Setelah lama merantau, Nira pulang ke kampung halaman dengan membawa kabar mengejutkan. Kehamilannya yang sudah menginjak enam bulan.
Nira harus menerima kemarahan orang tuanya. Kekecewaan orang tua yang telah gagal mendidik Nira setelah gagal juga mendidik adiknya-Tomi, yang juga menghamili seorang gadis bahkan saat Tomi masih duduk di bangku SMA.
Pernikahan dadakan pun harus segera dilaksanakan sebelum perut Nira semakin membesar. Ini salah. Tapi, tak ingin lebih malu, pernikahan itu tetap terjadi.
Masalah demi masalah pun datang setelah pernikahan. Pernikahan yang sebenarnya tidak dilandasi ketulusan karena terlanjur ‘berbuat’ dan demi menutupi rasa malu atas aib yang sudah terlanjur terbuka.
Bisakah pernikahan yang dipaksakan karena sudah telanjur ada ‘orang dalam’ perut seperti itu bertahan di tengah ujian yang mendera?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yesstory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Untuk Bersenang-Senang
Tomi memarkirkan motornya di pelataran depan Kafe. Turun dari motornya, Tomi merapikan rambut juga penampilannya. Dengan senyuman manisnya, ia melangkah masuk ke dalam Kafe.
Matanya mengedar, mencari seseorang, dan matanya terpaku pada satu orang yang tengah duduk sendirian di pojok Kafe.
“Hai, Sayang.” Tomi menyapa, tersenyum manis.
Mela balas tersenyum,” Kamu selalu tampan, Tom,” godanya.
Tomi duduk di seberang Mela,” Pujianmu membuatku melayang tinggi menembus atap Kafe ini.”
Mela terkekeh,” Udah pesan belum?”
Tomi menggeleng. Mela mengangkat tangannya pada salah satu pelayan Kafe yang berada tak jauh darinya.
“Es kopi hitam ya, Kak,” ucap Mela.
Pelayan itu mengangguk dan melangkah pergi.
“Kamu ingat minuman kesukaanku kalau lagi di Kafe begini.” Tomi menatap lekat Mela yang hari ini memakai gaun pendek nan menggoda matanya.
Mela tersenyum.
“Bagaimana Fitri?”
Tomi mendesah kesal,” Bisa nggak kita nggak usah sebut namanya kalau lagi berdua?”
Mela menggeleng,” Terus mau ngomongin apa? Ngomongin kita?”
“Apa aja. Asal jangan bahas pasangan kita masing-masing di sini. Eh tunggu. Kamu bilang Egan akan pulang minggu ini. Apa itu artinya ini pertemuan terakhir kita sebelum Egan pulang?”
Mela terdiam sebentar. Pelayan mengantarkan pesanan.
“Egan nggak jadi pulang.”
Tomi terdiam, menatap raut wajah Mela yang sendu,” Kenapa?”
Mela mengedikkan bahu,” Nggak tahu. Dia ngabarin kalau minggu ini, bulan ini, dan tahun ini nggak pulang. Dia bilang harus menggantikan kru kapal yang ijin menemani istrinya melahirkan.”
Tomi menyeruput kopinya perlahan,” Kamu percaya dengan alasannya?”
“Aku nggak tahu, Tom.”
“Jangan-jangan dia punya istri lain selain kamu.”
Mela menatap Tomi,” Nggak mungkin.”
“Apanya yang nggak mungkin? Dalam agama kita, sah aja seorang pria punya istri lebih dari satu. Kalau nggak bisa nikah secara negara, ia bisa menikah siri. Tanpa perlu tahu istri pertama. Itu sangat memungkinkan, Mel.”
“Tapi Egan nggak mungkin kayak gitu.” Mela menggeleng.
“Mana tahu. Bisa aja ‘kan? Maaf, kalau kata-kataku ini nyakitin kamu, Mel. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, seorang pria itu punya kebutuhan biologisnya sendiri. Saat istrinya tak ada di rumah, bisa saja ia mencari wanita lain sekedar menyalurkan kebutuhannya itu. Kebutuhan itu kadang nggak bisa ditahan atau dilakuin sendiri. Dan Egan, kamu sama dia nggak ketemu udah dua tahun lebih. Harusnya Egan pulang jika dia cuma punya kamu. Dia pasti kangen sama kamu. Kangen sama tubuhmu. Tapi, saat waktunya dia pulang, dia malah mau menggantikan temannya yang cuti. Aku jadi meragukan kesetiaannya sama kamu.”
