Spin-off dari Istri Amnesia Tuan G
Dalam beberapa jam, Axello Alessandro, seorang aktor terkenal yang diidamkan jutaan wanita jatuh ke titik terendahnya.
Dalam beberapa jam, Cassandra Angela, hater garis keras Axel meninggal setelah menyatakan akan menggiring aktor itu sampai pengadilan.
Dua kasus berbeda, namun terikat dengan erat. Axel dituduh membunuh dua wanita dalam sehari, hingga rumah tempatnya bernaung tak bisa dipulangi lagi.
Dalam keadaan terpaksa, pria itu pindah ke sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Tapi rumah itu aneh. Karena tepat pukul 21.45, waktu seakan berubah. Dan gadis itu muncul dengan keadaan sehat tanpa berkekurangan.
Awalnya mereka saling berprasangka. Namun setelah mengetahui masa lalu dan masa kini mereka melebur, keduanya mulai berkerjasama.
Cassie di masa lalu, dan Axel di masa kini. Mencoba menggali dan mencegah petaka yang terjadi.
Mampu kah mereka mengubah takdir? Apakah kali ini Cassie akan selamat? Atau Axel akan bebas dari tuduhan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 ~ Pergelutan yang Mesra?
Cassie kembali ke rumahnya yang berada di pinggiran kota. Bukan tanpa alasan ia tinggal di sini. Rumah ini begitu tenang karena jauh dari pemukiman, juga harganya murah. Cocok sekali dengannya yang begitu hemat.
Dengan langkah gontai ia masuk ke dalam rumah itu. Tidak mendapatkan info penting tadi membuat semangatnya menurun drastis. Saat duduk di depan dua komputernya, salah satu menyala. Ia segera menggeser mouse, mendapati berita terbaru yang membuatnya tercengang.
Pantas saja tidak ada feedback akhir-akhir ini dari wartawan pria itu. Ternyata sudah ditabrak mati oleh seorang artis bernama Freya.
"Huft!" Cassie menghela napas kasar. Sekarang ia jadi tidak ada komplotan untuk memecahkan skandal para artis besar.
"Padahal dia sangat membantu. Freya jaalang itu, benar-benar! Tapi baguslah udah ditangkap polisi, aku jadi enggak perlu repot-repot ungkap dosa-dosanya lagi."
Tanpa sadar tangannya terangkat untuk memukul meja. Namun yang ia dapat adalah rasa sakit balasan meja itu. "Ouch, sialan!" pekiknya sembari mengumpat.
Ia refleks bangkit berdiri hingga tidak sengaja kepalanya terbentur dinding. "Akh!"
Kali ini jauh lebih sakit, kepalanya yang dipukul dengan tongkat golf saja masih diperban. Sekarang tubuhnya jadi terasa berputar-putar.
Dengan langkah tidak tentu ia berusaha menuju ranjang. Menjatuhkan diri dan memejamkan mata, berusaha menenangkan sakit di kepalanya. Perlahan-lahan kesadarannya mulai kabur, napasnya tenang teratur. Gadis itu telah tertidur.
Hingga entah berapa jam kemudian ia baru terbangun. Cassie mengangkat tangannya dan meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. "Lapar," gumamnya saat perutnya berbunyi.
Gadis itu refleks memegang perutnya yang memang belum terisi sejak makan siang di rumah sakit. Ia lalu bangun dari tidurnya, menapakkan kaki di lantai dan menopang tubuhnya untuk bangun.
Ia bahkan tidak sadar dengan perubahan yang terjadi di rumahnya. Bahkan setelah membuka pintu kamar dan berjalan menuju kamar mandi di belakang. Tangannya terangkat untuk menyentuh gagang pintu, lalu menekan dan membukanya.
Namun saat benar-benar terbuka, kedua matanya terbelalak. Napasnya seakan terhenti saat itu juga.
"AKKKHHHHHH!" teriaknya kencang namun dengan mata yang melotot.
Axel yang sedang mencuci rambutnya merasa kesakitan saat memaksa membuka mata. Dengan gerakan cepat ia mengambil gayung dan menyiram kepalanya, sembari meraba-raba letak handuk.
Sementara Cassie langsung berlari untuk mengambil sapu. Ia kembali ke kamar mandi dan masih melihat Axel yang tengah memakai handuk.
Tanpa ragu ia langsung memukul tubuh pria itu. "Bajingan! Brengsek! Pria cabul! Beraninya masuk ke rumahku dan memamerkan tubuh telanjang di depanku!"
