Rela meninggalkan orang yang dicintai demi keluarga. Dan yang lebih menyakitkannya lagi, mendapatkan suami yang penuh dengan kebencian. Itulah yang dirasakan Allesia. Allesia harus meninggalkan kekasihnya, ia dipaksa menikah dengan tunangan kakaknya, namanya Alfano. Alfano adalah pria yang sangat kejam. Kejamnya Alfano bukan tanpa alasan. Ia memiliki alasan kenapa ia bisa sejahat itu.
Apa yang membuat Alfano kejam dan kehidupan seperti apa yang akan Allesia jalani? Mari simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asni J Kasim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35
Ansel menatap Sevani. "Baru kali ini aku melihat bodguard menunduk takut" batin Ansel lalu menatap Alfano. Ia tersenyum kecut saat mengingat tendangan dan pukulan yang Sevani daratkan di tubuhnya.
Sevani hanya menunduk, ia takut Alfano akan memecatnya. Namun, ia berusaha untuk melawan rasa takutnya dan kembali berdiri tegap. "Tuan, aku yang membuat wajah Tuan itu babak belur" ungkap Sevani dengan jujur, ia menarik bagian bawah baju jaketnya.
Ansel membulatkan matanya. "Sial! Aku berencana membelanya dan dia menginjak harga diriku" umpat Ansel dalam hati.
Alfano dan Allesia menahan tawa. "Apa alasanmu memukulnya?" tanya Alfano menyelidik. Ia melipat kedua tangannya di dada agar Sevani menjawabnya dengan jujur.
"Tuan itu datang ke sekolah, dia mencari Nona Lusia dan Tuan muda Afro. Aku mengiranya orang jahat, lalu aku menendang dan meninju wajahnya" jelas Sevani.
"Hahahahahaha" tawa Allesia bersamaan dengan Alfano.
"Ansel... Ansel. Aku tidak menyangkah kau akan kalah" ledek Alfano.
"Minta dia pulang, aku malas melihatnya. Aku berencana membelanya dan dia menjawab jujur" ujar Ansel dengan kesal.
"Maafkan aku Tuan" ujar Sevani, ia menunduk meminta maaf.
"Sevani, terimakasih karena kamu sudah menjaga anak-anakku dengan baik. Sekarang kamu pulang dan beristrahatlah" kata Allesia dengan senyum.
"Baik Nyonya" balas Sevani lalu membalikan badan, keluar menuju pintu utama.
Ansel menatap punggung Sevani sampai tak terlihat. "Cantik tapi nyebelin" batin Ansel. Ansel kembali menatap Alfano dan juga Allesia.
"Kalian berdua tega sekali. Bisa-bisanya kalian pindah rumah dan tidak memberitahuku..." gerutu Ansel.
"Kamu yang salah. Kenapa kamu tidak menghubungi kami jika ingin datang" balas Alfano dengan enteng.
"Dari mana kamu ta---" Allesia tidak melanjutkan pertanyaannya saat Alfano menatapnya tajam.
"Jangan berbicara dengan matanmu. Aku yakin dia masih mencintai mu" ujar Alfano. "Sekarang kamu temani anak-anak di kamar" titahnya.
"Hei... pikiranmu jahat sekali!" seru Ansel mendengus kesal.
Allesia mendengus kesal. Ia tersenyum saat melihat raut wajah Ansel. Seketika senyum itu menghilang saat Alfano menatapnya tajam dan intens. Dengan segera, Allesia berlari menaiki anak tangga menuju kamar putri dan putranya.
"Jangan menatapku seperti itu..." ketus Alfano saat Ansel menatapnya tajam.
"Jangan menakutinya. Apa kamu ingin dia pergi lagi" ujar Ansel, ia menyandarkan kepalanya di sofa.
"Aku tidak akan membiarkannya pergi" balas Alfano lalu berpindah tempat, ia duduk di samping Ansel.
"Aku kangen kamu..." tiba-tiba Alfano memeluk Ansel.
"Lepaskan aku... aku masih normal!" teriak Ansel. Ia berusaha melepaskan tangan Alfano.
"Akupun masih normal" balas Alfano lalu melepaskan pelukannya.
"Lalu kenapa kamu memelukku!" ketus Ansel.
"Hehehehehehe" Alfano terkekeh. "Hanya kangen saja" balasnya. Ia berdiri mengambil anggur di lemari yang tak jauh dari tempat duduk.
-----
Waktu menunjukan pukul 17:00, Allesia sedang sibuk di dapur. Ia memasak makanan khas Italia. Gnocchi dan Fusilli, itulah nama makanan yang ia masak. Gnocchi adalah pasta yang terbuat dari kentang sedangkan Fusilli adalah pasta yang berbentuk spiral. Selang beberapa puluh menit, makanan sudah siap dan tinggal disajikan diatas meja makan.