Mela terdiam, meminum minumannya dengan mata tertunduk ke bawah. Ia tahu itu. Tahu kalau ada kemungkinan Egan selingkuh atau lebih beratnya punya istri lain. Tapi, saat Tomi yang mengatakannya, ia merasa sakit hati. Ia ingin menyangkal, tapi dugaan Tomi nggak sepenuhnya salah. Ada kemungkinan Egan melakukan itu di sana.
“Kamu masih telponan sama dia?”
Mela mengangguk,” Sering.”
“Dia bilang apa?”
“Kangen.”
“Udah gitu aja? Phone sex?”
Mela menggeleng,” Nggak pernah.”
Tomi menyeringai,” Terus dia salurin kemana kebutuhan biologisnya? Main sendiri? Oke. Kalau kamu sama dia nglakuin phone sex, itu bisa sedikit membantu walau nggak puas. Tapi, dia normal ‘kan?”
“Kamu nggak usah menyudutkan dia, Tom. Dia memang nggak pernah ngajakin itu. Tapi, aku … aku ingin percaya kalau dia nggak akan nglakuin itu sama wanita lain.” Mela menatap meja dengan mata berkaca-kaca.
“Oh ayolah, Mel. Kalian menikah. Hubungan jarak jauh. Nggak usah mikirin Egan deh. Kamu sendiri juga punya kebutuhan biologis yang nggak bisa dipenuhi Egan. Siapa yang memenuhinya? Aku. Dan Egan juga di sana pasti gitu. Dia pasti punya wanita untuk menyalurkan kebutuhannya.”
Mela mengusap air mata yang turun di pipinya,” Kalau gitu, aku juga nggak peduli. Toh aku juga nggak tahu apa yang dilakukan Egan di sana. Yang terpenting, aku istrinya. Dan dia tetap memberikanku nafkah.”
Tomi menghela napas sedih, melihat Mela yang pura-pura tegar walau hatinya hancur dan rapuh di dalam sana.
Mela menatap Tomi, tersenyum sendu,” Setiap membicarakan dia, aku selalu emosional. Satu sisi, aku selalu ingin membantah semua ucapanmu tentang Egan, tapi di sisi lain, semua ucapanmu bisa saja benar. Siapa yang tahu.”
Tomi meraih tangan Mela dan menggenggamnya,” Biarkan begini. Maaf, kalau aku mengatakan hal yang membuatmu makin sedih. Aku juga emosi saat tahu Egan nggak jadi pulang padahal kamu merindukannya. Tapi, di saat bersamaan aku juga merasa lega karena itu artinya kamu nggak menjauh dariku.”
“Aku tahu. Kamu cuma ingin menyadarkanku kalau Egan sebenarnya bukan suami yang baik. Dan aku tahu kamu berharap aku sama Egan cerai. Iya ‘kan?”
Tomi mengangguk,” Kalau kamu cerai, aku juga akan cerai. Kita bisa bersama.”
Mela menggeleng, tersenyum lirih,” Kita sekarang juga bersama, Tom.”
“Kalau kita sama-sama berpisah sama pasangan masing-masing, apa kita nggak bisa menikah?”
“Pikiranmu terlalu jauh. Kenapa kita harus memikirkan hal sulit seperti itu? Mending kita seperti ini. Terikat pernikahan masing-masing, tapi masih bisa bersama.”
“Jujur, aku keberatan jadi selingkuhanmu, Mel.”
“Aku juga keberatan jadi selingkuhanmu, Tom.”
“Kalau gitu, kenapa nggak mau nikah sama aku?”
Mela menaikkan satu alisnya,” Kamu bahas masa lalu apa masa depan?”
“Dua-duanya. Dulu, kamu nggak mau menikah denganku. Dan di masa depan pun, kamu juga nggak mau nikah sama aku. Iya ‘kan?”
Mela melepas genggaman tangan Tomi,” Apa kamu pikir kalau aku gagal dalam pernikahan ini, aku akan semudah itu menikah lagi sekalipun kamu yang jadi calon suaminya?”
“Karena aku nggak sekaya Egan?”
Mela menggeleng,” Uang memang penting. Tapi, nggak selamanya kebahagiaan itu dibeli pakai uang. Kalaupun bisa, bahagianya pasti pas mendapatkannya. Setelah di dapat, jadi biasa aja.”
“Terus kenapa nggak mau nikah lagi sama aku?”
