Alseana, penulis muda berbakat yang masih duduk di bangku SMA, tak pernah menyangka kehidupannya akan berubah hanya karena sebuah novel yang ia tulis. Cerita yang awalnya hanya fiksi tentang antagonis penuh obsesi, tiba-tiba menjelma nyata ketika Alseana terjebak ke dalam dunia ciptaannya dan menjadi salah satu tokoh yang berhubungan dengan tokoh antagonis. Saat Alseana masuk kedalam dunia ciptaannya sendiri dia menjadi Auryn Athaya Queensha. Lebih mengejutkan lagi, salah satu tokoh antagonis yang ia tulis menyadari rahasia besar: bahwa dirinya hanyalah karakter fiksi dengan akhir tragis. Demi melawan takdir kematian yang sudah ditentukan, tokoh itu mulai mengejar Alseana, bukan hanya sebagai karakter, tapi sebagai penulis yang mampu mengubah nasibnya. Kini, cinta, kebencian, dan obsesi bercampur menjadi satu, membuat Alseana tak tahu apakah ia sedang menulis cerita atau justru sedang hidup di dalamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Darah Istimewa
"Lo pada mau pesen apa?" Tanya Zamora pada Auryn dan Erzabell yang sudah duduk di meja kantin tersebut.
"Pasta sama jus jeruk." Ucap Erzabell dengan malas seakan dia sedang tak mood hari ini.
"Samain aja." Ucap Auryn sambil tersenyum pada Zamora.
Zamora pun mengangguk dan pergi dari sana.
Melihat Zamora sudah pergi, Auryn langsung melihat ke arah Erzabell.
"Besok lo tunangan kan?" Tanya Auryn pada Erzabell yang sejak tadi hanya diam.
"Hm." Jawabnya dengan singkat.
Auryn menaikkan alisnya, dia tak tahu apa yang sedang dialami oleh Erzabell sekarang.
"Kenapa? lo udah gak bucin lagi sama tu cowo?" Tanya Auryn dengan bingung.
Tapi itu juga hal bagus, setidaknya sahabatnya itu tidak terjerat oleh cerita seperti apa yang dikatakan oleh Fredo.
"Lo nanti ada waktu ngga? nginep di rumah gue ya." Ucap Erzabell dengan memohon kepada Ayana.
Auryn yang mendengar itu sangat terkejut, tadi dia melihat Erzabell hanya menunduk saja namun saat dia menatapnya dengan memohon dia baru bisa melihat dengan jelas.
"Lo ngga papa kan? muka lo pucat banget." Ucap Auryn dengan terkejut.
"Lo sakit? mau ke uks?" Tanya Auryn sambil berdiri mendekati Erzabell dengan khawatir.
"Gue gapapa."
"Tapi lo pucet banget Bell."
"Gue ga-" Ucapan Erzabell tiba-tiba terhenti dan Auryn terkejut saat tiba-tiba Erzabell berdiri dan
PLAK!
Auryn sampai menutup mulutnya terkejut dan menghampiri tubuh Erzabell yang tersungkur di lantai.
Para murid yang berada di kantin pun juga terkejut mendengar suara tamparan yang begitu sangat keras, bahkan mereka bisa merasakan jika tamparan tersebut seakan di ayunkan sekuat tenaga hingga membuat sang penerima tamparan paling tidak mimisan.
"HAIZAR!! LO APA-APAAN, ANJING!!" Auryn yang habis melihat Erzabell langsung berdiri menatap Bima sang pelaku yang menampar sahabatnya tersebut.
"Minggir! gue gak ada urusan sama lo, gue mau beri pelajaran pada cewe murahan ini!" Ucap Haizar sambil menyingkirkan tubuh Auryn, namun tidak semudah itu.
Auryn langsung mendorong tubuh Haizar untuk tak mendekati Erzabell.
"Dia sahabat gue, kalo lo ada urusan sama dia berarti lo juga berurusan sama gue!"
Haizar menatap tajam Auryn yang berani menghalanginya.
"Jadi lo sama murahannya sama dia? oh iya kan lo kemarin jadi taruhan dan digilir sama cowo-cowo kan?" Ucap Haizar dengan mulut lemesnya.
Auryn yang mendengar itu langsung mengepalkan tangannya, dia sungguh tak terima di rendahkan oleh pria bajingan di depannya ini. Apalagi semua murid disini mendengarnya yang membuatnya dipermalukan oleh Haizar.
"Apa bukti lo jika gue di gilir ha??!!!"
