Sebuah insiden kecil membuat Yara, sang guru TK kehilangan pekerjaan, karena laporan Barra, sang aktor ternama yang menyekolahkan putrinya di taman kanak-kanak tempat Yara mengajar.
Setelah membuat gadis sederhana itu kehilangan pekerjaan, Barra dibuat pusing dengan permintaan Arum, sang putri yang mengidamkan Yara menjadi ibunya.
Arum yang pandai mengusik ketenangan Barra, berhasil membuat Yara dan Barra saling jatuh cinta. Namun, sebuah kontrak kerja mengharuskan Barra menyembunyikan status pernikahannya dengan Yara kelak, hal ini menyulut emosi Nyonya Sekar, sang nenek yang baru-baru ini menemukan keberadan Yara dan Latif sang paman.
Bagaimana cara Barra dalam menyakinkan Nyonya Sekar? Jika memang Yara dan Barra menikah, akankah Yara lolos dari incaran para pemburu berita?
Ikuti asam dan manis kisah mereka dalam novel ini. Jangan lupa tunjukkan cinta kalian dengan memberikan like, komen juga saran yang membangun, ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Be___Mei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hello, Mr. Actor Part 35
...-Mencintaimu adalah kebiasaan yang mulai kesenangi-...
...***...
Tek!
Barra mematikan kompor, menarik pelan pundak Yara untuk berbalik menghadap dirinya. Getaran hati membuat tubuh sang wanita menegang. Dengan pandangan bergetar ia menatap dada Barra, sebab tinggi badannya yang kalah jauh.
Glek!
Bersusah payah menelan ludah, sentuhan lembut jemari Barra di dagunya kembali membuat kering kerongkongan Ayara. Apa yang akan terjadi? Untuk berpikir sejenak pun wanita ini tak bisa.
"Liat aku," pinta Barra.
Memberanikan diri untuk menatap lurus ke dalam manik mata suami, Yara merasakan ketulusan hingga menghangatkan hati.
"Maaf, seharusnya dari awal aku nggak jaim. Harusnya dari awal aku nggak makan gengsi."
Wajah yang menghangat, pipi yang merona. Tatapan wanita ini bergetar dan tak kuasa untuk terus beradu padang. Ia menggigit bibir dalam demi menetralkan sang hati, ia bagai kembang api di malam tahun baru, letupan indahnya memenuhi dinding hati Yara yang penuh dengan prasangka.
Sungguh dungu, seharusnya Yara menyadari, bagaimana bisa seorang pria mengajak untuk menikah tanpa adanya rasa cinta sedikit saja padanya. Mungkin karena terlalu polos, tak sedikit pun ia menduga bahwa Barra menyukai dirinya sejak awal perjumpaan mereka.
Sentuhan jemari besar Barra pada pipi merona sang istri, menariknya untuk tersadar dari lamunan tak berarti. Wajah yang kecil, sebelah tangan yang menangkup pipinya hampir menutupi seluruh wajah kecil itu.
"Aku tau kamu belum cinta sama kamu. Kamu belum bisa balas perasaan aku ke kamu. Tapi kita pasangan halal, Yara. Aku boleh 'kan nyentuh kamu? Seharian ini aku kangen banget sama kamu."
Yara mengangguk.
Oh! Bahlul!
Yara mengumpat pada diri sendiri dalam hari. Mengapa ia langsung mengangguk memberikan izin kepada Barra! Bagaimana kalau ia meminta haknya? Kembali manik indah Yara mengerjap bak kerlip bintang di langit, ia gugup sekali.
Pegangannya pada tepi meja kompor semakin erat saat Barra semakin mendekati wajahnya.
Sedikit mundur, Yara tak bisa terus menghindar sebab jemari besar Barra memegangi tengkuknya.
Cup!
Bukan di pipi seperti hari kemarin, kali ini ciuman singkat itu mendarat pada bibir merah jambu Ayara. Oh ya Allah, desiran aneh di dalam hati kembali mencipta letupan kembang api dalam hati Yara. Tubuhnya terasa melemas, ia yang tak biasa bersentuhan dengan pria, sungguh berdegup hebat jantungnya saat ini.
Menyatukan keningnya dan kening Yara, desau napas berat Barra sangat terasa di wajah Yara. Wanita ini berusaha menelan ludah dalam rasa gugup yang enggan untuk pergi.
"Terima kasih, satu ciuman ini udah cukup ngobatin rasa rindu aku ke kamu."
Pegangan pada leher Yara melemah dan perlahan terlepas, begitu juga pelukan erat pada pinggang rampingnya, Barra akhirnya menarik diri dari sang istri.
Masih menatap Yara dengan hangat, ia menarik mie instan sembari mendudukan diri di meja makan.
"I-iya. Sama-sama ..." Dalam kepanikan Yara menyentuh panci yang tadi sempat diletakan di atas kompor menyala. Tak begitu panas, namun, membuatnya terkejut sebab suhu air di dalamnya masih hangat.
"Yara!" Lekas Barra menarik lengan sang istri dan membawanya ke depan wastafel, mengguyur tangan kecil itu di bawah air keran.
Ia hanya sebatas dada bidang Barra, sangat pas sekali ketika lelaki ini meletakan wajahnya di atas kepala Yara, ketika memeluknya lagi dari belakang.
"Bar --- aku nggak pa-pa. Airnya cuman hangat." Sebisa mungkin menenangkan diri, ia mematikan air keran yang masih mengaliri tangannya.
