menceritakan tentang seorang wanita yang terlahir lagi menjadi seorang mafia untuk membalaskan dendam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ridwan jujun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kerumah kevin
"LIANA! LIANA KAU DI MANA?!"
Mereka langsung panik mencari Liana karena di kamar tidak ada, niatnya ingin membangunkan Liana apakah dia ingin ikut mereka atau tidak?
Saat sampai di kamar, biasanya Liana masih di kamar ini malah tidak sehingga mereka jadi panik sampai turun ke lantai bawah.
"LI–"
Saat ingin berteriak lagi mereka tidak sengaja melihat 2 orang tengah tertidur di sofa dengan nyenyak.
Edgar dan Liana.
Edgar tidur di sofa panjang sedangkan Liana tidur di atas Edgar dengan selimut yang menutupi mereka, apa yang terjadi semalam?
Mereka langsung bernafas lega, ia kira Liana kabur cuma ya kalau di pikir-pikir kenapa juga Liana kabur tanpa sebab.
Mereka berdecak pinggang melihat keduanya yang masih tertidur pulas.
Edgar tidur dengan satu tangannya di belakang kepala membiarkan kakinya tergantung satu di lengan sofa karena Edgar terlalu tinggi jadi sofa pun tidak muat, satu kakinya menyentuh lantai. Di tambah Liana tidur di atas Edgar dengan posisi tengkurap seperti boneka kecil, kalau untuk Liana sofa itu lebih dari cukup karena kaki Liana tidak sepanjang Edgar.
"Benar-benar bikin panik! Rupanya tidur di sofa sama Edgar?!" kesal Carlos.
"Bangunkan mereka!" Arion menatap tak suka pada pemandangan yang ia lihat.
Carlos dan Felix berjalan mendekati mereka, tadinya mereka ingin membangunkan keduanya tapi melihat Liana tidur dengan pulas jadi tidak tega membangunkannya.
Carlos dan Felix saling melirik, Felix menjepit hidung Edgar dan kemudian Edgar langsung bangun karena tidak bisa bernafas.
"Ap–"
"Ssstt!!" Carlos menutup mulvt Edgar dengan tangannya.
Edgar membulatkan mata menatap kesal pada 2 orang ini.
"Diam! Kau bisa membangunkan Liana!" bisik Carlos penuh tekanan.
Edgar menepis tangan Carlos dan mengelapnya dengan kasar, ia melihat ke arah seorang gadis yang masih tidur di atasnya. Edgar tersenyum kemudian mengusap wajahnya, kenapa Liana tidur selucu ini.
"Bagaimana bisa kalian tidur di sini?!" lirik sinis Felix.
"Tentu saja bisa," senyum miring Edgar sengaja memamerkan.
Felix langsung merasa kebakar api kecemburuan, ingin ia raih wajah sok nya Edgar tapi ke ingat ada Liana yang masih tidur.
Edgar menyentuh kepala Liana, "Wake up, Baby,"
Namun Liana masih belum bangun, Edgar memiringkan kepalanya untuk melihat wajah Liana. Ia mencubit pipi dan hidung Liana sampai Liana terbangun.
"Hmm," suara Liana serak.
Liana mengubah posisi kepalanya menghadap ke sisi lain.
"Ini sudah pagi, kau tidak mau bangun?" Edgar memainkan rambut Liana.
"Hmm?" Liana mengangkat kepalanya namun dengan mata yang masih tertutup.
Edgar merasa gemas kemudian ia mengangkat tubvh Liana dan membalikkan posisi mereka. Liana yang masih setengah sadar malah hanya bingung, nyaw4nya masih belum terkumpul.
"Jangan memberikan tatapan polos mu, apa kau sengaja?" senyum Edgar.
Liana hanya diam menatap Edgar, ia masih berusaha mengembalikan nyaw4nya.
Edgar menangkup pipi Liana dan terus mengecvpi tanpa henti, Liana mencoba mendorong Edgar.
"Uugh, hen–tikan ...."
Edgar memberikan kecvpan gemas yang terakhir kalinya, wajah merah Liana dan tatapan kesal Liana membuat Edgar semakin gemas apalagi pipi yang ia tangkup seperti ikan buntal.
"Bangun tidak? Jika tidak aku akan memakan mu pagi ini,"
Liana mendorong Edgar dan memposisikan duduk, ia baru sadar kalau Carlos dan Felix menatap datar kearah nya.
Liana melirik sinis kearah Edgar.
"Aku sudah membangunkan mu, tapi kau malah semakin menyamankan diri. Lain kali kalau mau tidur nyenyak, tidur saja di atas ku seperti tadi,"
"Diam lah!"
Liana menurunkan kedua kakinya dari sofa lalu pergi meninggalkan mereka sambil meregangkan otot-ototnya.
"Apa yang kalian lakukan semalam?" senyum memat1kan dari Felix dan Carlos.
Edgar menatap keduanya kemudian tersenyum menjahili.
"Kami? Kami melakukan hal yang menyenangkan, apalagi hanya berdua pada malam hari. Tahu yang ku maksud?"