Mela tertawa lirih,” Tom, please. Aku nggak mau bahas ini sama kamu. Udah gini aja. Aku menikah sama Egan. Kamu menikah sama Fitri. Kita bersenang-senang. Apa itu nggak cukup membahagiakan?”
Tomi membuang pandangan. Hatinya terasa sakit. Lagi. Ia ditolak Mela. Tapi, walau begitu, ia tak bisa menjauh dari Mela. Ia mencintainya sejak dulu.
“Fitri gimana? Kamu sama dia baik-baik aja?” Mela menyeruput kembali minumannya.
“Ya gitu.”
Mela bersandar di kursi, menyilangkan tangan, menatap Tomi,” Mau bersenang-senang setelah ini?”
Tomi melihat Mela, melihat senyuman miring wanita itu,” Temanya?”
“Kamu bebas pilih. Atau kita membelinya setelah ini dan akan langsung kupakai saat kita berdua. Anggap saja, aku sedang melampiaskan rasa kecewa dan amarah karena Egan nggak jadi pulang. Dia malah mengirimkan lebih banyak uang agar aku bisa belanja sepuasnya.”
Tomi tertarik,” Dia pikir kamu bahagia hanya dengan belanja sepuasnya?”
Mela mengedikkan bahunya,” Dia tahunya begitu.”
Tomi memajukan wajahnya dan berkata pelan,” Dia nggak tahu kalau istrinya sekarang sudah liar dan cukup memuaskan bagi pria lain.”
Mela tersenyum malu sambil menatap ke sekitarnya, takut ada yang mendengar ucapan Tomi barusan.
“Oke. Kita ke kota sebelah. Aku yang akan pilihkan temanya. Sepakat?”
Mela mengangguk,” Sepakat.”
Mereka lantas pergi meninggalkan Kafe. Dengan mengendarai motor sport milik Tomi, Mela memeluk erat pinggang Tomi. Ada kehangatan tersendiri saat melakukannya di atas motor.
Mereka pergi ke kota sebelah. Ke sebuah Mall yang menjual pakaian dalam pria dan wanita. Keduanya masuk dengan bergandengan tangan.
Pelayan toko tersebut menyambut ramah, mengira mereka sepasang suami istri baru. Mela mengijinkan Tomi memilih pakaian untuknya. Apa saja. Mela ingin membahagiakan dirinya sendiri dan juga Tomi hari ini.
Rasa kecewa, amarah, dan curiga pada Egan, membuat Mela bersemangat untuk melampiaskannya pada Tomi. Ia tak peduli lagi dibilang haus belaian atau pengganggu rumah tangga orang. Ia hanya ingin bahagia.
Selesai berbelanja, mereka memesan sebuah kamar di hotel melati pinggir jalan. Mereka sengaja tak memesan kamar di hotel mewah karena urusan administrasi yang cukup ketat.
Mereka mencari aman dan mudah sekaligus murah. Semua itu tentu menggunakan uang Egan. Egan berharap Mela bahagia walau tak jadi pulang.
Ya. Mela bahagia. Tapi bersama Tomi, suami orang lain.
“Pakailah.”
Ucapan Tomi layaknya perintah begitu mereka memasuki kamar. Mela berjinjit, mengecup pipi Tomi, lalu berlari kecil masuk ke dalam kamar mandi. Tomi tersenyum lebar. Ia melangkah ke arah ranjang, siap menunggu Mela dengan pakaian pilihannya.
Tak lama, pintu kamar mandi terbuka. Mela keluar dari sana. Tomi memelototkan matanya, menatap keindahan yang terpampang di depannya.
“Gila. Cantik banget kamu, Sayang. Nggak salah pilih aku,” geleng Tomi terpukau dengan penampilan Mela yang begitu menggoda.
Mela berjalan pelan mendekati Tomi,” Kalau begitu, bahagiakan aku hari ini, Sayang.”
Tomi mengangguk, melakukan apa yang mau dia lakukan. Mela juga tak mau pasrah. Ia melawan. Perlawanan yang disukai Tomi. Dan di dalam kamar, hubungan terlarang itu terus berlangsung. Walau salah, walau dosa, tapi bagi sepasang manusia yang tak bisa lagi menahan hawa nafsu, rasanya terasa indah saja.
Memberikan segala pembelaan yang mereka punya agar orang memaklumi hubungan terlarang mereka, padahal mereka melakukannya secara sadar atas dasar keinginan mereka sendiri dan mereka juga sadar kalau itu terlarang.