Diusianya yang tak lagi muda, Sabrina terpaksa mengakhiri biduk rumah tangganya yang sudah terajut 20 tahun lebih lamanya.
Rangga tega bermain api, semenjak 1 tahun pernikahnya dengan Sabrina. Dari perselingkuhan itu, Rangga telah memiliki seorang putri cantik. Bahkan, kelahirannya hanya selisih 1 hari saja, dari kelahiran sang putra-Haikal.
"Tega sekali kamu Mas!" Sabrina meremat kuat kertas USG yang dia temukan dalam laci meja kerja suaminya.
Merasa lelah, Sabrina akhirnya memilih mundur.
Hingga takdir membawa Sabrina bertemu sosok Rayhan Pambudi, pria matang berusia 48 tahun.
"Aku hanya ingin melihat Papah bahagia, Haikal! Maafkan aku." Irene Pambudi.
..........................
"Tidak ada gairah lagi bagi Mamah, untuk menjalin sebuah hubungan!" Sabrina mengusap tangan putranya.
Apa yang akan terjadi dalam kehidupan Sabrina selanjutnya? Akankah dia mengalah, atau takdir memilihkan jalannya sendiri?
follow ig @Septi.Sari21
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35
Sabrina tersenyum puas, seakan bangga dengan sikap tenang Rayhan. Pria itu tidak banyak bicara, namun lebih dengan tindakanya. Dan hal itu menambah nilai positif tersendiri bagi Sabrina.
"Tuan Rayahan, saya mohon ... Ini semua hanya kesalah pahaman saja-"
"Simpan saja semua haluan-haluanmu, JALANG!" tekan Sabrina tersenyum remeh.
Rayhan menatap Sabrina, "Sudah Sayang, ayo! Biarkan saja dia, karena sampah memang berada diluar!" Dengan berwajahkan tenang, Rayhan seakan mampu melempar kotoran tepat diwajah Aruna. Ia lantas menarik tangan Sabrina pelan, untuk diajaknya menyingkir.
Aruna menarik rambutnya, merasa cemas dengan ucapan Rayhan beberapa detik tadi. 'Bagaimana kalau aku sampai dipecat? Duh, sial banget ketemu Sabrina.' Puas menggeram dalam hatinya, ia langsung melenggang meninggalkan perusahaan besar itu.
Melihat Sinta yang sudah menunggunya berdiri didepan lobi, Sabrina spontan langsung menarik tangannya dari genggaman Rayhan dengan cepat.
'Pantas saja aku ditahan Pak Edward disini! Jadi ... Mbak Sabrina sama Tuan Rayhan ...?'
Seakan tahu apa yang dibatin wanita muda disebelahnya, Edward langsung berkata, "Saya harap mulutmu tidak seperti ember yang bocor!"
Sinta spontan mendongak, melayangkan tatapan tajam. "Enak aja Pak Edward kalau ngomong! Saya ini penjaga rahasia paling bisa diandalkan! Apalagi Mbak Sabrina teman baik saya!" balas Sinta.
Sabrina terlihat gugup sendiri, serta salah tingkah. Ia menatap Sinta, karena wajah temannya itu sungguh jahil.
"Sabrina, saya keluar dulu! Ayo Edward!" pamit Rayhan dengan lembut.
"Terima kasih atas bantuannya, Pak Rayhan!" Sabrina tertunduk segan merasa tidak enak hati.
Begitu melihat dua pria tadi sudah melenggang pergi, Sinta dengan cepat langsung menarik tengan Sabrina untuk segera diajaknya beli makan dipinggir jalan depan.
"Mbak Sabrina cie ... Ternyata, wanita yang Tuan sukai adalah Mbak Sabrina?! Aduh-aduh, ini bakal jadi berita trending berbulan-bulan!" Sinta tertawa tengil, setelah ia duduk bersama Sabrina menunggu makanannya.
Husttt!
"Sinta jangan keras-keras! Saya tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Pak Rayhan! Tadi hanya kebetulan saja saya dibantuin!" jawab Sabrina dengan wajah pasrahnya.
"Tenang, Mbak! Semua rahasia aman digenggaman Sinta! Mbak Sabrina nggak perlu khawatir!" kekeh Sinta, sambil merengkuh pundak Sabrina. Ia sudah mulai nyaman dengan kehadiran Sabrina, yang ia anggap sebagai kakak perempuannya sendiri.
*
*
*
Sementara di sekolahan SMK Harapan 02 Surabaya,
Kini mobil mewah Rangga baru saja tiba dihalaman parkir sekolahan tersebut. Sebelum itu, ia sudah menghubungi putranya terlebih dulu jika akan datang.
Dan kebetulan, karena ujian, jadi anak-anak pulang agak siang tidak seperti biasanya.
Mika mendadak menghentikan langkahnya, kala melihat sang Ayah turun dari mobil. Senyum indah sudah melekuk dibibir, karena pikirnya sang Ayah datang menjemputnya dengan kejutan.
Begitu Mika akan melangkah, sambil berteriak, "Pap-"
Rangga malah berbelok, berjalan sambil mengangkat tangan kearah putranya. "Haikal ...." wajah Rangga tampak bahagia, kala melihat putranya berjalan kearahnya.
"Ris, gue duluan ya!" pamit Haikal sambil menepuk bahu sahabatnya.
"Om duluan juga ya, Ris!" ucap Rangga menimpali.
