Amelia ,seorang janda yang diceraikan dan diusir oleh suaminya tanpa di beri uang sepeserpun kecuali hanya baju yang menempel di badan ,saat di usir dari rumah keadaan hujan ,sehingga anaknya yang masih berusia 3 tahun demam tinggi ,Reva merasa bingung karena dia tidak punya saudara atau teman yang bisa diminta tolong karena dia sebatang kara dikota itu ,hingga datang seorang pria yang bernama Devan Dirgantara datang akan memberikan pengobatan untuk anaknya ,dan kebetulan dia dari apotik membawa parasetamol ,dan obat itu akan di berikan pada Reva ,dengan syarat ,dia harus mau menikah dengannya hari itu juga ,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjay22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amelia hamil ,dan Devan posesif
Beberapa bulan kemudian ,Pagi itu, Amelia terbangun dengan perut yang terasa aneh,mual, berat, dan seperti ada ombak kecil yang terus mengaduk isi perutnya. Ia buru-buru lari ke kamar mandi, menekan dada, lalu muntah habis-habisan isi perutnya , Air matanya mengalir, tubuhnya lemas. Ini sudah hari ketiga berturut-turut
Dan saat ini Kembali Amelia mengeluarkan apa yang ada di dalam perutnya ,melihat itu Devan panik ,dia segera bergegas menyusul Amelia kekamar mandi .
“Sayang?!” Devan mengetuk pintu, suaranya panik. “Kamu kenapa?!”
“Nggak apa-apa,mas ,cuma mual,” jawab Amelia lemah, lalu menyiram wajahnya dengan air dingin.
Tapi Devan tak tinggal diam. Ia membuka pintu,tanpa peduli aturan privasi kamar mandi,lalu langsung menggendong Amelia keluar. “Kamu pucat banget,kamu sakit ,sayang ? Kenapa nggak bilang dari kemarin?,kita kedokter !” ucap Devan dengan penuh kekhawatiran.
“Nggak usah mas ! Aku tidak apa apa kok,paling juga cuma masuk angin,dikerik juga sembuh ,” protes Amelia sambil berusaha turun.
"Amelia kenapa ,van ?" tanya ibunya Devan dengan rasa khawatir .
"Nggak tahu ,Bu ,dari tadi dia muntah muntah terus ."
"Mas ,aku tidak apa- apa ,jangan terlalu lebay ." sahut Amelia dengan wajah pucatnya.
"Aku sangat khawatir sayang ,wajahmu pucat sayang ,kita kedokter !"
"Kalau kamu sakit ,kamu kedokter saja Amelia !" sahut ibunya Devan ikut khawatir .
“Nggak Bu ,aku nggk apa apa ,Aku masih harus siapin Bayu sekolah .”
“Biar ibu saja yang urus Bayu ?” suara lembut ibu Devan terdengar dari pintu kamar. Perempuan paruh baya itu sudah berdiri dengan celemek, tangan memegang bubur hangat. “Aku yang urus Bayu. Kamu istirahat.”
Amelia terharu. Sejak menikah, ibu mertuanya memang selalu memperlakukannya seperti anak sendiri,beda jauh dengan ibu mertua dulu yang selalu mencari salah.
"Terimakasih Bu ,maaf merepotkan ,tapi aku bisa sendiri kok Bu."
"kamu nggak usah ngeyel ,biar Bayu ibu yang urus ,kamu istirahat saja !"
"iya ,Bu .aku akan istirahat ." Amelia tidak berani membantah ,Ia tidak memungkiri kalau saat ini badannya serasa lemas .
Tapi Devan tak tenang. Ia membopong Amelia ke kasur, lalu duduk di sampingnya, tangannya memegang pergelangan tangan istrinya seolah takut kehilangan.
“Kapan terakhir haidmu,sayang ?” tanyanya tiba-tiba.
Amelia terdiam. “Seharusnya dua minggu lalu , tapi sampai sekarang aku belum datang bulan .”
Devan menatap matanya. “Kamu telat datang bulan ?”
“Ya ,Seminggu, mungkin lebih.”
Tanpa bicara, Devan berdiri, lalu berlari ke kamar mandi. Ia kembali dengan TES PECK yang entah sejak kapan disembunyikan di laci bawah.
“Coba ini. Sekarang.”
Amelia menghela napas. “Mas, aku takut.”
“Takut kenapa? Kalau iya, kita bahagia. Kalau nggak, kita cari tahu kenapa kamu mual terus.”
Dengan tangan gemetar, Amelia masuk ke kamar mandi. Lima menit terasa seperti lima jam. Saat ia keluar, wajahnya pucat, tapi matanya berkaca-kaca.
“Dua garis,” bisiknya.
Devan terpaku. Lalu, tiba-tiba ia berlutut di depan Amelia, tangannya memegang perut datar istrinya dengan lembut.
“Kita akan punya bayi,sayang ?” suaranya bergetar.
Amelia mengangguk, air matanya jatuh. “Iya, Mas.”
