan?"

​Pria itu tertawa. Tawanya riang. "Saya suka interpretasi itu. Saya seorang fotografer, dan saya selalu mencari kontras. Base gelapmu ini memberikan jiwa."

​Ia mengulurkan tangan. Tangannya kasar, bukan tangan halus seorang eksekutif.

​"Nama saya Alden. Dan saya rasa, base Anda akan menjadi subjek foto saya yang berikutnya."

​Luna membalas uluran tangannya, merasakan spark yang benar-benar baru, yang bebas dari strategi Raka.

​Alden.

​Raka akan memanggilnya pulang dalam beberapa minggu. Tetapi di penghujung countdown-nya, Luna baru saja bertemu dengan pengalih fokus yang tidak direncanakan. Seseorang yang mungkin bisa membantunya menghapus base hitam Raka selamanya.

1
kalea rizuky
harusnya di jual aja np di hancur kan sok kaya bgt ini pasutri
kalea rizuky
akhirnya kn mending gini kan lebihh g kucing kucingan bebass
kalea rizuky
lah w mnding nikahin aja deh aneh emank sering berduaan gt logika aja saealim alim nya manusia aja lah pastinya ada lah fikiran gt wong berdua doank
putri lindung bulan: 👍👍 betul kk di bab 60 dan 61 sudah ada arah kesana
total 1 replies
kalea rizuky
pergi jauh lun orang kok egois mau dua duanya serakahhh
putri lindung bulan: iya kk pergi jauh cowok2 serakah
total 1 replies
kalea rizuky
egois amat si raka serakah klo mau satu cerai dlu ma kakaknya bloon
kalea rizuky
gilak si raka laki menjijikkan
kalea rizuky
benci perselingkuhan apapun alesannya sumpah eneg bgg
putri lindung bulan: iya kk, aku juga benci,tapi mau apalagi,nasi sudah jadi bubur
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!