Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya.
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Entah Apa Yang Merasukimu
Getaran ponsel membuyarkan lamunan mereka. Lama saling menatap, entah apa yang ada dalam pikiran Darren. Pria itu seolah mengambil kesempatan yang semakin menunduk mendekatkan bibirnya pada bibir Sera, tapi semua itu terhentikan karena benda pipih yang terus bergetar dalam saku celananya.
Darren segera menghindar begitupun dengan Sera, yang langsung bangun lantas duduk dengan perasaan yang tidak bisa diartikan. Sera, mulai salah tingkah apalagi ketika Darren bangkit dari ranjang yang berjalan ke luar balkon untuk menjawab teleponnya. Hanya beberapa menit sambungan teleponnya terputus, dan Darren kembali ke dalam kamar.
Sedetik, Sera langsung berbalik menghadap Lio, pura-pura merapikan baju Lio demi menghindari tatapan Darren. Si bayi mungil di hadapannya langsung tersenyum bibir kecilnya tertarik beberapa senti seolah sedang menertawakan ibu susunya.
Sera, mengangkat tubuh Lio dan perlahan menjatuhkan tubuh kecil itu dengan posisi tengkurep. Kedua tangan kecilnya Sera, biarkan menekuk seperti menahan beban tubuhnya, itu namanya Tummy time yang biasa dan harus sering dilakukan pada bayi dua bulan, untuk melatih keseimbangan. Namun, caranya itu malah membuat si ayah bayi heboh.
"Sera, apa yang kamu lakukan? Lio bisa sesak nafas nanti, dia pasti kesakitan." Darren mengomel.
"Ini namanya Tummy time. Makanya jangan kerja terus, sekali-kali cari tahu tentang perkembangan bayi, Lio tidak akan sesak, karena badannya ditahan oleh kedua tangannya, biar nanti Lio bisa mendongak dan mengangkat kepala dengan sendirinya."
Sera, menekuk kedua tangan mungil Lio yang dijadikan sandaran tubuh kecil itu. Lio, masih belum bisa menyeimbangkan hingga kepala kecilnya masih menunduk belum bisa bergerak apalagi mendongak.
"Nanti tangannya sakit, gimana kalau keseleo?" Darren, lagi-lagi heboh. Sera hanya memutar bola matanya malas sambil mengembuskan nafas.
"Kamu jadi ayah khawatiran terus. Namanya juga ini latihan, tidak usah khawatir semakin Lio besar, semakin aktif nanti. Terus kalau Lio jatuh karena belajar berjalan kamu heboh juga."
Darren langsung diam ketika di tandas Sera. Sera, terus menyemangati Lio dengan teriakan agar mendorong Lio supaya bisa dan mau bergerak.
"Lio, ayo Lio sayang ayo ... angkat kepalanya sayang." Dengan penuh semangat Sera, meneriaki Lio sampai tubuhnya menunduk. Namun, posisi tubuhnya itu membuat Darren salah tingkah karena memperlihatkan kedua gundukan kembar yang begitu menggoda.
Darren berdehem, sambil memalingkan wajahnya. Tapi, bayangan benda kenyal itu terus terbayang sehingga Darren terus menoleh yang ingin melihatnya.
"Ada apa?" tanya Sera, menyadari tingkah Darren.
"Tidak apa-apa." Darren melengos meninggalkan kamar. Sera, hanya bergidik lalu kembali fokus kepada Lio. Ia membangunkan Lio, membawanya ke dalam pangkuannya, satu tangannya menyembulkan buah d*da nya yang besar, yang sudah kencang karena ASI yang penuh.
Lio, langsung melahap puting merah jambu miliknya, yang menyesap ASI dengan lahap.
Saking laparnya, Lio menyesapnya dengan cepat.
"Lio, lapar, ya. Yang banyaknya nyusunya mumpung ASI nya banyak." Sera, bicara sambil menepuk-nepuk pantat Lio.
Sementara Darren, di dalam kamar ia melepas kemejanya, tubuhnya mendadak gerah mungkin efek melihat benda kenyal bulat itu. Apalagi juniornya yang sudah lama tidak tersalurkan. Selama Tamara hamil, sampai meninggal hingga sekarang.
Dulu, Darren bisa saja tahan, demi kesehatan Tamara dan juga Lio yang masih ada di dalam kandungan. Tamara, juga selalu menawarkan diri dan mengajaknya bercumbu tetapi Darren, selalu menolak dengan alasan Tamara sedang hamil.
Tapi kali ini hasratnya tidak lagi bisa menahan. Darren, benar-benar tidak kuat apalagi pedangnya yang meminta untuk dimasukkan kedalam lubang surgawi.
Kedekatannya dengan Sera, membuat jantungnya selalu terpompa lebih cepat. Jantungnya berdebar dengan hati yang tidak karuan. Semua itu berawal ketika di satu malam, saat Darren membujuk Sera untuk kembali menjadi ibu susu Lio.
Tragedi keran macet waktu itu mengguyur badannya, tanpa sadar baju tipis Sera, memperlihatkan aset berharganya. Dari kacamata hitam hingga segitiga biru yang membungkus aset penting milik Sera.
Darren benar-benar kacau, dan tidak bisa mengendalikan diri. Kini ia berada di bawah shower membiarkan kepalanya dan sekujur tubuhnya basah.