"Ck, geng Stofor semua juga udah tau kali Auryn. Gimana? Enak?" Tanya Haizar dengan senyum miringnya.
Mata Auryn memanas, dia ingin menampar wajah Haizar yang memiliki mulut yang sangat kejam itu.
Namun, saat tangannya ingin mengayun tangan Haizar menahannya dengan kuat bahkan meremas pergelangan tangan Auryn dengan kuat dan menatap tajam Auryn.
"Lo gausah ikut campur masalah gue Auryn! Karena lo sama sampahnya dengan sahabat lo."
Auryn ingin membalas ucapan dari Haizar namun sebelum dia bisa mengucapkan sesuatu tiba-tiba tubuh Haizar langsung limbung karena tonjokan dari seseorang.
"BAJINGAN! SIAPA YANG LO SEBUT MURAHAN ANJING!" Cowo tersebut memukul Haizar dengan brutal hingga Haizar tak sempat untuk mengelak bahkan untuk membalas sekalipun karena pukulan yang bertubi-tubi tersebut.
Auryn langsung bisa mengenali cowo yang memukul Haizar dengan brutal itu.
"Kak Raven?! Udah kak, dia bisa mati." Ucap Auryn menghentikan Raven yang terlihat sangat marah tersebut hingga bahkan sekarang Haizar tak sadarkan diri dan babak belur dimana-mana.
"Kak, udah!" Auryn memegang lengan Raven dengan kuat untuk menghentikan cowo itu berbuat lebih dari ini, karena ia tak ingin Haizar mati di tangan Raven sebelum dia mendapatkan penyesalannya.
"Udah, jangan pukul lagi." Ucap Adalah dengan tegas.
Raven yang mendengarkan adik manisnya itu menghentikannya langsung melepaskan kerah baju Haizar dengan mendorongnya dan tubuhnya jatuh ke lantai dengan keras.
"HAIZAR!!!!" Suara seorang gadis dan segerombolan geng Stofor langsung datang dan para murid yang menggerombol mengelilingi pertunjukan tadi langsung memberi jalan.
"Kamu kenapa memukul Haizar seperti ini?" Ucap Gisella sambil menangis mendekati tubuh Haizar yang sudah tak sadarkan diri dengan memar di mana-mana.
Raven hanya berdecih.
"Lo apain temen gue!" Sekarang Naren yang maju dan menatap Raven dengan penuh permusuhan.
"Karena mulut temen lo yang sangat busuk." Ucap Raven dengan dingin.
"Apa yang dikatakan dia? karena cewe ini?!" Tunjuk Naren pada Erzabell yang hanya diam saja menatap tubuh Haizar dengan datar lalu saat Naren menunjuknya dia menatap Naren dengan dingin.
"Haizar gak salah asal lo tau! Cewe ini, dia yang membuat Gisella dikurung di toilet dan membully Gisella dengan kekerasan." Tunjuk Naren lalu memperlihatkan memar di pipi Gisella seperti bekas tamparan seseorang.
Erzabell yang dituduh langsung membolakan matanya, ia bahkan belum ke toilet hari ini dan bahkan dia selalu bersama sahabatnya.
"Lo jangan asal nuduh! gue gak nyentuh ratu gembel kalian!" Elak Erzabell karena memang bukan dia pelakunya.
Gisella masih menangis, seakan dia paling tersakiti disini.
"Benar kata Erzabell, dia selalu bersama gue dan Zamora jadi kapan dia melakukan itu." Bela Auryn, karena memang sejak tadi Erzabell selalu bersama mereka.
"Lo gausah bela dia Ryn, lo tau sendiri sifat sahabat lo." Ucap Naren dengan dingin.
Erzabell yang sudah lelah dituduh dan di permalukan langsung mendekati Gisella dan menariknya untuk berdiri.
"Ini kan yang lo maksud?" Tanya Erzabell menunjuk pipi sebelah kanan Gisella yang memar.
PLAK!
Semua orang terkejut, mereka tak menyangka jika Erzabell menampar Gisella di depan umum. Bisikan-bisikan buruk mengarah ke Erzabell karena bersikap terlalu tega pada gadis lemah itu.
"Lo lihat! lo lihat dengan mata kepala lo sendiri, apakah tamparan gue di pipi sebelah kiri dan kanan sama!!!" Ucap Erzabell sambil mendorong tubuh Gisella ke Naren dengan kasar.
Raven yang melihat Erzabell mulai bertindak dengan instingnya langsung tersenyum miring.
Naren dengan sigap langsung menangkap tubuh Gisella yang didorong secara kasar tersebut. Naren langsung menatap Erzabell dengan tajam.
