NovelToon NovelToon
The Red Thread Ties Between Them

The Red Thread Ties Between Them

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Diam-Diam Cinta
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lesyah_Aldebaran

Tidak semua cinta datang dua kali. Tapi kadang, Tuhan menghadirkan seseorang yang begitu mirip, untuk menyembuhkan yang pernah patah.

Qilla, seorang gadis ceria yang dulu memiliki kehidupan bahagia bersama suaminya, Brian—lelaki yang dicintainya sepenuh hati. Namun kebahagiaan itu sekejap hilang saat kecelakaan tragis menimpa mereka berdua. Brian meninggal dunia, sementara Qilla jatuh koma dalam waktu yang sangat lama.

Saat akhirnya Qilla terbangun, ia tidak lagi mengingat siapa pun. Bahkan, ia tak mengenali siapa dirinya. Delvan, sang abang sepupu yang selalu ada untuknya, mencoba berbagai cara untuk mengembalikan ingatannya. Termasuk menjodohkan Qilla dengan pria bernama Bryan—lelaki yang wajah dan sikapnya sangat mirip dengan mendiang Brian.

Tapi bisakah cinta tumbuh dari sosok yang hanya mirip? Dan mungkinkah Qilla membuka hatinya untuk cinta yang baru, meski bayangan masa lalunya belum benar-benar pergi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lesyah_Aldebaran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tiga Puluh Satu

Brian menyusul Qilla ke ruangannya dengan langkah cepat. Begitu tiba di sana, Brian langsung mengunci pintu, seolah ingin memastikan tidak ada gangguan.

Qilla tampak duduk di sofa dengan kepala tertunduk, napasnya memburu, menandakan bahwa dia sedang menahan emosi atau rasa sakit yang kuat. Suasana di ruangan menjadi tegang, hanya ada keheningan yang berat antara mereka.

Brian menghampiri Qilla dengan langkah lembut, kemudian berjongkok di hadapannya. Dengan gerakan yang penuh perhatian, Brian meraih tangan Qilla dan bertanya dengan suara pelan.

"Ada apa, sayang? Kenapa kamu berteriak sambil mengumpat tadi?" Namun, Qilla tidak menjawab, membiarkan tangannya tetap dalam genggaman Brian sambil menundukkan kepala.

Pandangan Brian kemudian tertuju pada pergelangan tangan Qilla yang terlihat memerah. Brian terdiam sejenak, kemudian menyentuh area tersebut dengan lembut.

Qilla spontan meringis dan mengeluarkan desis pelan. "Aduh," menandakan bahwa area tersebut terasa sakit.

"Maaf," ucap Brian dengan nada penuh penyesalan, menunjukkan bahwa dia merasa bersalah atas apa yang terjadi. Dengan gerakan lembut, Brian meniup pergelangan tangan Qilla, mencoba mengurangi rasa sakit yang dirasakan.

Kemudian, Brian berdiri dan mengambil kotak P3K dari rak kecil di sisi meja. Dengan hati-hati dan penuh perhatian, Brian membersihkan luka di pergelangan tangan Qilla menggunakan kapas dan antiseptik. Qilla menggigit bibir bawahnya, menahan rasa perih yang muncul.

"Sakit, ya?" tanya Brian sambil membalut luka dengan kain kasa, menunjukkan kepeduliannya.

Qilla hanya menggelengkan kepala pelan, seolah tidak ingin mengakui bahwa itu memang menyakitkan. Brian melanjutkan perawatan luka dengan lembut, tetap memperhatikan Qilla.

"Aku mau pulang," ucap Qilla tiba-tiba, suaranya terdengar tegas.

Brian menghentikan gerakan merawat luka sejenak, menatap Qilla dengan tatapan dalam. "Jawab Mas dulu, Sayang. Ayolah, jangan seperti ini," bujuk Brian, berusaha memahami apa yang ada di balik sikap Qilla.

Namun, sebelum Qilla sempat menjawab, ponsel Brian berdering. Pria itu mengangkatnya dengan cepat.

"Ada apa?" Setelah mendengarkan jawaban dari penelepon, Brian langsung menanggapi. "Saya segera ke sana," sebelum akhirnya memutus sambungan.

Qilla menghela napas pelan, menebak. "Cik dari kantor, ya?"

Brian menatap Qilla, kemudian mengelus rambutnya dengan lembut.

"Sayang, ayo kembali ke kelas. Kamu harus belajar," ajaknya, meskipun nada suaranya terdengar lembut, tetap ada ketegasan di baliknya.

