seorang remaja laki-laki yang berumur 15 tahun bernama Zamir pergi ke pulau kecil bersama keluarganya dan tinggal dengan kakeknya karena ayahnya dialih kerjakan ke pulau itu.
kakek Zamir bernama kakek Bahram. Kakek Bahram adalah oramg yang suka dengan petualangan, dan punya berbagai pengalaman semasa hidupnya.
Saat kakeknya sedang membereskan beberapa catatan lama. Ada selembar catatan yang menuliskan tempat yang belum kakek Bahram ketahui tentang pulau ini. jadi kakek Bahram mengajak cucunya Zamir untuk ikut menyelidiknya.
Akankah mereka menemukan tempat tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radit Radit fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Petunjuk ke Ruangan Misterius
"kalian benar, sepertinya Turza menulis kodenya pakai tinta yang bisa terlihat hanya jika disinari cahaya ultra violet." kakek berkata, lalu mengangkat kembali kepalanya, menatap sekitar ruangan.
"tapi jelas tidak akan mudah, ruangan ini cukup luas, dan kodenya bisa dimana saja yang Turza inginkan." kakek berhenti berkata sebentar, lalu menatapku.
"tapi setidaknya mungkin kita bisa menyingkat pencariannya. Zamir, kamu coba baca-baca catatan di meja ini, siapa tau ada petunjuk. Sedangkan kakek dan teman-temanmu akan mencari dimana kodenya berada." kakek berkata.
Aku dan teman-temanku mengangguk. Aku mulai melihat-lihat catatan di meja Turza.
Sementara kakek dan teman-temanku mulai mengsenter sekitar ruangan. Karena area senter itu kecil, kakek menyerahkan dua senter ultra violet yang juga dibawanya kepada Naurah dan Eron. Walau sama-sama berarea kecil, jika senternya sampai tiga pencarian ini bisa lebih cepat.
Aku lihat beberapa catatannya tidak terlalu penting untuk kami. Hanya saja aku jadi tau kenapa sampai ada linggis disini, karena dulunya pernah ada anjing yang kena penyakit rabies jadi mau tidka mau kekuatannya harus lebih besar dengan menggunakan linggis.
"apakah ketemu sesuatu Zamir?" kakek bertanya beberapa menit kemudian.
Aku menggeleng.
"aku tidak tau kek, bisa jadi petunjuknya tersamarkan. Palingan hanya ada catatan kalau Turza suka main dartboard di ruangan ini, sisanya hanya tentang pekerjaannya." aku berkata.
Perkataanku membuat kakek langsung melirik ke bagian dinding yang punya target permainan dartboard.
"oh ya, yang itu belum diperiksa." kakek berkata, mendekat ke sisi dinding itu, lalu mengambil papan target dartboardnya.
"nah, ini dia." kakek berkata.
Begitu kakek berkata seperti itu, aku dan teman-temanku langsung mendekatinya, mau melihat.
Kakek menunjukkan bagian belakang papan itu yang sebenarnya putih polos, tapi saat disenter dengan sinar UV, langsung muncul kode angka "56790".
Kami semua tersenyum, akhirnya ini ketemu juga. Aku langsung menuju meja Turza, mengambil kotaknya yang sebelumnya ditaruh di atas meja.
Jari jempolku menggeser-geser roda angka yang ada di bagian depan kotak. Menyusunnya ke angka 56790.
Lalu aku kembali mendekat kepada kakek yang teman-temanku. Ibu jariku menggeser roda angkanya agar menunjukkan nomor 56790.
Kotaknya terbuka, aku membukanya perlahan. Saat kami semua lihat isinya, itu berisi satu gulungan kertas kecil. Di sampingnya ada satu benda kecil berbentuk kubus yang sedikit pipih.
Kakek mengambil gulungan catatan itu, membacakannya untuk kami semua.
"sebenarnya aku tidak mau melakukan ini, karena jelas berbahaya kalau ketahuan. Tapi petinggi menyuruhnya, membuat benda kecil yang berisi telapak tangan para pekerja khusus di ruangan tukang itu. Katanya jika terjadi apa-apa, kami tetap bisa masuk. Tapi tentunya aku sebagai mata-mata disini tetap harus menyimpannya dengan cara terbaik yang aku bisa. Kuharap tidak ada orang lain yang melihat catatan ini selain aku, dengan empat kali gerakan alat di ruangan itu akan memberikan suatu jalan." kakek membacakan isi catatan itu.
