Setelah dua tahun menikah, Laras tidak juga dicintai Erik. Apapun dia lakukan untuk mendapatkan cinta suaminya tapi semua sia-sia. Laras mulai lelah, cinta Erik hanya untuk Diana. Hatinya semakin sakit, saat melihat suaminya bermesraan dengan Dewi, sahabat yang telah dia tolong.
Pengkhianatan itu membuat hatinya hancur, ditambah hinaan ibu mertuanya yang menuduhnya mandul. Laras tidak lagi bersikap manja, dia mulai merencanakan pembalasan. Semua berjalan dengan baik, sikap dinginnya mulai menarik perhatian Erik tapi ketika Diana kembali, Erik kembali menghancurkan hatinya.
Saat itu juga, dia mulai merencanakan perceraian yang Elegan, dibantu oleh Briant, pria yang diam-diam mencintainya. Akankah rencananya berhasil sedangkan Erik tidak mau menceraikannya karena sudah ada perasaan dihatinya untuk Laras?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Kejadian Yang Begitu Cepat
Mobil itu terus mengikuti Laras sampai Laras berhenti di sebuah Cafe. Laras belum mengetahui akan keberadaan mobil yang mengikutinya itu. Jalanan pun cukup ramai sehingga tidak ada yang perlu dicurigai.
Seseorang menatapnya dengan penuh dendam dari dalam mobil itu. Kedua tangan mencengkeram setir mobil dengan begitu kuat. Laras akan membayarnya, dan hari ini akan menjadi akhir hidupnya kesempatan itu datang dan tak akan dia sia-siakan
Laras duduk di salah satu sudut kafe, menata map dokumen di atas meja. Ia memesan secangkir cappuccino dan mulai membaca ulang draft kontrak yang harus segera ditandatangani sebelum ia bertemu Pak Nugraha. Fokusnya terpecah antara pekerjaan dan suara-suara sekitar. Ia belum menyadari bahwa seseorang sedang memperhatikannya—bukan dari mobil tadi, tapi dari dalam kafe itu sendiri.
Briant. Ia memperhatikan Laras dari kejauhan. Tatapannya penuh tanya, dan ada keraguan dalam geraknya. Ia tak menduga bisa bertemu dengan wanita itu di sini. Laras tampak anggun seperti biasanya, memesona tanpa perlu usaha lebih. Ia sadar, bukan dia saja yang terpaku melihat wanita itu. Beberapa pria lain pun tampak memperhatikan Laras dengan cara yang tak bisa ditutupi.
"Istri orang benar-benar mempesona," gumamnya pelan. Ia meraih gelas kopinya dan berdiri. Ia tahu, jika ia tak segera bergerak, mungkin ada pria lain yang lebih berani mendekatinya duluan.
Ia mendekat dengan langkah ringan, kemudian berdehem pelan.
"Hm."
Laras mendongak. Matanya membulat.
"Pak Nugraha?" ucapnya dengan nada basa-basi, lalu menoleh ke sekeliling, memastikan tak ada yang memperhatikan mereka. "Tak menyangka bertemu dengan Anda di sini."
Brian tersenyum kecil.
"Saya juga tak menduga, Bu Laras. Bolehkah saya bergabung?"
Laras tampak ragu sesaat.
"Tentu saja, asalkan tidak ada yang salah paham," katanya akhirnya.
"Tidak akan ada yang seperti itu," jawab Brian cepat sambil duduk.
"Saya kira saya salah lihat tadi. Bu Laras sendirian... Apakah sedang menunggu klien lain? Saya bisa pergi jika—"
"Tidak, saya hanya mencari tempat tenang supaya bisa berkonsentrasi," sahut Laras sambil merapikan berkas-berkas dan memasukkannya kembali ke dalam map.
"Wah, kalau begitu saya merasa mengganggu." Namun Brian tetap duduk, tak berniat pergi. Bisa bertemu dengan Laras di tempat seperti ini, tanpa sengaja, terasa seperti takdir. Meski terdengar konyol, apalagi mengingat Laras sudah bersuami.
Ia pura-pura melirik ke sekeliling. "Suamimu tidak di sini, kan?"
"Tidak," Laras menghela napas. "Erik sedang sibuk. Tapi kami berencana mengadakan pesta perusahaan, dan kami ingin mengundang Pak Nugraha. Anggap saja ini undangan makan malam yang dulu sempat tertunda."
"Wah, saya merasa sangat terhormat. Tentu saya akan datang. Saya juga ingin bertemu Pak Erik." Tapi dalam hati, Briant tak ingin membahas bisnis. Ia hanya ingin melihat langsung pria yang menurutnya terlalu bodoh untuk bisa menghargai istri seperti Laras.
"Saya yakin Erik akan senang mendengar itu," jawab Laras dengan senyum tipis. Ia berusaha menyembunyikan ketegangan. Rumah tangganya memang jauh dari kata harmonis, tapi ia bukan tipe orang yang mencampur aduk urusan pribadi dan pekerjaan.
"Bagaimana kalau kita berbincang sambil makan siang?"