"Tapi bener kata Erzabell, lo lihat tamparannya berbeda jauh. Yang kiri terlihat panjang jari-jarinya sedangkan yang kanan pendek. Tangan Erzabell kan panjang jarinya." Ucap Elang sambil mengamati luka memar baru milik Gisella.
Gisella menangis sesenggukan. "T-tapi bener kok tadi Erzabell yang bully aku." Ucap Gisella dengan tangisnya agar membuat publik berpihak kepadanya.
"Lo gausah mengelak Gisella! gue udah cukup sabar kali ini sama lo! Kalau lo ingin rebut perhatian Haizar dan geng Stofor silahkan. Tapi jangan ganggu hidup gue juga bangsat!!" Ucap Erzabell dan langsung pergi dengan amarahnya.
Tanpa disadari saat dia pergi menjauh dari kantin tersebut air matanya merembes keluar. Dia langsung menghapusnya dan berlari keluar seakan ingin menjauhi orang-orang yang menyakitinya.
Semua orang diam, tak ada yang berbicara sekalipun. Semua orang kecuali geng Stofor cukup prihatin dengan ratu mereka yang menyedihkan.
Mereka juga melihat sendiri jika tamparan di pipi Gisella sangat berbeda, mereka cukup kecewa dengan Gisella dan ada juga yang tak memihak siapapun hingga mereka semua bubar.
Auryn juga pergi dari kantin tersebut dan ingin mengejar Erzabell. Namun tangan Raven menahannya.
Dia menggelengkan kepalanya seakan jangan mengejar Erzabell dan membiarkan dirinya menenangkan dirinya lebih dahulu.
Dan pria itu membawa Auryn pergi sambil menggandeng tangan gadis itu. Di balik tembok kantin tersebut terdapat cowo yang melihat semua adegan tersebut hingga Auryn dibawa seorang cowo lain dengan bergandengan tangan.
Tangannya mengepal dengan kuat.
"Sial!" Gumamnya, dia sejak tadi ingin berusaha mendekat dan melindungi Auryn dari HHaizar yang mengucapkan kalimat menjijikkan yang membuatnya ikut murka.
Namun tubuhnya seakan mematung tak bisa bergerak sama sekali padahal dirinya sudah berusaha untuk bergerak.
Dia mengutuk semua ini, kenapa ruang geraknya terbatas. Namun saat Auryn pergi tubuhnya bisa dia kendalikan lagi.
"Apakah ini bagian dari plot?" Gumam Fredo.
......................
"Kenapa kak Raven disini? bukankah kakak udah kuliah?" Tanya Auryn saat mereka sudah berada di taman.
Karena Raven menarik Auryn ke taman dan menyuruhnya duduk di kursi taman tersebut.
"Tentu saja untukmu baby. Apakah tanganmu baik-baik saja? seharusnya aku memukul bajingan itu dua kali lagi." Ucap Raven dan melihat pergelangan tangan Auryn yang memerah.
"Aku tak apa, tapi Erzabell tadi terlihat sedang tak baik-baik aja. Aku khawatir dengan keadaannya." Ucap Auryn.
"Dia butuh waktu sendiri, dia mulai sadar dengan perannya." Ucap Raven yang membuat Auryn menaikkan alisnya.
"Maksudnya?"
"Dia sudah bisa merasakan keanehan dalam hidupnya, dan sebentar lagi dia akan sadar akan perannya menjadi antagonis disini." Ucap Raven dengan senyum misterius.
Auryn terkejut, kenapa dua hari ini banyak kejutan yang menimpanya dan bagaimana Raven tau akan cerita ini hanyalah cerita novel?
Padahal dia tak pernah ada di ceritanya.
"K-kak Raven? bagaimana bisa?"
Raven tersenyum tipis lalu mengacak-ngacak rambut adik kecilnya tersebut dengan penuh kasih sayang.
"Karena darah." Ucapnya dengan singkat.
"Ha?" Tanya Auryn dengan bingung, dia tak mengerti dengan sebutan darah tersebut.
Darah apa yang membuat seseorang bisa melihat jika ini hanyalah cerita buatan seseorang.
Raven tersenyum.
"Jika Daddy tahu aku mengatakan ini kepadamu mungkin dia akan memukulku dengan tongkat." Ucap Raven sambil menatap Auryn dengan lembut.
"Memangnya kenapa? apakah ini rahasia?" Tanya Auryn dengan bingung.
"Ya, sangat rahasia. Tapi karena kakakmu yang paling tampan ini baik hati dan sayang padamu maka kakak akan memberitahu satu rahasia besar padamu." Ucap Raven dengan serius.