Detik itu, Devan menangis. Ia memeluk Amelia erat, tubuhnya gemetar. “Aku janji,aku bakal jaga kalian berdua. Aku nggak akan biarin kalian kehilangan apa-apa lagi.”
Tapi kebahagiaan mereka belum sempat utuh. Tiba-tiba, Amelia pusing hebat. Matanya berkunang-kunang, napasnya sesak.
“Mas,aku ...” Belum selesai bicara, tubuhnya lunglai.
“AMELIA!” Devan menjerit, menangkapnya sebelum jatuh ke lantai.
Ibu Devan langsung berlari, menelepon ambulans. Dalam perjalanan ke rumah sakit, Devan tak melepaskan genggaman tangannya,bahkan saat perawat memasang infus, ia tetap memegang tangan Amelia erat.
Di ruang UGD, dokter memeriksa dengan cermat. Setelah USG dan tes darah, ia tersenyum.
“Selamat, Pak Devan. Istri Anda hamil sekitar enam minggu. Pingsannya karena tekanan darah rendah dan kelelahan. Tapi janin sehat, detak jantung normal.”
Devan menghela napas lega, lalu mencium kening Amelia yang mulai siuman.
“Kamu dengar, Sayang? Kita bakal punya bayi,” bisiknya.
Amelia tersenyum lemah. “Aku dengar,dan aku bahagia.”
Tapi sejak hari itu, Devan berubah,lebih protektif, lebih posesif, bahkan sedikit OVER
Ia melarang Amelia naik tangga sendirian. Melarangnya minum kopi,bahkan ia Melarangnya lembur, membawa tas berat, atau bahkan berdiri terlalu lama di dapur.
“Mas, aku nggak rapuh kayak gelas kristal!” protes Amelia suatu sore, saat Devan menggantikannya mengangkat galon air.
“Tapi kamu bawa nyawa lain. Aku nggak mau ambil risiko,” jawab Devan tegas, lalu mencium keningnya. “Lagian, aku suka jadi pelayan istriku.”
Ibu Devan malah mendukung. “Biarkan dia manja, Mil. Ini masa-masa berharga. Nikmati aja.”
Tapi puncak keposesifan Devan terjadi saat Amelia iseng bilang, "Mas,Aku ingin makan sate kambing .”
Dua jam kemudian, Devan datang dengan bungkusan sate,tapi bukan sembarang sate. Ia pergi ke warung langganan keluarga di Jogja, pesan khusus: daging direbus dulu, bumbu tanpa MSG, dan kuah kacang tanpa kacang,karena khawatir Amelia alergi.
“Kamu terbang ke Jogja cuma buat sate,Mas?!” Amelia terkejut.
“Kalau kamu pengin bulan, aku juga usaha ambil,” jawab Devan sambil menyuapinya.
Amelia tertawa, tapi matanya berkaca-kaca. “Kamu gila, ya?”
“Gila karena sayang.”
Malam itu, setelah Bayu tidur, Devan duduk di tepi kasur, tangannya membelai perut Amelia yang masih datar.
“Kamu nggak marah kan, aku jadi kayak ayam jago yang ngawasin telurnya?” tanyanya pelan.
Amelia menarik wajahnya, lalu mencium bibirnya. “Aku nggak marah. Aku malah merasa, aman. Karena dulu, ini adalah pengalaman pertamaku ."
Devan menatap matanya, lalu mencium perutnya perlahan. "Aku akan menjaga kalian berdua dengan taruhan nyawaku ."
Amelia terharu dan menangis. “Jangan bikin aku nangis terus, Mas!"
“Nangis boleh. Tapi jangan capek. Sekarang, tidur. Aku jaga.”
Dan benar sepanjang malam, Devan tak tidur. Ia duduk di kursi kecil di samping kasur, mata waspada, tangan siap menangkap Amelia kalau tiba-tiba mual lagi.
Keesokan harinya, ia bahkan memasang (baby monitor )di kamar,bukan untuk bayi, tapi untuk memantau napas Amelia.
“Ini keterlaluan, Mas!” protes Amelia sambil tertawa.
“Belum. Nanti kalau perutmu gede, aku pasang sensor gerak biar aku tau kalau kamu geliat malem-malem.”
“Kamu mau jadi satpam pribadiku?”
“Lebih dari itu. Aku mau jadi duniamu.”
Amelia menarik lehernya, lalu menciumnya dalam. “Kalau gitu,jangan cuma jaga aku. Cintai aku terus, ya?”
Devan membalas ciumannya, lembut tapi penuh janji. “Sampai napas terakhirku.”
Di luar, dunia terus berputar. Tapi di dalam rumah kecil mereka, ada kehidupan baru yang tumbuh dan dilindungi oleh cinta yang tak pernah goyah, dan suami yang rela jadi gila demi melihat istrinya tersenyum.
sudah bucin
nunggu Devan junior...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
malam pertama nya
apakah Devan akan ketagihan dan bucin akut... hanya author yg tau...