Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.
Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.
Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.
Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.
note: suka dengan bacaan yang berbau konflik? langsung temukan di chapter 20
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 14 Melan dan Gas Melon
"Udah. Noted. Pas. Catet.. Dia Ken."
Semua diam menunggu kata-kata Seha tentang portal yang mencoba berinteraksi dengan mereka.
"Gue baca ulang ya. Dalam sudut pandang Ira, dunia kakaknya itu seperti apa? Mimpinya ataukah pengalaman nyata? Ken. Enyak sama babeh kaget. Samaan kagetnya kayak gelagat Ira pas mati lampu. Versi gue, Enyak bingung liat Mae. Pasalnya gue kaga kembar. Trus kaget versi Ira, dia bingung-"
"Ngng.. Iya."
"Kenapa bingung?"
"Kemarin, kemarin, kok langsung sepi. Suara mobil gak ada. Hape gak ada. Kerupuk yang aku makan gak ada. Aku deg-degan. Tapi kok aku baik-baik aja. Waktu padam, kepalaku terasa langsung ringan. Gak kepikiran lagi ngemil. Udah gak mikirin es teh manis. Tapi aku.."
"Iya. Terusin," beri Seha, mempersilahkan dengan senyum lebar.
"Ngng, tapi aku tetep inget hape.. buat nyalain senternya, tapi udah gak ada aku raba-raba di meja. Mulai di situ aku takut dan langsung manggil kak Fani."
Ira diam sejenak tampak langsung memberi ruang interpretasi. Namun semua sedang menunggunya.
"Aku udah tidur dua kali. Sempet berpikir juga kalo aku lagi mimpi. Tapi jujur ini pengalaman asli. Aku masih inget sekolah, siswi sekolah mana, jam live biasanya pukul berapa. Gak ada yang terhapus atau dihapus dari kepalaku."
"Abis berstatus trust gitu Ira panik Ha," sela April menambahkan. "Fix. Setakut itu realitanya."
"Hu-um. Panik banget."
"Terus pas lo manggil Fani, yang muncul siapa?"
"Ngng.." gantung Ira, mencari kata-kata, wajahnya merona merah.
"Gue," kata Jihan sambil tetap bersandar melipat tangan. "Tapi gue yang versi kemaren. Jihan jaman dulu. Giziania palsu."
"Gue nyamar jadi Giziania, Ha. Abisnya Fani yang nyuruh, sih. Tapi bener sangkaan Fani. Ira nyengir planga-plongo. Padahal gue cuma nyalain kamar ini sambil melototin dia. Ira biasa aja gue galakin pake mata," kisah April. "Bener sangkaan Fani. Ira langsung jatuh cinta."
"Aku gak nyengir. April."
"Nyengir yang gue baca tuh dalam artian lo lagi bahagia. Lupa lagi darurat. Lupa lagi raba sana-sini deket kursi, lupa sama hape. Lupa daratan," papar April berulang-ulang.
"Ha-aaa. April."
"Namanya juga jodoh. Pastilah tau sifat asli soulmatenya," ucap Melan. "Biarpun Ira baru liat, ya tetep Ira tau gimana sifat asli kak Jihan."
"Santai. Ra. Kalo bosen kita bisa tukeran. Hhhhss.. hadeuh enak banget."
"Nih kamar pengantin, Ha. Gue sama Teni justeru bakal dobel ngobrak-abrik lo," ingat Jihan pada Seha yang asyik menghirup sumber aroma kamar.
Diam-diam Seha meraih tangan Ira. Aksi tersebut membuat si pemilik jari langsung sadar mendapati pesan baru pada kertas surat yang sedari tadi dipegangnya.
"?!!"
"Baca, baca, Ra," pinta Melan dengan tak sabar, lalu buru-buru menghampiri. "Ra, kamu udah jadi orang penting di Komunitaz bawa-bawa lencana kak Fani. Dijagain April. Biarpun robot, April bisa bikin duit, emas, berlian, apa aja. Dan pokoknya April juga bisa nyamar jadi gue, Ra."
"Bentar.." pinta Seha, menahan guncang pundak.
"Udah, udah. Ha. Mel. Kita liat bareng balesan Kencana gimana. Bacain Ra," fokus Jihan.
Mendengar permintaan itu, Seha batal bicara, batal mengomentari omongan Melan soal jodoh.
"Salin semua pembaruan pesan," eja Ira.
Ira membalikan kertas. Terbaca di situ: SALIN DENGAN TULISAN TANGAN.
"Salin dengan tulisan tangan," eja Ira lagi.
"Diem. Jangan dulu lanjut. Ambil tasnya, Mel," pinta Seha, menahan tangan Ira.
Seha yang Ira pandangi, melangkah pergi menuju meja. Sesampainya di sebelah Jihan, Seha menggeser kursi.
"Sini, Yang. Duduk."
Usai mengambil tas, gadis berhelm hitam ini buru-buru mendahului langkah Ira.
Melan duduk di kursi yang Seha putarkan. Blegh!
"He. Bukan lo. Minggat gak?"
Melan menggeleng.
"Minggat gue bilang. Gue cabut helm lo nih."
Melan menatap Seha dan mengulang gerakan kepala. Seha pun akhirnya geram dan melangsungkan ancamannya. "Eerghh.."
"Aaaa..! Ahah! Hahaa!"
Melan yang ditarik-tarik kepalanya malah tertawa, bahkan kian keras ketika Seha kesal menepuk helm yang gagal dilepaskan.
Beberapa menit berlalu. Dalam duduk, Ira membiarkan Jihan menggiring rambutnya. Dia tetap sibuk menuliskan teks surat ke dalam buku kosong.
Di tengah kesibukan Ira, sambil menunggui, Jihan duduk di tepi kasur membuka-buka album.
Wajah Tifani dalam foto masa sekolahnya berambut panjang, hampir kembar dengan bocil perempuan di sebelahnya. Jihan membuka lembar terakhir, dia tak menemukan wanita selain adik-kakak tadi dalam foto Sumarwan.
Fani banyak menyimpan kejutan. Dalam tubuhnya bersemayam DNA warga Korea. Sedikit sekali gen ayahnya yang juga bukan warga lokal asli.
Lembar terakhir mengabadikan makam yang sedang Fani layat hasil jepretan Ira yang masih polos dengan air mata Fani. Ira sudah yatim sejak bayi, di masa SMP gilirannya yang terjepret kamera, meratapi kepergian sang ayahanda.
Hanya Jihan dan Ira yang terlihat di sini. Di mana yang lainnya? 4 gadis lainnya ternyata kembali ke meja sarapan, berada di bengkel.
Langit masih gelap, namun keempat gadis tetap beraktivitas seperti layaknya di kehidupan normal, di semesta bawaan yang berbasis empat gaya.
Berdasar pada intruksi surat, Melan diharuskan menunggu Ira. Dan untuk mengisi waktu, mereka terpaksa mengikuti pesan yang terus update tersebut, yang mana hanya memberikan makanan dan minuman.
Di sini Teni duduk berdampingan dengan Melan, membacakan petunjuk menyusun modul untuk melengkapi fungsi helm.
Dalam duduknya, Melan memasang seunit antena pada helm, mengikuti arahan Teni.
Chuppph!
Seha yang sedari tadi sibuk bolak-balik mengurus kontainer genset bersama April, mencium pipi Teni ketika lewat. Melan dan Teni tak mempedulikan si ganjen yang mendadak centil dan gemas.