Habis kontrak pernikahan dengan Tuan Muda Alfred, Nona Ariel menghilang bagai ditelan bumi tanpa meninggalkan pesan apapun.
Hubungan yang awalnya dianggap hanya sebatas perjanjian nyatanya lebih dari itu. Alfred mulai merasa ada yang hilang dari dirinya padahal dia sudah mendapatkan kembali apa yang menjadi tujuannya termasuk sang cinta pertama, Milea.
'Nona Ariel, dialah yang membawa separuh hidup tuan muda',
Tapi wanita itu menghilang tanpa jejak.
Hingga beberapa tahun kemudian, takdir membawa Alfred bertemu kembali dengan Ariel, tapi sudah ada laki-laki lain yang mengisi hati wanita itu.
Apa Alfred terlambat?
Note : Sangat disarankan untuk membaca (Perjanjian Dengan Tuan Muda) terlebih dahulu, karena ini sekuel dari cerita tersebut ✌🏻🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon acih Ningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Akan Bertemu
Ayunda terbaring diatas kasur dengan wajahnya yang sangat pucat. Matanya sayu menggambarkan rasa lelah yang begitu dalam. Alfred menggenggam tangan ibunya, laki-laki ini akhirnya menyadari jika tubuh ibunya semakin kurus. Entah apa yang terjadi pada wanita itu, apa mungkin dia menyimpan beban pikiran yang menyiksa batin, tapi Ayunda selalu tersenyum dan terlihat bahagia disetiap kesempatan. Apa selama ini wanita ini pura-pura bahagia?
"Kita ke rumah sakit," ajak Alfred, ibunya harus mendapat perawatan yang baik, dan sana tempat yang sangat tepat.
"Tidak Al, dokter sudah memeriksa mama, dan mama juga baik-baik saja hanya perlu beristirahat sejenak, tidak perlu ke rumah sakit."
"Kau selalu mengatakan baik-baik saja, tapi kenyataan tidak seperti itu."
"Al, mama tidak apa, sudah tidak perlu dibahas. Bagaimana urusan mu, Arthur bilang, kau dari kota pulau?"
Dia masih belum melihat istrinya secara langsung, jadi Alfred belum bisa menceritakan tentang keberadaan Ariel, sampai dia benar-benar membawa wanita itu dihadapan ibunya.
"Lancar, itu hanya urusan pekerjaan. Sebaiknya kita ke rumah sakit saja." Melihat ibunya yang semakin lelah Alfred memaksa.
"Tidak Al, mama hanya ingin beristirahat. Tolong dengarkan mama."
"Baiklah! Aku tidak akan pulang, tetap disini menemanimu."
"Terima kasih, nak."
. ......
Malam tiba. Gemerlap lampu-lampu pesta pun sudah terpampang nyata. Marissa dan ke-tiga anaknya sudah menyiapkan segala keperluan dengan sempurna. Termasuk kata-kata untuk mengumumkan pertunangan Ariel.
"Kira-kira, bagaimana ya reaksi Ray, saat dia mendengar Rachel akan bertunangan," celetuk Miranda, saat sedang menulis teks untuk ibunya bacakan.
"Yang jelas dia akan berhenti mengejar-ngejarnya," jawab Marissa yakin.
"Ma, sebenarnya siapa yang akan menjadi jodoh Rachel?"
Sudah tidak perlu lagi dirahasiakan, "Putra ketiga, keluarga Smith!"
"Keluarga Smith! Apa dia anak dari selirnya?"
"Tentu saja, memang seperti itu kan garis takdirnya. Anak selir hanya bisa menikah dengan sesama anak selir. Tidak diizinkan untuk mendampingi putra utama, sekalipun hanya dalam mimpi."
"Hahaha...mama benar juga. Tapi yang aku dengar, putra utama tuan Smith sangat tampan."
"Jangan bermimpi Miranda, aku dengar dia sudah mempunyai istri. Terkecuali kau rela menjadi selirnya." Timpal sang Kakak.
Menjadi selir sungguh tidak sudi. "Jika aku mau, aku bisa memilikinya tanpa harus berbagi dengan wanita lain."
"Sudahi pembahasan ini, sebentar lagi kalian harus menemani ayah kalian untuk menyapa para tamu. Mama ingin memastikan Rachel, jika sudah siap."
Kedua anaknya yang sangat antusias, mengangguk serentak.
....
Sama seperti keluarga Sinclair. Di kediaman utama Smith pun, sedang disibukan dengan persiapan yang dramatis dari Julie.
Dia sudah mendandani anak bungsunya dengan sangat baik, baju rapih, rambut tertata dan senyum manis yang berulang-ulang Julie arahkan pada Jonas.
Jonas terlihat sangat tidak iklas. Dia menjalani ini terpaksa agar ibunya tidak marah-marah, tapi ketahuilah... di otaknya sudah tersusun rencana untuk menghindari acara itu. Hatinya hanya untuk Ariel seorang. Dia merasa mengkhianati wanita itu jika dia menerima perjodohan ini.