Auryn melihat Raven juga dengan tatapan serius karena dia juga sangat penasaran.
"Apa kamu pernah mendengar Daddy bilang jika darahmu adalah Maximilian yang mengalir deras di setiap detak jantungmu?"
Auryn mengangguk, karena beberapa kali dia mendengar kalimat tersebut terucap dari mulut tuan Maximilian sendiri.
"Daddy tidak berbohong, darahmu memang darah keluarga Maximilian dan darahmu lah yang paling istimewa dari pada darah kami." Ucap Raven dengan serius.
Auryn menaikkan alisnya, dia perlu memahami kata-kata Raven. Ini juga berkaitan dengan statusnya yang anak papa atau anak tuan Maximilian.
Tapi jika Raven berkata benar apakah dirinya benar-benar anak tuan Maximilian?
"Jadi aku bukan anak papa dan mama?" Tanya Auryn.
Raven tidak menjawab dia malah berdiri dan tersenyum ke arah Auryn.
"Aku tak berhak menjelaskannya padamu baby, hanya Daddy atau papa mama kamu yang seharusnya menjelaskannya. Tapi kuharap kau memilih menjadi Maximilian." Ucap Raven dan mengelus pelan rambut Auryn dengan penuh kasih sayang dan meninggalkan gadis itu sendiri dengan kebingungan.
"Kenapa semua suka sekali membuat teka teki." Gerutu Auryn, dia sudah pusing dengan hidupnya sekarang ia juga dipusingkan dengan statusnya.
Dia juga langsung berdiri meninggalkan taman tersebut dan kembali ke kelas.
......................
"Gisella, lo jujur pada kita. Lo beneran di bully Erzabell atau ngga??" Tanya Angkasa dengan serius.
Mereka sekarang berada di UKS untuk menemani Haizar diobati oleh dokter yang berjaga di UKS tersebut.
"A-aku gak bohong hikss, Erzabell yang bully au dan ngunci aku di toilet." Ucap Gisella dengan menangis sesenggukan.
"Udahlah kas, lo belain Erzabell sekarang?" Tanya Naren dengan dingin.
"Gue gak belain siapa-siapa jika memang Erzabell yang salah dia pantas buat mendapatkan hukuman, tapi ini? lo lihat tamparan bekas Erzabell tadi dan tamparan yang diterima Gisella di toilet!" Ucap Angkasa dengan tegas.
"Bener kata Angkasa, kalo lo jujur kita gak bakal salahin lo Gisella." Ucap Rion.
Gisella hanya menangis saja tak menjawab hingga membuat semua orang disana jengah kecuali Naren.
"Jangan mojokin Gisella lagi! mau Erzabell atau bukan yang salah cewe itu juga pantas mendapatkannya."
Angkasa yang mendengar itu mengepalkan tangannya dengan kuat dan raut wajahnya berubah menjadi sangat datar. Dia langsung pergi dari sana dibanding dia harus berseteru dengan sahabatnya sendiri karena seorang cewe.
Angkasa akan mencari bukti apakah benar sepupunya itu yang salah atau ini adalah sandiwara Gisella yang ingin semakin memperkeruh suasana yang memang sebelumnya sudah keruh.
Dia akan membela sepupunya jika dia yang benar karena Gisella bukanlah siapa-siapanya. Dirinya diam bukan berarti tak peduli, dia hanya ingin membuat sepupunya itu sadar jika Haizar bukanlah cowo yang baik baginya dengan membiarkannya terluka hingga mati rasa lalu membuang perasaannya pada Haizar.
Karena dia sendiri juga sudah lelah memperingati sepupunya itu untuk berhenti mengejar Haizar dan untuk mencari pria yang lebih baik. Namun saking bodohnya dengan cinta, Erzabell rela disakiti berulang kali dalam tiga tahun terakhir.
Tapi sekarang dia sudah muak, karena Haizar sudah main fisik dengan Erzabell hingga melampaui batas wajarnya.
Dia masuk ke ruang CCTV lalu segera mencari rekaman video di sekitar koridor menuju ke toilet.
Namun dia menaikkan alisnya saat rekaman di waktu tertentu seperti dihapus atau kameranya yang mati.
Ini cukup aneh bagi Angkasa, karena tak mungkin secepat itu orang lain datang lebih dulu sebelum dirinya. Dan dia juga tidak berpapasan dengan siapapun saat menuju ke lantai paling atas gedung sekolah ini yang berlantai dua belas.
"Apakah ada permainan disini?"