"Si4lan!" Felix hendak memukul.
"Hentikan!" Kenzo menatap datar.
"Edgar, bersiaplah sana!"
Edgar mengangguk lalu berdiri, sebelum pergi ia tersenyum menang pada Felix dan Carlos.
"Si4lan kau, Edgar!!"
-
-
Mereka keluar dari mobil, saat ini mereka berada di tempat yang lumayan luas dan masih kosong.
Ya tidak kosong plong, ada beberapa alat dan bahan material yang ada di pinggir taman.
Ini adalah lokasi pembangunan yang akan mereka gunakan untuk membangun perusahaan, memang ide yang bagus tapi kenapa tidak dari dulu?
"Silahkan tanda tangan, Tuan."
Seorang pria menyerahkan papan seperti papan ulangan yang biasa anak sekolah gunakan dan ada kertas juga yang di jepit di papan tersebut.
Arion menandatangani kertas tersebut.
"Terima kasih, Tuan. Dengan begitu, tanah ini milik anda sepenuhnya,"
Arion mengangguk kemudian pria itu pergi.
“𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘭 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘮𝘢? 𝘗𝘢𝘥𝘢𝘩𝘢𝘭 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘳𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘵𝘪𝘱𝘶, 𝘢𝘱𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘬𝘢𝘱𝘰𝘬 𝘫𝘶𝘨𝘢? 𝘚𝘦𝘮𝘪𝘴𝘢𝘭 𝘪𝘯𝘪 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘪𝘱𝘶𝘢𝘯, 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘰𝘥0𝘩?” batin Liana.
"Lumayan juga, suasananya juga cocok," angguk Lucas.
"Yohan, pekerjaan orang untuk membangunnya!" suruh Arion.
"Baik, Tuan!"
"Aku akan memberikan mu tugas untuk mengawasi tempat ini selama mereka bekerja, lakukan saja apa yang seharusnya dilakukan!"
"Saya akan melakukan dengan baik, Tuan!"
Arion mengangguk, Yohan membungkuk untuk pamit undur diri.
"Berapa lama target selesainya?" tanya Felix.
"Secepatnya! Kalau bisa 1 tahun selesai,"
"1 tahun? Kau yakin?! Butuh waktu yang lebih lama dari 1 tahun! Pembangunan perusahaan membutuhkan waktu selama 4–5 tahun dan pemurniannya juga!" Elvano.
"Arion, untuk kali ini aku menyangkal keinginan mu. Yang di katakan Elvano benar, membangun perusahaan dari awal tidak semudah membangun rumah. Butuh waktu yang lebih lama agar pengoperasian bisa digunakan secara resmi!" Kenzo membenarkan kacamatanya.
Arion menatap datar.
Memang aneh pria ini, mana ada 1 tahun baru selesai? Dikira bangun rumah? Pikir Liana.
"Tidak terburu-buru dan tidak terlalu lambat, perusahaan ini akan selesai dalam target 5 tahun!"
"Kalau 5 tahun belum jadi juga?" penasaran Liana.
"Tidak mungkin, pasti akan selesai mungkin tunggu mengoperasikan gedung saja agar bisa digunakan secara layak," senyum Kenzo.
"Baiklah, kita serahkan semuanya pada Yohan, dan kita kembali!" Carlos final.
"Emm, boleh aku minta sesuatu?" usul Liana dengan ragu.
"Katakan, apa saja!" senyum senang Carlos.
"Aku, mau bertemu dengan Ayah. Boleh?" senyum tipis.
Carlos melirik ke arah yang lain, Kenzo mengangguk menyetujui.
"Baiklah, tentu saja boleh. Padahal aku berharap kau meminta sesuatu yang lain pada ku,"
Liana tersenyum tipis.
-
-
Sesampainya di rumah Kevin, hanya Liana yang turun dari mobil.
"Hubungi kita kalau kau sudah selesai bertemu dengan Ayahmu," Revan.
"Baiklah, tapi ... aku tidak memiliki nomor kalian,"
"Mana!" Carlos mengulurkan tangannya untuk meminta ponsel Liana.
Liana menyerahkan ponsel pada Carlos, pria itu mengetik nomornya setelah itu ia kembalikan pada pemiliknya.
"Baiklah, terima kasih," senyum Liana.
"Ingat yah, jangan lama-lama. Jatah hari ini aku belum dapat," datar Carlos.
"Sempet-sempetnya kau memikirkan hal itu?!" kesal Liana.
"Loh, itu benar. Semalam kau menghabiskan waktu dengan pria yang di belakang," maksud Carlos adalah Edgar.
"Itu juga bukan keinginan ku!" gumam Liana.
"Tapi ini keinginan ku!" Carlos mendengar gumaman Liana.
"Aish, sudah sana pergi! Hati-hati!" ketus Liana kemudian pergi masuk ke dalam rumah.
"Kenapa makin lama dia makin mirip dengan mu, Arion?!" kesal Carlos melirik Arion yang duduk di depan.
"Artinya memang jodoh," datar Arion yang menatap depan tanpa menoleh ataupun melirik.
