NovelToon NovelToon
Batas Yang Kita Sepakati

Batas Yang Kita Sepakati

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Princess Saraah

Apakah persahabatan antara laki-laki dan perempuan memang selalu berujung pada perasaan?

Celia Tisya Athara percaya bahwa jawabannya adalah tidak. Bagi Tisya, persahabatan sejati tak mengenal batasan gender. Tapi pendapatnya itu diuji ketika ia bertemu Maaz Azzam, seorang cowok skeptis yang percaya bahwa sahabat lawan jenis hanyalah mitos sebelum cinta datang merusak semuanya.

Azzam: "Nggak percaya. Semua cewek yang temenan sama gue pasti ujung-ujungnya suka."
Astagfirullah. Percaya diri banget nih orang.
Tisya: "Ya udah, ayo. Kita sahabatan. Biar lo lihat sendiri gue beda."

Ketika tawa mulai terasa hangat dan cemburu mulai muncul diam-diam,apakah mereka masih bisa memegang janji itu? Atau justru batas yang mereka buat akan menghancurkan hubungan yang telah susah payah mereka bangun?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Princess Saraah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cemburu

Tidak terasa tiga minggu berlalu. Sejak aku tahu Mira pernah datang ke rumah Nizan, Rafa, bahkan Azzam, tanpa cerita apapun ke aku, ada sesuatu yang perlahan mengendap. Bukan marah, bukan cemburu, lebih ke asing. Seolah ada bagian dari Mira yang pelan-pelan menjauh dari jangkauanku. Tapi aku tetap diam. Aku menunggu Mira membicarakannya denganku, itupun jika dia mau.

Tiga minggu ini juga aku tidak lagi ngobrol dengan Azzam. Bukan karena bertengkar, hanya aku menjaga jarak. Mungkin untuk menghormati Mira yang kuketahui kini mulai menyukai Azzam. Mungkin juga, aku takut salah paham lagi.

Hari ini hari Kamis. Pelajaran Bahasa Indonesia. Bu Farah datang dengan setumpuk buku dan senyum ramahnya.

"Pagi anak-anak," katanya setelah semua duduk.

"Pagi bu," jawab kami serempak.

"Ibu akan beri tugas akhir semester. Kalian harus membuat film pendek untuk mengisi nilai kelompok."

Kelas langsung riuh.

"Bu, serius film pendek?!"

"Berat banget, Bu! Kami kan anak akuntansi, bukan anak teater!"

"Bu, yang edit-edit gitu? Wah gawat. Ga pandai Bu."

"Ga pandai akting bu!"

Bu Farah mengangkat tangan. "Kalian coba tenang. Belum juga ibu selesai bicara."

Akhirnya setelah kelas tenang, Bu Farah melanjutkan ucapannya. "Tugas ini kalian boleh kerja sama lintas jurusan. Anak RPL bisa bantu editing dan take video. Kalian juga boleh gabung sama temen kalian dari jurusan Perhotelan dan Tata Busana. Yang penting di akhir Desember tugas ini sudah selesai dan dikumpul ya. Yang ga kumpul nilai kelompoknya kosong."

Langsung deh, atmosfer kelas berubah.

"Akhirnya! Punya alasan buat sok akrab ke anak RPL!"

"Gue udah ngincer anak Busana tuh!"

"Gue mau casting jadi tokoh utama cowok woi!"

Aku dan Mira saling pandang, tertawa.

"Sya, kita satu kelompok ya," kata Mira.

"Okey mir. Erina bareng kita ya?,"tambahku.

"Sip Sya," jawab Erina.

"Gue juga dong!" Raka tiba-tiba nimbrung dari belakang.

"Ajak Khalif juga tuh," kata Erina.

"Lif, mau gabung kita ga?" tanyaku pada Khalif.

"Mau dong. Afiq gabung juga ya."

"Sip. Boleh-boleh."

"Lo ga ajak Nizan Sya?," kata Khalif tiba-tiba.

Aku diam sebentar. "Iya boleh juga sih. Nanti biar gue aja yang bilang ke Nizan."

"Ajak Yumna sama Salsa biar tambah ramai," kata Raka bersemangat.

"Iya Raka. Nanti biar gue aja sekalian yang bilang," jawabku.

...****************...

Istirahat pertama aku dan Mira melangkah ke kelas Akuntansi 1, ingin cari Yumna. Kelas mereka persis di sebelah kelas kami.

Saat kami melintasi koridor, seseorang memanggilku.

"Tisyaa!"

Aku menoleh refleks. Di ujung lorong, berdiri seseorang yang dulu sangat akrab dengan senyum manisnya: Yoga Syahreza.

Akrab disapa Yoga, teman SMP, partner bolos, temen nebeng sebelum aku kenal Nizan.

Aku refleks tersenyum. "Iya, ga!" jawabku, agak kaget. Sudah beberapa bulan kami tidak saling sapa.

Tapi kemudian aku sadar, dia tidak menyapa Mira sambil berlalu begitu saja. Wajah Mira langsung berubah masam.

"Emang gue nggak keliatan, ya?" gumamnya pelan.

Aku nyengir canggung. "Nanti lain kali gue ingetin Yoga ya. Suruh sapa lo juga."

Agar tidak makin canggung, aku langsung menarik Mira ke bangku Yumna.

"Yum, kalian udah ada tugas film pendek ga?" tanyaku.

"Udah. Gue baru mau nanya kalian juga. Gue gabung ya," jawabnya semangat.

"Sehati banget. Baru kita mau ngajak lo gabung. Pasti lo mau ikut karena ada Raka kan?" sahut Mira.

"Hehehe, ngga juga sih. Mau bareng kalian aja," jawab Yumna.

...****************...