"Ok Om, aman!" jawab Haris, mengangkat satu jempolnya.
Rangga langsung berjalan bersama sang putra menuju parkiran, sambil menepuk-nepuk bahu Haikal. Wajah Rangga terlihat bangga, tidak menyangka putranya sudah tumbuh sebesar dirinya.
Tangan Mika menggantung, begitu langkah kakinya. Ia baru sadar, jika anak Ayahnya bukan hanya dirinya seorang. Dada Mika terasa berdesir, kala sang Ayah hanya berlalu begitu saja, tanpa peduli adanya ia dalam sekolahan itu. Kedua mata Mika memanas, disaat mobil Rangga sudah berlalu, begitu Haikal lebih dulu menjalankan motornya. Dada Mika terasa sesak, kapan ia mendapat keadilan, hidup bahagia dengan keluarga utuh. Namun karena kesalahan orang tuanya, ia yang harus menanggung semua itu.
Haris tidak sengaja menatap Mika, saat ia juga akan melanjutkan jalannya lagi. Dahinya mengernyit, merasa aneh dengan sikap Mika saat ini.
Begitu Mika juga menoleh, ia langsung tersadar. Gadis berkacamata itu bergegas melanjutkan jalannya dengan cepat, mencoba menghindar dari tatapan Haris saat ini. Mika sedikit berlari keluar, berjalan menunduk menyusuri trotoar sekolah.
'Pah ... Aku juga anak Papah! Apa Papah tidak berfikir, aku pulang naik apa, atau dengan siapa? Aku juga satu sekolah dengan Haikal! Tapi kenapa hanya Haikal yang ada dalam pandangan mata Papah!' Mika menahan sesak, serta tatapan kecewa. Ia semakin mengeratkan gendongan tasnya, berjalan dengan langkah malas.
Dint!!!!
Dint!!!
Mika tersentak, kala tiba-tiba ada sebuah motor yang mengklakson tubuhnya dari belakang dengan bunyi sangat kencang.
Seraya menoleh, Mika mengerucutkan bibirnya, disaat melihat haris sudah berhenti. Pria itu terkekeh puas, melihat ekspresi kaget Mika. Dan sepanjang sejarah, baru kali ini ada gadis yang berhasil membuat Haris tertawa.
"Wajahmu lebih jelek dari pada biasanya," kekeh Haris.
"Kamu ngapain sih, Haris? Sudah, sana pergi!" Mika menatap muak, dan langsung kembali melanjutkan jalannya.
Haris tidak menyerah, ia melanjukan motornya dengan sangat pelan, menyamai jalan cepat Mika. "Ayo, naik!" teriak Haris.
Mika melirik sinis, lalu kembali berjalan sambil mengeratkan kedua tanganya pada selempang tas. Hatinya masih sakit, mengingat sikap acuh sang Ayah tadi.
Merasa terabaikan, Haikal langsung menghadang jalan Mika dengan motornya. "Cepat naik! Disini banyak anjing yang berkeliaran."
Mika membolakan mata, karena ia paling takut dengan anjing. Apalagi, ia pernah dikejar waktu kecilnya. Dan itu membuatnya trauma hingga kini.
"Kamu serius, Ris?"
"Iya, ayo cepet!" seru Haris kembali.
Sambil menoleh belakang, serta mengedarkan pandangan kesembarang arah, Mika bergegas naik diatas motor Haris. Ia tampak meremat kedua sisi jaket Haris, karena saking takutnya.
Haris tersenyum tipis, lalu segera melajukan motornya dengan santai.
*
*
Sementara Haikal, kini ia sudah mem parkirkan motornya dihalaman Cafe Foresta. Cafe tersebut, salah satu cafe favorite keluarganya dulu. Setiap seminggu sekali, Rangga pasti mengajaknya dengan sang Mamah, hanya sekedar bersantai saja.
Rangga dan putranya sudah duduk didalam. Kedua mata Haikal menyipit, kala melihat sang Ayah mengeluarkan sebuah maps dari tas kerjanya.
"Apa itu, Pah?"
"Haikal ... Ini adalah saham perusahaan Papah!" Rangga menyerahkan maps itu, yang didalamnya sudah terdapat nama sang putra, sebagai ahli waris utama. "Ambilah!" lanjutnya.
Haikal menerima maps itu. Dengan kening berkerut, ia mulai membuka maps tadi. Setelah itu, Haikal kembali mengangkat pandanganya.
"Sejak kapan Papah memiliki aset perusahaan? Apa Mamah tahu tentang semua ini?" Haikal menatap tidak percaya.
"Baru kok! Mungkin sudah berjalan 3 tahun belakangan ini!" jawab Rangga.
Haikal menghela nafas dalam. "Kenapa Papah menyembunyikan ini semua dari Mamah? Apa Papah tidak menganggap kehadiran Mamah selama ini?" tatapan Haikal penuh dengan rasa kecewa. Baru kali ini ia mendapati sang Ayah memiliki aset, namun tersembunyi dari keluarganya.
hnya dng kata maaf di pikir semua akn kembali. huuhhh mungkin anak anak sprti mika bgitu dah hilang rasa malu nya. ya gimana ibu nya saja jd pelakor gk malu kok.
coba klo nurut kakaknya
smoga diksh yg terbaik.
liat aruna kshan juga ditinggalin sndirian
rangga tanggung jwb juga ya smua asetnya buat anaknya dr istri sah..
ceritanya bagus lho..