Darren, mematikan aliran shower lalu mengambil handuk untuk mengeringkan rambutnya. Dengan tubuh fullnaked, yang hanya mengenakan celana boxer, Darren berjalan keluar dari kamar mandi. Sambil melangkah ke sisi ranjang, dengan niat mengambil handphone, tetapi ... benda pipih itu tidak ada yang tertinggal di kamar sebelah.
"Handphoneku," ucapnya demikian. Lalu teringat jika ponselnya tertinggal di kamar Sera.
"Ya ampun ... kenapa harus tertinggal di sana, sih!" Darren menggerutu sambil menepuk jidatnya.
"Alex, ya ... aku suruh Alex mengambilnya." Lagi-lagi Darren lupa, bagaimana bisa menghubungi Alex jika ponselnya tidak ada. "O iya, satu lagi. Mana ponsel satu lagi." Darren mencari-cari ponsel satunya yang ia gunakan sebagai Evan, tapi Darren juga lupa menyimpan benda itu.
"CK, kemana lagi."
Darren, terus mengacak-acak seprei dan membuka semua laci. Tiba-tiba ketukan pintu terdengar dari luar. Darren, langsung menoleh ia terdiam sambil hatinya bertanya-tanya siapa di luar.
"Apa itu Alex?" Pikirnya, karena sebentar lagi mereka akan pergi menemui klien. Alex mengambil handuk yang tadi, yang langsung ia lilitkan ke pinggangnya. Rambutnya yang masih basah dan tubuh setengah t*lanjang ia berjalan ke arah pintu untuk membukanya.
Pintu terbuka lebar. Darren tertegun menatap Sera, yang berdiri di depannya, begitupun Sera yang mematung menatap Darren dalam keadaan tubuh yang hanya dibalut handuk.
Sedetik mereka saling diam sebelum akhirnya Sera tersadar. "Aku ke sini untuk mengembalikan ponselmu," ucapnya yang terbata-bata. Tangan kanannya terulur memberikan sebuah benda pipih 16 inch kepada Darren. Namun, benda itu tidak Darren ambil yang membuat Sera semakin heran.
"Kenapa kamu diam? Ini ponselmu." Sera, menarik tangan Darren, memberikan ponsel itu ke tangannya. Namun, Darren ia hanya membeku, dengan tangan yang menggenggam erat tangan Sera, sehingga wanita itu tidak bisa bergerak.
"Kau sengaja membayar ponselku? Apa kau ingin menggodaku? Kau bahkan tidak membawa Lio."
Sera, terbelalak. Mulutnya menganga yang langsung menarik tangannya agar terlepas dari genggaman Darren.
"Kamu bilang aku ingin menggodamu?" Sera bicara dengan intonasi tinggi. Matanya menyala dengan posisi tangan di atas pinggang. "Sekarang lihat dirimu. Kau hanya mengenakan handuk, sudah jelas kau yang ingin menggodaku."
Darren langsung menunduk, ia baru menyadari pakaiannya yang hanya mengenakan handuk. Lalu mendongak yang kembali menatap Sera.
"Kamu jelas-jelas menggodaku Tuan Darren. Aku tidak membawa Lio karena Lio sedang tidur. Dan aku kesini hanya untuk mengembalikan barangmu."
"Mau kemana kamu?" Darren menahan Sera, dengan cara menarik tangannya. Ketika Sera hendak pergi.
"Ya, kembali ke kamar kemana lagi. Lepaskan tanganmu."
"Aku tidak akan melepaskannya. Kamu pikir bisa dengan mudah pergi setelah datang kepadaku."
Mata Sera membola, tubuhnya tertarik ketika Darren menariknya ke dalam. Pintu tertutup, tubuhnya terbentur keras saat Darren mendorongnya ke sisi tembok. Ekspresi Darren kini terlihat menyeramkan, matanya menyala tajam, dengan kedua tangan yang mengunci tubuh Sera.
Sera, hanya diam, sambil menekan salivanya.
"Kamu mau ngapain? Aku tidak bisa lama-lama di sini, Lio di kamar sendirian aku tidak bisa meninggalkan Lio sendirian."
Sera, hendak kabur tapi Darren terlalu kuat, yang kembali membenturkan tubuh Sera ke sisi tembok.
"Sakit, ini penganiayaan namanya!"
"Kamu harus tanggungjawab," ucap Darren yang semakin tidak karuan. Tubuhnya kembali panas, dan wajahnya yang penuh dengan keringat.
"Tanggungjawab apa? Kamu pikir aku melakukan apa?"
"Diam ...," ucap Darren menempelkan telunjuknya pada bibir Sera. Seketika Sera terdiam, hatinya semakin tak karuan saat Darren terus memajukan wajahnya.
Sera, semakin membeku saat sentuhan dingin menempel lama di atas bibirnya. Ia tidak bisa berkata, saat Darren tiba-tiba mencivmnya. Tapi anehnya, Sera juga tidak bisa berontak tubuhnya seakan menerima apa yang sedang Darren lakukan.
"Tidak ... ini tidak benar."
Ya, kata hatinya berkata demikian. Tapi tubuhnya, seolah meminta untuk dijamah. Nafas Sera, naik turun, sesapan yang lembut membuatnya terbuai. Perlahan matanya terpejam ketika sentuhan itu semakin dalam.
Melihat Sera, yang tidak berontak Darren segera mengangkat kedua tangannya untuk mengunci kedua tangan Sera yang ia sandarkan ke sisi tembok. B1b1rnya semakin menyesap, dengan l1dah yang membelit, menyesap buah chery itu dengan lembut.