Qilla tidak menjawab, membiarkan dirinya tenggelam dalam pikiran. Dalam hatinya, dia merasa bahwa rumah tangganya berbeda dari pasangan lain. Tidak ada waktu bersama yang berkualitas, tidak ada percakapan hangat yang membangun, tidak ada momen romantis yang bisa memperkuat hubungan. Yang tersisa hanyalah jarak dan kesibukan yang terus-menerus, membuat Qilla merasa ada yang kurang dalam hubungan mereka.

"I love you, darling. I'm sorry, darling, mas tidak bisa meluangkan waktu untukmu," ucap Brian dengan nada lembut, menunjukkan ketulusan perasaannya.

Qilla mengangguk pelan, memahami bahwa Brian memang lelah dan sibuk. Qilla juga menyadari bahwa dirinya terkadang terlalu keras kepala dan terlalu larut dalam perasaannya sendiri.

Brian memeluk Qilla dengan hangat, mengecup keningnya dengan lembut.

"Nanti malam mas telepon, ya? Kita ngobrol setelah mas pulang," janji Brian, berusaha memberikan kepastian bahwa mereka akan berbicara lebih lanjut nanti.

Qilla mengangguk pelan, meskipun ada rasa yang belum tersampaikan dalam hatinya. Dia berharap bahwa suatu hari nanti, keadaan akan membaik, dan mereka bisa memiliki waktu bersama yang lebih banyak.

***

Jam menunjukkan pukul sebelas malam saat Brian akhirnya pulang ke rumah. Sejak tadi, dia sudah berulang kali mencoba menghubungi Qilla, tapi panggilan tersebut tidak diangkat.

Tiba-tiba, ponselnya berdering, dan nama My Wife tertera di layar. Brian segera mengangkatnya, berharap bisa berbicara dengan Qilla dan mengetahui apa yang terjadi.

Dengan nada yang penuh harap, Brian menjawab. "Halo, sayang?" ucap Brian sambil memejamkan mata, merasa lega bisa berbicara dengan Qilla.

"Kamu sudah tidur?" tanya Qilla dari ujung sana, suaranya terdengar lembut.

"Tidak, aku baru saja pulang. Kamu dari mana saja, sayang? Mas sudah beberapa kali menelepon, tapi kamu tidak mengangkat," tanya Brian, nada suaranya sedikit khawatir.

"Maaf, tadi aku lupa membawa ponsel," jawab Qilla pelan, mengakui kesalahannya.

Brian penasaran dan bertanya lagi. "Dari mana?" Nada suaranya sedikit berubah, menunjukkan rasa ingin tahu yang lebih besar.

"Dari rumah teman," jawab Qilla singkat, tanpa memberikan detail lebih lanjut.

Brian menghela napas, menunjukkan rasa frustrasi. "Bukankah mas sudah bilang, kalau mau pergi ke mana pun harus izin dulu? Dan sekarang kamu pulang jam sebelas malam? Mas tidak suka kamu seperti ini, sayang," ucapnya dengan nada yang tegas namun penuh kekhawatiran.

"Maafkan aku," jawab Qilla dengan suara lirih, menunjukkan penyesalan atas tindakannya.

Brian kemudian mengakhiri percakapan dengan nada yang lebih lembut. "Sudahlah. Sekarang tidurlah."

Namun, Qilla diam, merasa kecewa karena siang tadi Brian berjanji ingin mengobrol, tapi sekarang malah menyuruhnya tidur tanpa membahas apa pun. Rasa kecewa itu membayang dalam keheningan yang menyelimuti mereka.

Brian kemudian mengalihkan panggilan ke video call, berharap bisa melihat ekspresi Qilla.

"Kenapa cemberut begitu, sayang?" tanyanya, mencoba tersenyum untuk mencairkan suasana.

"Aku ingin pulang," ucap Qilla dengan nada lirih, menunjukkan keinginannya untuk bersama Brian.

Brian menjawab dengan nada yang datar. "Nanti Ahad aku jemput, ya? Untuk sementara kamu tinggal dulu di rumah Ibu."

Qilla bisa merasakan bahwa suaminya sedang marah, dan nada Brian yang datar itu menunjukkan bahwa dia tidak ingin membahas masalah itu lebih lanjut saat ini.

"Tidur, sayang. Sebenarnya aku ingin menghukum kamu karena berani keluar sampai larut malam. Tapi aku sedang tidak mood untuk marah. Jadi tidurlah," ucap Brian dengan nada yang lembut namun tegas.