"Syukurlah. Maaf kalau tindakan aku bikin kamu kaget."
Dapat ia rasakan, pelukan Barra semakin erat, Ayara hanya bisa pasrah. Sejatinya ia senang mendapat perlakuan hangat seperti ini.
Jadi ... begini rasanya dicinta?
Mengkhawatirkan sang istri, Barra mengajak Yara untuk duduk di meja makan. Sedangkan dirinya melanjutkan pekerjaan Yara.
Apa-apaan ini, diperlakukan seperti itu saja ia sudah tak bisa fokus, kembali Yara memaki dirinya dalam hati Dasar bahlul!
Ia mendapatkan segelas air minum dari Barra untuk menenangkan diri.
Sembari merebus air Barra tersenyum miring. Dia lucu kalau lagi salah tingkah. Aroma tubuhnya juga manis, bikin nyaman. Tapi detak jantungnya kok kerasa banget pas dipeluk. Kalau keseringan meluk dia, apa dia bakal baik-baik aja?
Sementara Yara, baru kali ini lebih memerhatikan sang suami. Dia merasa ... meski hanya menatap punggungnya Barra terlihat tampan.
Ya Allah, Yara sadarkan dirimu!
Memukul kepalanya pelan, ia sungguh tenggelam dalam pesona suami sendiri.
Usai menemani Barra makan, Yara bingung hendak melakukan apa lagi. Berkali dia menguap namun tertahan.
Barra memang terlihat galak, namun sejatinya ia adalah pria yang peka.
"Ayo kita tidur," ujarnya. Ia mematikan lampu dapur, menarik pelan jemari Yara menuju lantai atas.
"Ti ... tidur?"
"Iya tidur. Memangnya kita mau ngapain lagi? Ini udah tengah malam, sayang."
Ya salam! Mendapat panggilan baru rasanya Yara akan mimisan. Lekas ia memeriksa keadaan hidungnya, beruntung tak terjadi apa-apa.
Saat mereka telah sampai di kamar, Yara berucap pelan. "Anu, kamu 'kan baru selesai makan. Apa nggak begah kalau langsung tidur?" Mereka bukan tak tidur bersama dalam satu ranjang, tapi mengingat kejadian di dapur tadi, Yara jadi waspada.
Entahlah! Ia merasa seperti daging segar yang sedang diincar seekor singa besar. Tapi, jika daging segar itu dimakan singa, bukankah itu memang makanan sang raja hutan? Lantas, apa yang membuat Yara resah?
Barra tertawa, ia tak bisa menahan rasa geli yang mengocok perut.
"Kamu takut sama aku?"
Sumpah! Barra memang begitu tampan ketika tersenyum, tapi senyumnya kali ini membuat ketampanannya bertambah berkali-kali lipat. Jantung Yara rasanya mau meledak setelah pernyataan cinta sang suami.
Yah, dirinya tak bisa menyembunyikan rasa gugup itu, ia mengangguk pasrah menjawab pertanyaan Barra
"Kamu lucu."
Lucu? Sontak Yara menoleh pada Barra dengan tatapan tak terima.
"Kamu kayak kelinci siaga di tengah hutan," ujar Barra. "Kamu tidur aja yang tenang. Aku janji nggak akan nyerang kamu kok."
Ada rasa lega ketika Barra mengatakan hal itu.
"Walaupun sebenarnya aku lagi lapar banget."
Lagi-lagi Yara menatap Barra dengan tatapan tegang. Lapar? Dia sudah makan beberapa menit yang lalu. Yara menyadari bukan lapar itu yang Barra maksud.
Pria ini terus tertawa, lebar sekali hingga pundaknya bergetar.
"Enggak, kok. Aku janji. Ini udah malam banget, buruan tidur."
Akhirnya Yara merebahkan diri setelah memastikan Barra berada di beranda kamar. Ia melihat pria itu mengisap rokok dan menerbangkan asapnya ke atas langit malam.
"Ternyata dia bisa ngerokok. Tapi ..." Wajah Yara kembali merona. Ia ingat betul aroma mint tubuh tegap sang suami.
"Dia wangi," gumamnya.
"Dan hangat," ujarnya lagi.
Ck! Yara sempat kesulitan untuk tidur. Perlu waktu beberapa menit hingga akhirnya sang mimpi memeluk tubuhnya.
Kecupan singkat di kening saat Yara tertidur pulas, Barra senang sebab rasa di hati telah ia ungkapkan. Jika sang istri tak bisa membalas cintanya, itu bukan masalah berat baginya.
"Aku nggak akan menyerah. Aku pasti bisa bikin kamu tergila-gila sama aku."
Menarik pelan tubuh lelah sang istri, malam itu Barra tak lagi tidur memeluk guling, sebab Yara yang manis terlihat nyaman berada dalam pelukannya.
...To be continued .......
...Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa like, komen, dan kasih saran yang membangun, ya....
Sekarang mereka berdua udah sama2 saling cinta 😍
Pengen nguji perasaan mereka sekarang, masih sama apa udah berubah..
Barra jangan emosi, tanya baik2 aja ya..
Yara mulai luluh nish sama suami tampannya 🥰
Barra semangaaaaatt.. 💪😆
Semoga Yara sama Jefrey sama2 cepet move on, tulus sayang sama pasangannya masing2 🥰
Sedih kalau kamu terus inget Yara..