Sebelumnya, Jonas menolak untuk melihat foto calonnya. Jadi sampai detik ini dia belum tahu jika wanita itu adalah Ariel.
....
"Aku tidak bisa!" Tolak Alfred, saat Marion memintanya untuk mendampingi Jonas sebagai seorang kakak tertua.
"Ini momen penting adikmu, tolong luangkan waktu beberapa menit saja. Setelah mengantar Jonas, kau bisa pergi Al."
Bagi semua orang, kehadiran putra utama sangat bermakna dan menggambarkan sesuatu yang baik, dan dari peraturan keluarga pun, Alfred memang harus mendampingi Jonas.
"Kau tidak lihat jika ibuku sedang terbaring! Dan kau memintaku untuk menghadiri acara tidak penting itu?!" Marah Alfred.
"Al, pergilah nak. Mama tidak apa-apa, papamu benar, kehadiranmu sangat penting, mama sangat ingin menghadiri momen penting adikmu ini, tapi tidak memungkinkan. Jadi mama mohon tolong temani Jonas, anggap kamu menggantikan mama."
Ayunda selalu menyayangi Jonas sama seperti dia menyayangi Alfred. Ucapannya sangat tulus terlahir dari hati yang suci. Dia ingin menjadi bagian dari hari penting Jonas, tapi saya tahan tubuhnya sangat tidak mendukung.
Yang sedang dibicarakan muncul dari balik pintu, "Jika kau tidak bisa hadir karena harus menemani ibu Ayunda, biar aku yang menggantikan menemaninya di sini, kau pergilah ke pesta itu."
Dasar gila....dia yang mau berjodoh, malah dia yang tidak hadir.....
"Jo! Jangan macam-macam!" Marion sudah memberi peringatan.
Sementara Ayunda malah tertawa kecil, dia memang selalu terhibur dengan banyolan, dan celetukan Jonas yang kadang-kadang di luar prediksi.
"Bagaimana, ibu Ayunda setuju?"
"Jo, jangan bercanda. Kamu ingin menemui wanita yang akan menjadi pendamping hidupmu. Kau harus datang, jika cocok bawa gadis itu untuk menemui ibu."
Wanita yang sangat cocok denganku adalah menantumu sendiri.....
......
Akhirnya... setelah dibujuk mati-matian dengan berbagai cara dan puluhan kata mujarab. Alfred bersedia mengantar Jonas, menggantikan ibunya yang tidak bisa hadir. Tentunya dengan perasaan enggan dan langkah kaki berat.
Sementara Ayunda, dia titipkan pada Arthur.
....
"Ingat! Hanya sepuluh menit aku di sana!" Alfred kembali mengingatkan Marion untuk tidak berharap lebih. Jika putranya itu akan tinggal lebih lama.
"Ya! Tapi... hilangkan tatapan musuh itu pada adikmu, jangan membuat orang salah paham dan berpikir buruk tentang keluarga kita."
Alfred tidak menggubris, dia membuka pintu mobil dan sudah ada Jonas juga Justin di sana. Mereka berada di satu mobil yang sama termasuk Julie dan Marion.
"Entah aku harus senang atau marah dengan kehadiranmu ini, tapi yang pasti aku tidak suka," ucap Jonas jujur. Alfred duduk disebelah kanannya sedangkan Justin duduk disebelah kiri.
"Jangan besar kepala, kau pikir aku senang! Ini memuakkan."
"Haha...aku tahu itu." Jonas memiringkan kepalanya, mendekatkan bibirnya pada telinga Alfred, "Al, jangan senang dulu. Kau belum menang dan aku tidak akan menyerah, aku akan tetap mencari Ariel."
Mobil melaju cukup cepat. Jarak tempuh pun tidak terlalu jauh.
Dalam hitungan menit. Mobil hitam mengkilap itu sudah berhasil memasuki halaman rumah besar Keluarga Sinclair. Yang sudah dipadati kendaraan dari tamu yang lebih dulu datang.
Jonas merapihkan setelan jasanya. Raut wajah tidak menunjukkan gugup cemas. Dia sudah siap melakukan rencananya.
Sedangkan Alfred, seperti biasa. Wajahnya datar, dingin tanpa ekspresi yang bisa menggambarkan isi hati dan pikirannya.
Tangannya yang berotot, sudah siap membuka sabuk pengaman.
"Jo, tetaplah berada ditengah-tengah kakakmu," ucap Julie sebelum mereka sama-sama turun dari mobil.
"Ya...aku tahu."
Di dalam kediaman. Miranda yang melihat dari jendela lantai atas, dengan girang melapor ada ibunya yang sedang mewanti-wanti Ariel untuk tidak macam-macam apalagi berniat kabur.
"Ma... mereka sudah datang! Keluarga Smith sudah datang!"
DEG!
Keluarga Smith....
Sontak saja Ariel tersentak mendengarnya.