Aku dan teman-temanku sedikit tertegun saat mendengar kata mata-mata itu. Lagipula apa kaitannya mata-mata dengan suatu apartemen? Itu jelas tidak nyambung sama sekali.
"baiklah, kuta semua juga makin heran dengan gedung ini, karena itu kita bisa melanjutkan perjalanan ini agar rasa penasaran kita ini terpuaskan." kakek berkata, menyimpan kertas dan benda kubus putih polos dan pipih yang tadi ada di dalam kotak kayu.
Aku dan teman-temanku mengangguk. Kami semua memasang kotak kayu masing-masing, lalu keluar dengan berjalan jongkok.
Kali ini aku tidak bisa mengeluh perjalanan kami bolak-balik dan cukup panjang. Karena aku penasaran dengan apa yang ada di ruangaan tukang itu.
Sayangnya karena perjalanan kami berlawanan dengan putaran monster rajut. Mau tidak mau di tengah perjalanan kami harus berhenti dan menepi dulu saat dia sudah lumayan dekat.
Untungnya kami selamat, lagi-lagi monster rajut itu tidak mengusik kotak kayu dipinggir teras. Karena di beberapa bagian teras gedung ini juga tersusun kotak kayu. Jadi jika dia memeriksa satu-persatu jelas hanya akan membuang-buang waktunya.
Jadi kami bisa melanjutkan perjalanan dengan lebih tenang karena sekarang dia malah menjauh dari kami.
Saat sudah dekat, baru kakek maju ke depan barisan. Di depan pintunya, kakek memasukkan batu aksesnya.
Kami masuk satu-persatu, kakek masuk yang terakhir seperti biasa menutup pintu dengan mencabut batu aksesnya.
Aku dan teman-temanku yang sudah tidak sabaran langsung mendekat lebih dulu ke bagian dinding di seberang pintu.
Baru setelah itu, kakek yang menyusul kami, mendekat ke bagian dinding yang sama. Kakek mengambil kubus pipih putih yang ada dalam ranselnya. Lalu memasukkan kubus itu ke lubang di dinding.
Pas, kubus itu langsung masuk ke dalam dindingnya. Saat kubus itu sempurna masuk lapisan dinding diatasnya berukuran tinggi 25 cm dengan lebar 40 cm terangkat ke atas memperlihatkan empat tuas dengan pegangan plastik merah.
Aku tidak mengerti bagian gedung mana lagi yang bisa kupercaya. Dan entah bagaimana apartemen ini membuat teknologi secanggih ini di zaman dulu.
Teman-temanku, bahkan kakek juga saja terkesima melihatnya. Ini puzzle baru lagi, yang pakai sistem tuas.
Dan dinding di sisi kiri ruangan bagian kanan dindingnya juga terangkat ke atas. memperlihatkan sebuah pintu berwarna kelabu dengan kaca kecil yang sudah berdebu di bagian atasnya.
"aneh sekali, bukannya di sebelah ruangan ini berisi unit?" kakek berkata, sambil mendekat ke pintu itu.
Tangan kakek memegang pegangan pintu itu, membuka pintunya. Benar saja, di depan pintu itu hanya ada dinding berdebu dari unit di sebelahnya.
Kakek akhirnya bergantian melirik dinding tepat di depan bingkai pintu itu dan tuas yang ada di depanku dan teman-temanku.
"sepertinya kakek mengerti." kakek berkata, mendekat kepadaku dan teman-temanku.
"begini, tuas-tuas itu, mungkin saja mendorong bagian belakang dari unit-unit tertentu di dinding pada depan pintu itu. Jadi kemungkinan besar kita harus menemukan kombinasi tuas yang tepat agar lorongnya bisa terhubung ke ruangan... Mata-mata. Karena tidak mungkin pintu itu hanya terlihat saat data telapak tangan dimasukkan tanpa ada fungsi." kakek menjelaskan kepadaku dan teman-temanku.
Aku dan teman-temanku mengangguk. Sebenarnya aku setengah paham setengah belum, aku biasnaya baru lebih mengerti kalau melihat contohnya langsung. Jadi cepat atau lambat, aku juga akan paham sendiri jika nanti sudah kami mulai pecahkan puzzlenya.
Tepat di atas tiap tuas, ada urutan abjad, A, B, C, dan D, di atasnya lagi, terlihat ada layar yang memperlihatkan lima persegi berjejer horizontal, tapi bagian tengahnya kosong.