"Eh, akh, akh. Berhenti! Stop! Cassie, stop! Sakit, Sialan!" Axel melompat-lompat saat merasakan gagang sapu itu terus memukul ke arahnya.
Entah hantu apaan ini, bukannya menakut-nakuti malah memukul dengan sapu. Axel terus berusaha meraih gagang sapu itu hingga berhasil. Dan di saat yang sama, handuk yang ia gunakan kembali melorot.
"AAAKKKKHHHHH." Cassie kembali berteriak saat melihat hal yang tidak seharusnya ia lihat. Jika tadi ia hanya melihat tubuh Axel dari belakang, sekarang justru tubuh depan pria itu yang terpampang nyata.
Sementara Axel juga tak kalah terkejut, sekarang ia entah harus menyelamatkan asetnya yang sudah ternoda atau sapu yang bisa melumpuhkan asetnya ini. Pria itu yakin, jika ia melepas gagang sapu, gadis di depannya ini pasti kembali menyerangnya.
"Stop! Kamu pergi dulu! Biarkan aku berbenah dulu!" Sambil bicara, Axel menurunkan tangannya untuk meraih handuk. Tangan satunya masih memegang sapu dengan erat.
Cassie yang memang sudah terlalu malu melihat pemandangan di depannya akhirnya mau tidak mau mengalah. Gadis itu mendorong sapu sekali lagi dan hingga menusuk perut Axel. "Arghh," pekik Axel tanpa bisa dicegah.
Pria itu segera menutup pintu dan memakai pakaian yang untungnya ia bawa ke kamar mandi. Saat keluar, tidak terlihat ada Cassie di sana. Ia mulai melangkah hingga tiba-tiba lengannya ditarik, di detik berikutnya tubuhnya sudah dibanting dengan keras di atas lantai.
"Katakan! Bagaimana bisa kamu masuk ke rumahku?" tanya Cassie dengan tegas. Gadis itu menahan lengan Axel dan menekan tubuh pria itu agar tidak bisa bangun.
"Arghh, ini rumahku. Aku udah menyewanya, rumahmu apanya?" Axel protes dengan suara tertahan. Kepalanya ditekan dengan keras, hingga rahangnya pun sulit dibuka untuk berbicara.
"Rumahmu? Enak aja! Ini rumahku. Jangan-jangan kamu mau nagih utang sampai mau rebutan rumah sama aku?"
Axel tak tahan lagi, pria itu mengerahkan kekuatannya hingga cekalan Cassie terlepas. Pria itu membalik keadaan dan saat ini Cassie yang terbaring terlentang di bawahnya.
"Akhh, kamu mau apa, Sialan?" pekik Cassie panik. Tangannya yang ditahan Axel sekarang sama sekali tidak bisa digerakkan. Posisinya saat ini juga sangat tidak menguntungkan. Terlebih rambut Axel yang masih basah itu mulai meneteskan air ke wajahnya.
Axel tertawa puas, ia tidak menyangka. Ternyata bisa menangkap hantu dengan tangannya sendiri. "Kau lupa aku seorang aktor multitalenta? Kata orang, artis adalah pekerjaan dengan segudang profesi. Aku bahkan pernah berperan sebagai atlet judo."
Saat berbangga diri, tanpa sadar tekanan Axel melemah. Saat itu Cassie kembali membalik keadaan, kini tubuh Axel kembali terpelanting ke bawahnya. "Hah, kamu berperan sebagai atlet judo? Kalau begitu selamat, kamu sekarang lagi ketemu sama pemegang sabuk hitam judo."
"Ouch, sakit, Sialan! Apa hantu zaman sekarang sudah seperti ini?"
Cassie membelalak saat mendengar ia dibilang sebagai hantu. "Kamu bilang apa? Kamu doain aku mati?"
"Ya, kau emang udah mati." Axel menahan rasa sakit saat tubuhnya ditekan semakin kuat.
"Sialan kamu!" Cassie hendak memberi bogem, namun saat tangannya hampir menyentuh pipi Axel, pria itu menghilang hingga tangannya melayang di udara. Tubuhnya yang sebelumnya berada di atas Axel pun langsung jatuh mencium lantai.
"Akhh," pekiknya saat merasakan lututnya yang lecet kembali terbentur. Juga lengannya yang tersabet pisau kini kembali mengeluarkan darah. Namun bukan itu fokusnya kali ini. Kedua matanya membola, ia memandang ke sana ke mari mencari keberadaan Axel.
"Di-dia yang setannn!"
.
.
.