"Menyebalkan!"
Liana melihat di dalam tidak ada Ayahnya, mungkin Kevin sedang bekerja, kemarin ia tidak datang pasti ia sudah bilang pada Kevin jika dirinya tidak datang artinya dirinya sedang ditahan oleh mereka.
Semoga saja Kevin memaklumi, Liana memutuskan untuk membersihkan rumah yang sedikit berantakan.
Sebenarnya Kevin juga bisa bersih-bersih dan memasak, mungkin karena kejadian sebelumnya Kevin jadi tidak sempat membersihkan rumah.
-
-
Sorenya, padahal baru beberapa menit dirinya masuk ke dalam rumah Kevin sudah langsung di telpon oleh mereka. Herannya bagaimana bisa mereka mendapatkan nomornya? Padahal dirinya lah yang meminta no mereka.
Dari siang tadi sampai sore ini mereka masih 𝘷𝘪𝘥𝘪𝘰 𝘤𝘢𝘭𝘭, dan Kevin pun sampai.
"Ayah!"
"Liana?!"
Liana menaruh ponselnya di meja dan langsung menghampiri Kevin untuk memeluknya, Kevin juga terkejut karena ada Liana. Perasaan senang, rindu dan kekhawatiran ia rasakan setelah melihat Liana.
"Ayah sangat merindukan mu, Ayah khawatir pada mu kemarin apakah kau baik-baik saja atau tidak karena kau tidak datang," Kevin memeluk Liana.
"Liana baik-baik saja kok, Liana cuma agak sibuk dengan kuliah jadi gak sempat datang,"
"Tidak apa, yang penting kau tidak terluka sama sekali," ia selalu takut kalau pria-pria itu melukai Putrinya, tapi syukurlah ia tidak menemukan memar di tubvh Liana.
"Yuk, makan. Liana sudah masak loh,"
"Kau masak?!"
"Kenapa? 'Kan sudah biasa,"
"Maksud Ayah, apa kau sudah dari tadi di sini?!"
"Iya, dari siang tadi,"
"Kenapa tidak menelpon Ayah?!"
"Ayah 'kan kerja,"
"Ayah bisa menunda pekerjaan demi kamu!"
"Huss! Ayah tidak boleh begitu, jika Ayah di pecat karena aku bagaimana?! Sudah, yuk makan!" Liana menarik tangan Kevin untuk makan bersama.
Sepertinya Liana melupakan ponselnya dalam keadaan masih menelpon mereka. Keduanya makan bersama dengan diiringi canda tawa, seperti sudah lama mereka tidak makan bersama. Banyak cerita yang harus mereka ceritakan masing-masing, jadi setiap menit selalu ada pembicaraan dan tiada keheningan.
Selesai makan, Liana mencuci piring.
"Mereka memperlakukan mu dengan baik, 'kan?" tanya Kevin menaruh piring kotor di depan Liana.
"Ya, Ayah. Mereka sangat baik pada Liana,"
"Kau berkata jujur 'kan?"
"Iya Ayah~, Liana tidak bohong. Mereka benar-benar memperlakukan Liana dengan baik, malah mereka yang menyukai Liana,"
"Sungguh?!"
"Ya, jadi Ayah tidak perlu khawatir pada Liana, Liana akan baik-baik saja," senyum Liana.
"Ayah cuma takut saja kalau kau tidak baik-baik saja, karena Ayah tidak tahu apa yang sedang kau lakukan di sana,"
"Liana sudah besar, jadi masalah apa pun itu akan Liana selesaikan,"
"Putri Ayah memang sudah dewasa,"
"Memangnya selama ini Liana masih kecil?!" kesalnya.
"Sampai tua pun Ayah tetap menganggap mu Putri kecil Ayah," senyumnya.
"Huh, Ayah ini," membersihkan piring-piring kotor.
Kevin terkekeh, "Tidak apa nih Ayah tidak membantu?"
"Tidak perlu, kalau di bantu pasti tidak bersih,"
"Kau ini!" Kevin mengacak-acak rambut Liana.
"Duh, Ayah!" kesal Liana.
Kevin tertawa, "Kau lucu. Kalau begitu Ayah masuk ke kamar untuk ganti baju dulu,"
"Ya baiklah,"
Kevin pun pergi, Liana mencuci semua piring dan gelas yang kotor setelah itu ia taruh ke tempat sebelumnya. Liana berjalan ke sofa dan melihat ponselnya yang dalam keadaan nyala.
"Astaga, aku 'kan tadi lagi telponan!" Liana langsung mengambil ponselnya dan terlihat 𝘷𝘪𝘥𝘪𝘰 𝘤𝘢𝘭𝘭 mereka belum mati, terlihat bukan seorang pria menatap datar di layar ponselnya.
“𝘎𝘈𝘋𝘐𝘚 𝘕𝘈𝘒𝘈𝘓! 𝘋𝘈𝘙𝘐 𝘔𝘈𝘕𝘈 𝘚𝘈𝘑𝘈 𝘒𝘈𝘜 𝘐𝘕𝘐?!”
•••
TBC