"Tentu, tapi… apa Pak Nugraha tidak sedang menunggu seseorang? Mungkin... kekasih Anda?"
Brian tertawa pelan.
"Saya belum memiliki kekasih, Bu Laras. Saya terlalu sibuk, terlalu mencintai pekerjaan hingga tak sempat mencari pasangan."
"Sayang sekali. Tapi jangan sampai pekerjaan membuat Anda menyia-nyiakan masa muda. Maaf kalau saya lancang, saya hanya berharap Anda tidak salah paham."
"Tidak sama sekali. Saya justru berterima kasih. Kata-kata Bu Laras mengingatkan saya bahwa manusia memang tak pernah puas. Semakin kita mengejar materi, semakin kita merasa kurang."
Laras menunduk sedikit, merasa tak nyaman karena merasa terlalu terbuka.
"Jadi, bagaimana? Makan siang denganku?"
Laras hendak menjawab, tapi suara ponsel menginterupsi. Ia menatap layar, nama Erik muncul di sana. Ia menatap Brian sejenak, lalu menerima panggilan itu.
"Ada apa? Bukankah aku sudah bilang jangan mengganggu?"
"Bisakah kau kembali ke kantor sekarang? Aku butuh bantuanmu untuk menyiapkan berkas."
"Baiklah. Aku akan segera kembali."
"Tunggu, Laras," Pinta Erik sebelum Laras menutup telepon.
"Apalagi?" Sekalipun di hadapan Briant, dia tidak ragu untuk bersikap sinis pada Erik karena dia merasa tidak perlu bersikap manis sebab itu memuakkan. Lagi pula, Briant pasti sudah tahu pernikahan menyedihkannya.
"Tidak. Aku akan mengirimkan beberapa gambar untukmu. Aku ingin kau mengambil keputusan saat di perjalanan kembali dan begitu kau tiba di kantor, aku ingin tahu jawabannya."
"Gambar apa?" Dahi mengernyit, dia tak mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh Erik.
"Kau akan tahu nanti dan aku harap kau memilih antara satu."
"Apa ada yang lainnya?" Entah Gambar apa, dia tidak peduli.
"Tidak, segeralah kembali. "
Tanpa menunggu, Laras langsung menutup telepon. Dan pada saat itu Erik mengirimkan beberapa gambar perhiasan untuknya juga sebuah pesan yang memintanya untuk memilih salah satu dari perhiasan itu. Laras diam saja. Dia sedang memikirkan apa maksud Erik. Dia curiga ada maksud terselubung karena tak biasanya Erik memberinya hadiah.
"Apa dari suamimu?" Tanya Briant, mengalihkan perhatiannya.
Ia menoleh pada Brian.
"Ya, aku minta maaf karena sepertinya aku tidak bisa menerima ajakan makan siangmu. Aku harus kembali ke kantor."
"Sayang sekali. Semoga lain kali kita bisa menghabiskan waktu bersama."
"Semoga saja. Senang bisa berjumpa denganmu, Pak Nugraha."
"Begitu juga denganku." Brian tersenyum, memperlihatkan senyuman menawannya. Tapi bagi Laras, senyum itu tak berarti apa-apa.
---
Laras keluar dari kafe, berjalan cepat ke seberang jalan tempat mobilnya terparkir. Ia menatap kiri-kanan, memastikan tak ada kendaraan, lalu mulai menyeberang.
Tanpa ia sadari, sebuah mobil yang tadi mengikutinya perlahan keluar dari tempat parkir. Mesin meraung. Gas diinjak dalam-dalam. Mobil itu melaju kencang, mengarah lurus ke tubuh Laras.
Dari depan kafe, Brian baru saja keluar ketika ia melihat mobil itu melaju tak terkendali.
"LARAS!" teriaknya panik sambil berlari.
Laras menoleh. Matanya membelalak. Ia tak sempat bergerak. Mobil itu terlalu cepat.
Dan dalam sepersekian detik, dunia mendadak berhenti bergerak. Briant berhenti, saat melihat tubuh Laras terpental jauh, sedangkan mobil yang baru saja menabraknya melaju pergi.
Briant kembali berlari. Jalanan mendadak ramai, Laras tergeletak di sisi jalan saat Briant sampai.
"Laras!" Dia segera menghampiri Laras yang tidak sadarkan diri.
"Cepat panggil ambulans!" Dia berteriak pada siapa saja yang berada di tempat itu. Kejadian yang begitu cepat, seolah semua sudah direncanakan.
Briant mengangkat tubuh Laras sedikit untuk melihat keadaannya. Seharusnya mereka keluar bersama, mungkin hal itu tidak akan terjadi.
Sementara itu tawa puas terdengar dari mobil yang baru saja menabrak Laras. Akhirnya, dia berhasil melakukannya. Laras memang pantas mendapatkan hal itu dan sekarang lihatlah, pada akhirnya tetap saja dia yang menang.
hayuu Erik n Ratna cemuuuunguut utk tujuan kalian yg bersebrangan 🤣🤣
semangat utk mendapat luka Erik 🤣
hayuuu Briant gaskeun 😁
buat Erik kebakaran jenggot 🤣🤣