Qilla hanya menatap layar dengan wajah sedih, kemudian menurutinya. Tak lama kemudian, Qilla pun tertidur dengan lelap. Brian tersenyum melihat wajah istrinya yang polos dan tenang dalam tidur.

"Maafkan mas, sayang. Mas hanya khawatir," bisik Brian, suaranya lembut dan penuh kasih. Ucapannya itu menjadi kalimat terakhir sebelum dia pun tertidur, tanpa mematikan video call, membiarkan wajah Qilla tetap terlihat di layar.

...****************...

Keesokan harinya, Qilla kembali berangkat ke sekolah dengan motor kesayangannya. Motor yang kemarin sempat mogok entah karena apa, kini sudah kembali normal. Rupanya, Brian diam-diam membawanya ke bengkel dan memperbaikinya tanpa memberitahu Qilla.

Qilla sempat terkejut ketika melihat motornya sudah kembali mulus, bahkan dengan sedikit perubahan warna yang membuatnya terlihat lebih baru. Dia merasa terharu karena Brian telah melakukan itu tanpa dia ketahui, menunjukkan perhatian dan kepedulian suaminya terhadap hal-hal kecil dalam hidupnya.

Setibanya di parkiran sekolah, Qilla turun dari motor dan melepas helmnya. Saat sedang mengatur tas di pundaknya, tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang. Qilla tersentak kecil dan langsung menoleh, mencari tahu siapa yang berada di belakangnya.

"Hey!" serunya, lalu wajahnya berubah santai ketika melihat Arion yang berdiri dengan senyum khasnya.

"Kantin yuk," ajak Arion, mengajak Qilla untuk makan siang bersama.

"Gas lah," sahut Qilla santai sambil berjalan beriringan dengan Arion, menikmati suasana santai di antara jam pelajaran.

Mereka berdua berjalan dengan langkah ringan, mengobrol tentang hal-hal yang ringan dan menyenangkan.

Saat sampai di kantin, ternyata Gin sudah lebih dulu duduk di pojok kanan, menunggu mereka sambil memainkan ponselnya.

Qilla dan Arion berjalan mendekati meja tempat Gin duduk. Ketika mereka mendekat, Gin mengangkat wajahnya dan tersenyum lebar begitu melihat keduanya datang, menunjukkan kegembiraannya atas kedatangan teman-temannya.

"Lama banget, gue kira kalian nyasar," seloroh Gin sambil menyeruput minumannya.

"Maaf bro, kita tadi asik ngobrol berdua," jawab Arion santai, memberikan alasan keterlambatan mereka.

Gin menoleh ke arah Qilla. "Eh, motor lo udah bener?"

Qilla mengangguk singkat. "Udah beres."

"Bagus, berarti bisa balapan lagi dong," sahut Arion sambil menaikkan sebelah alisnya, mengajak Qilla untuk kembali mengikuti kegiatan balap motor yang biasa mereka lakukan.

Qilla mendengus pelan. "Males, ah."

"Dih! Tumben banget ketua Red Roses ini males balapan, biasanya langsung gas," ujar Gin, terkejut dengan sikap Qilla yang berbeda dari biasanya.

Qilla tertawa kecil. "Lain kali aja ah, gue malas hari ini balapan," jawabnya.

Arion dan Gin mengangguk paham, tidak memaksa Qilla untuk mengikuti balapan hari itu. Suasana kantin kembali santai dengan obrolan ringan di antara mereka bertiga.

1
wait, what?
ditunggu kelanjutannya
wait, what?
woi gue orang nya gampang curiga lho
wait, what?
ngakak banget
wait, what?
lucuu banget sih
kalea rizuky
orang kaya pasti demi harta biar g kemanaa tuh makanya di jodoin sedari kecil hadeh pak buk egois demi harta anak di korban kan meski akhirnya cinta klo enggak apa gk hancur masa depan anak katanya orang kaya tp kayak orang desa aja kelakuan
kalea rizuky
panass
kalea rizuky
koo ortunya ijinin anak nya nikah muda pdhl orang kaya knp thor
kalea rizuky
meleleh ya qil/Curse//Curse/
kalea rizuky
jd mereka uda nikah g ada flashback nya apa thor
wait, what?
yah, belum lanjut kah? :(
wait, what?
Ditunggu lanjutannya yaa kak
wait, what?
rekomendasi banget sih untuk kalian baca, seruu banget
wait, what?
seruuuu banget, aku sangat suka sama cerita nya. Ditunggu kelanjutannya
Shoot2Kill
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
Shion Fujino
Menyentuh
Mabel
Wah, cerita ini anjreng banget! Pengen baca lagi dan lagi!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!