"Wah.. enak sekali" ujar Ansel yang tiba-tiba datang. Ia menghampiri Allesia yang tengah menyajikan makanan di atas meja.
"Ansel... jangan mendekati istriku..." teriak Alfano dengan kesal. Ia berdiri diantara keduanya.
"Daripada kalian berdebat di sini, mending kalian mandi lalu ajak Lusia dan Afro untuk turun makan malam" titah Allesia.
"Ini semua karena kamu..." gerutu Ansel.
"Apa katamu!" Alfano membulatkan matanya. "Ini semua salahmu..." balas Alfano, ia melingkarkan tangannya dileher sahabatnya lalu mencengkramnya dengan kuat.
"Sampai kapan kalian akan berdebat di situ...!" teriak Allesia. Ia mengambil spatula lalu mengarahkannya ke Alfano dan juga Ansel.
"Kabur... gorila marah" ledek Alfano. Alfano dan Ansel berlari menaiki anak tangga.
"Ya ampun... aku bisa gila jika tinggal dengan mereka" ujar Allesia dengan kesal. Allesia kembali melanjutkan pekerjaannya, ia membersihkan setiap sudut dapur dan peralatan memasak. Tak lupa ia merapikan kursi yang ada di ruang makan.
Setelah selesai memberereskan dapur dan meja makan, Allesia menaiki anak tangga lalu masuk ke dalam kamarnya. Di dalam kamar, ia mendapati suaminya sedang memakai baju. Allesia menghentika langkahnya. "Dia suamiku, kenapa aku harus malu" batinnya lalu melanjutkan langkahnya menghampiri suaminya.
"Tumben tidak berteriak" ujar Alfano sembari menautkan kedua alisnya.
"Aku sengaja tidak berteriak. Kapan aku bisa hidup bebas di kamar ini jika aku terus berteriak" balas Allesia lalu masuk ke dalam kamar mandi.
"Sepertinya dia mulai beradaptasi dengan lingkungan baru" gumam Alfano. Setelah selesai, Alfano melangkahkan kaki menuju ruang kerjanya yang ada di dalam kamar mereka. Ia membuka buku album yang selalu ia bawa-bawa.
Cek-lek... Allesia membuka pintu kamar mandi setelah 15 menit berada di dalam. Ia berjalan keluar dengan handuk selutut yang menutupi tubuhnya. "Aku harus membuang rasa maluku. Toh dia suamiku bukan orang lain" batin Allesia saat melangkah keluar dari kamar mandi.
Di ruang kerja. Samar-samar Alfano melihat istrinya berjalan hanya mengenakan handuk. "Aku sudah melihatnya dua kali tapi kenapa aku tidak bisa menahan hawa nafsuku" umpat Alfano. Ia mengacak rambutnya hingga terlihat kacau. Alfano beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri istrinya yang sedang mengambil pakaian di lemari.
"Apa kamu ingin menggodaku" ujar Alfano yang tiba-tiba melingkarkan tangannya di pinggang Allesia.
"Tidak! Aku tidak berniat menggodamu...!" ketus Allesia. Semakin ia memberontak semakin ada sesuatu yang aneh dibalik celana Alfano. Dengan terpaksa, Allesia berdiam diri dan membiarkan Alfano menikamati bau sampo yang ia pakai.
"Jangan seperti ini lagi. Aku takut mengingkari janjiku" bisik Alfano ditelinga istrinya.
Allesia bergidik saat hembusan napas suaminya seakan mengenai daun telinganya. "Iya, aku tidak akan keluar dengan handuk lagi" balas Allesia.
Alfano melepaskan tangannya lalu membalikan badan menuju pintu kamar, ia keluar menuju kamar putrinya. Di dalam kamar, ada Ansel, Lusia dan juga Afro yang tengah belajar.
"Belajar yang giat. Jangan seperti Paman yang kerjaannya hanya jalan-jalan" ujar Alfano berdiri di depan pintu.
"Apa katamu.." Ansel menggeram kesal.
"Paman, apa betul yang dikatakan ayah?" tanya Lusia, ia menatap Ansel penuh tanya.
"Paman, jika Paman hanya jalan-jalan lalu siapa yang memberi Paman uang?" tanya Afro.
"Kalian berdua jangan percaya sama apa yang dikatakan oleh ayah kalian. Ayah kalian ini" Ansel menatap Alfano lalu kembali menatap Lusia dan Afro. "Dia pernah gila" bisik Ansel.
"Hahahahahaha" tawa Lusia dan Afro.
"Apa yang kamu bisika pada anakku...!" seru Alfano dengan kesal. Ia berjalan dengan cepat lalu duduk disamping anaknya.
"Apa ayah pernah gila?" tanya Lusia.
Jleb... Alfano membulatkan matanya.