Pelajaran hampir selesai saat pengumuman terdengar dari speaker:

Perhatian!! Seluruh siswa kelas 10 dan 11 wajib mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka sore ini. Siswa dilarang meninggalkan lingkungan sekolah sebelum kegiatan berakhir. Seluruh siswa akan diabsen. Terimakasih.

Aku langsung lemas. "Ya ampun, harus alesan apalagi gue minggu ini ga ikut pramuka."

"Lo aja yang kebanyakan bolos Sya, ikut aja kenapa sih. Seru kok," komentar Erina.

"Males," jawabku singkat.

Saat bel pulang berbunyi, semua mulai bersiap ke lapangan. Tapi aku malah melipir keluar dari kelas dan duduk di depan, wajah lesu total.

Kebetulan partner bolosku sejak lama, Yoga keluar dari kelasnya. Spontan, aku berdiri dan menghampiri.

"Ga, bolos yuk!" bisikku terus terang.

Yoga tampak kaget, tapi senyum kecil muncul di wajahnya. "Lo tau aja gue juga mau bolos."

"Iya taulah, kelihatan dari muka lo. Ayo la, gue deh yang bayar dendanya. Alesan aja nikahan abang lo lagi."

Wajahnya ragu. Ia menoleh ke kiri-kanan, lalu menggaruk kepala. "Lo ga pulang bareng Nizan?"

Aku menggeleng. "Ngga. Nizannya gamau diajak bolos. Nanti gue deh yang bilang Nizan gue pulang bareng lo kalau lo ga enak sama Nizan."

Yoga nyaris mengangguk saat suara lain muncul.

"Sya."

Aku menoleh. Nizan.

Wajahnya datar, tapi sorot matanya tajam.

"Ga, ikut gue."

Yoga melirikku, bingung. Aku juga bingung, tapi Nizan menatapku. "Kamu ga usah ikut Sya. Disini aja. Nanti aku sama Yoga balik lagi."

Perasaan nggak enak menyelinap cepat. Tapi aku nggak bisa diem. Aku mengikuti mereka pelan-pelan dari kejauhan. Dan saat sampai di ujung tangga, aku tertegun.

Nizan mendorong Yoga ke tembok.

"Gue udah bilang dari dulu, jangan deketin Tisya lagi," suaranya pelan tapi jelas.

Yoga mengangkat tangan. "Gue cuma ngobrol Zan. Tisya yang nyamperin duluan."

"Gue gak peduli. Lo kan temen gue Ga. Lo tau gue suka Tisya. Gue ga suka Tisya deket sama cowo lain, apalagi temen gue sendiri." Suara Nizan semakin tinggi memarahi Yoga.

"Iya gue tau Zan. Tapi kan gue udah temenan lama sama Tisya. Ga enak juga gue ke Tisya. Gue juga udah bilang kok suruh izin lo dulu."

"Alesan."

Tangan Nizan mengepal kuat, seolah menahan badai di dalam dadanya. Urat-urat di pergelangan tangannya menegang, matanya menatap tajam Yoga, dan rahangnya semakin mengeras. Satu langkah maju dan tanpa aba-aba, lengannya terayun cepat. Pukulan itu meluncur, membelah udara, dan menghantam keras wajah Yoga.

Bruk!

Suara benturan itu menggema. Kepala Yoga terpelintir ke samping, tubuhnya sedikit oleng. Sudut bibirnya robek, darah mulai merembes pelan, menetes ke dagu. Napasnya tersengal, tapi ia bahkan tidak membalas, hanya menatap balik Nizan penuh keterkejutan.

Sementara Nizan masih berdiri di tempatnya. Tangan kanannya masih mengepal, sedikit gemetar.

Keheningan menyelimuti sekitar. Tidak ada teriakan. Tidak ada tepuk tangan. Hanya ketegangan yang menggantung di udara.

Aku melangkah cepat ke arah mereka. "Nizan! Lo ngapain sih?!"

Nizan menoleh dengan terkejut. Seketika, tangannya yang mengepal dan mencengkeram kerah baju Yoga terlepas begitu saja.

"Yoga nggak salah, Zan. Gue yang nyamperin duluan ngajak bolos!"

Aku langsung menghampiri Yoga, mengeluarkan sehelai tisu dan memberikannya pada Yoga. "Ga maaf ya. Lo gapapa kan?"

Jevan berdiri di pojokan, tapi hanya diam.

Aku menatap Nizan tajam. "Egois banget lo ya Zan. Gue kan udah pernah bilang gue ga suka cowo emosian, apalagi suka adu otot kaya gini."

Nizan terdiam. Aku menoleh ke Yoga lagi. "Maaf ya Ga. Maaf banget."

"Iya Sya gapapa. Lo ga salah kok." jawab Yoga mencoba menenangkanku.

Aku kemudian membalikkan badan, berjalan cepat dengan dada sesak.

"Sya! Tisyaa!" suara Nizan dari belakang.

Tapi aku nggak menoleh. Sampai tiba-tiba, sebuah tangan menarik lenganku, Azzam.

Aku tersentak, dia menarikku berdiri di belakang punggungnya, tubuhku bersembunyi di baliknya.

Nizan berhenti. Matanya menatap Azzam dengan tatapan tajam, bingung, dan jelas tidak suka. Sorot matanya seperti berkata: Ngapain lo ikut campur?

Azzam berdiri tenang, tapi aku bisa merasakan bahunya sedikit menegang di depan tubuhku. Tangannya masih menahan lenganku, seolah memastikan aku nggak akan kembali ke tengah keributan tadi.

1
Asseret Miralrio
Aku setia menunggu, please jangan membuatku menunggu terlalu lama.
Daina :)
Author, kita fans thor loh, jangan bikin kita kecewa, update sekarang 😤
Saraah: Terimakasih dukungannya Daina/Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!