Zhao Liyun, seorang pekerja kantoran modern yang gemar membaca novel, tiba-tiba menyeberang masuk ke dalam buku favoritnya. Alih-alih menjadi tokoh utama yang penuh cahaya dan keberuntungan, ia malah terjebak sebagai karakter pendukung wanita cannon fodder yang hidupnya singkat dan penuh penderitaan.
Di dunia 1970-an yang keras—era kerja kolektif, distribusi kupon pangan, dan tradisi patriarki—Liyun menyadari satu hal: ia tidak ingin mati mengenaskan seperti dalam buku asli. Dengan kecerdikan dan pengetahuan modern, ia bertekad untuk mengubah takdir, membangun hidup yang lebih baik, sekaligus menolong orang-orang di sekitarnya tanpa menyinggung jalannya tokoh utama.
Namun semakin lama, jalan cerita bergeser dari plot asli. Tokoh-tokoh yang tadinya hanya figuran mulai bersinar, dan nasib cinta serta keluarga Liyun menjadi sesuatu yang tak pernah dituliskan oleh penulis aslinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Jejak Baru di Atas Luka Lama
Matahari musim semi mulai menunjukkan kekuatannya, menghangatkan bumi yang masih menyimpan bekas dinginnya musim salju. Tapi di Desa Qinghe, hawa hangat itu seakan berhenti di ambang pintu rumah Lin Xiaomei.
Sejak peristiwa pengadilan, Xiaomei seperti kehilangan cahayanya. Dia masih secantik dulu, tapi senyumannya tidak lagi merekah lebar, dan matanya kehilangan kilau percaya diri yang dulu menjadi ciri khasnya. Yang lebih menyakitkan, Chen Weiguo—pria yang selama ini menjadi pusat dunianya—sekarang menjaga jarak.
"Kenapa kau menghindariku, Weiguo?" tanyanya suatu sore, memaksakan diri untuk mendekatinya di ladang.
Chen Weiguo mengangkat bahu, matanya tidak mau bertemu. "Aku tidak menghindari. Hanya sibuk."
Tapi mereka berdua tahu itu bohong. Kebenarannya terletak pada apa yang tidak terucap: bahwa Weiguo tahu Xiaomei membantu Liyun, dan itu membuatnya bingung. Dalam pikirannya yang sederhana, seharusnya Xiaomei membenci Liyun, bukan membantunya. Apalagi setelah dia sendiri mulai mempertanyakan perasaannya pada Liyun.
"Kau marah karena aku membantu Zhao Liyun?" tanya Xiaomei, suaranya bergetar.
Weiguo akhirnya menatapnya. "Tidak. Aku hanya... tidak mengerti."
"Tidak mengerti apa?"
"Mengapa kau membantunya? Setelah semua yang terjadi? Setelah..." Dia tidak menyelesaikan, tapi maksudnya jelas: setelah Liyun merebut perhatiannya.
Xiaomei menarik napas dalam. "Karena itu yang benar, Weiguo. Bahkan aku tahu ketika seseorang berusaha dijatuhkan dengan cara yang tidak adil."
Jawaban itu membuat Weiguo terdiam. Dia memandangi Xiaomei seolah melihatnya untuk pertama kalinya. Selama ini, dia selalu menganggap Xiaomei sebagai gadis manis yang perlu dilindungi. Tapi sekarang, dia melihat ada kekuatan dalam keputusannya—sebuah prinsip moral yang tidak goyah oleh kecemburuan pribadi.
Sementara itu, Zhao Liyun perlahan tapi pasti membangun kembali rutinitasnya. Tapi sesuatu telah berubah dalam caranya berinteraksi dengan warga desa. Dia tidak lagi berusaha keras untuk diterima. Sebaliknya, dia fokus pada pekerjaannya, membantu yang membutuhkan bantuan, dan menjaga jarak yang sehat.
"Kau menjadi lebih pendiam," kata Wu Shengli suatu malam ketika mereka duduk di depan gubuk Liyun.
Liyun tersenyum kecil. "Aku belajar bahwa tidak semua orang perlu menjadi teman. Cukup saling menghormati."
"Tapi kau masih membantu mereka."
"Karena itu hal yang benar untuk dilakukan, bukan karena aku ingin disukai."
Kedewasaan baru ini tidak luput dari perhatian warga desa. Mereka yang dulu ragu-ragu sekarang memandang Liyun dengan rasa hormat yang berbeda—bukan karena takut atau ingin mendapatkan sesuatu, tapi karena pengakuan akan integritasnya.
Suatu pagi, Lin Xiaomei yang biasanya menghindar, justru mendatangi Liyun di dapur kolektif. "Aku ingin belajar caramu mengawetkan sayuran," katanya, wajahnya sedikit memerah.
Liyun terkejut, tapi segera tersenyum. "Tentu. Aku akan dengan senang hati mengajarmu."
Mereka menghabiskan pagi itu bersama, tangan mereka sama-sama sibuk mengolah sayuran. Awalnya canggung, tapi perlahan percakapan mulai mengalir.
"Kenapa kau membantuku waktu itu?" tanya Liyun akhirnya, menanyakan pertanyaan yang telah lama mengganggunya.
Xiaomei berhenti bekerja, menatap tangannya yang sekarang berbau bawang. "Karena... karena aku ingat bagaimana rasanya ketika semua orang memandangmu dengan kecurigaan." Dia berhenti sejenak. "Dan karena aku sadar, kita tidak harus menjadi musuh hanya karena... karena seorang pria."
Pengakuan jujur itu membuka jalan untuk sesuatu yang baru di antara mereka—bukan persahabatan, tapi mungkin sebuah gencatan senjata, sebuah pengakuan bahwa mereka bisa hidup berdampingan tanpa harus saling menjatuhkan.
Chen Weiguo, yang diam-diam mengamati mereka dari kejauhan, merasa seperti melihat pemandangan yang mustahil. Dua wanita yang selama ini bersaing untuk perhatiannya, sekarang justru bisa bekerja sama dengan tenang. Dan anehnya, pemandangan itu justru membuatnya merasa... tidak penting.
Malam itu, dia menemui Xiaomei. "Aku minta maaf," katanya. "Aku telah memperlakukanmu tidak adil."
Xiaomei memandanginya, dan untuk pertama kalinya, dia tidak merasakan getaran hati yang biasa. "Kita semua berubah, Weiguo. Mungkin... mungkin itu hal yang baik."
Perubahan-perubahan kecil ini bagai benih yang mulai tumbuh di antara puing-puing konflik lama. Tidak dramatis, tidak mencolok, tapi perlahan mengubah lanskap hubungan di Desa Qinghe.
Bagi Zhao Liyun, ini adalah pelajaran berharga: bahwa setelah badai berlalu, yang tersisa bukan hanya kerusakan, tapi juga tanah yang lebih subur untuk menanam sesuatu yang baru. Dan mungkin, justru di atas luka-luka itulah, kedamaian sejati bisa dibangun—bukan yang sempurna, tapi yang tulus dan kuat karena telah melalui ujian.
Saat dia memadamkan lentera dan bersiap tidur, dia merasa lega. Musim semi benar-benar telah tiba—tidak hanya untuk alam, tapi juga untuk hatinya. Dan untuk pertama kalinya sejak datang ke dunia ini, dia tidak takut dengan apa yang akan dibawa oleh musim berikutnya.