Seorang mahasiswa cupu yang hidupnya terkurung oleh penyakit langka, menghembuskan napas terakhirnya di ranjang rumah sakit. Tanpa dia duga, kematian hanyalah awal dari petualangan yang tak terbayangkan. Dia terbangun kembali di sebuah dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk-makhluk aneh, namun dalam wujud seorang anak laki-laki berusia lima tahun bernama Ahlana. Ironisnya, dia terlahir sebagai budak.
Di tengah keputusasaan itu, sebuah Sistem misterius muncul dalam benaknya. Sistem ini bukan hanya memberinya kesempatan untuk bertahan hidup, melainkan juga kekuatan luar biasa: kemampuan untuk meng-copy ras makhluk lain beserta semua kekuatan dan kemampuan unik mereka. Namun, ada satu syarat yang mengubah segalanya: setiap kali Ahlana mengaktifkan kemampuan copy ras, kepribadiannya akan berubah drastis, menyesuaikan dengan sifat alami ras yang dia tiru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Sanaill, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2: Eksperimen Pertama dan Gaun Berenda
Tuan Grom mengamuk. Raungannya menggema di seluruh area rawa, diikuti makian kasar yang entah kenapa terdengar seperti lagu pengantar tidur di telingaku yang kini tajam. Aku, dalam wujud Ahlana yang sedikit lebih lincah dan berjiwa goblin, terus melesat di antara barak dan tumpukan lumut, sesekali melirik ke belakang hanya untuk melihat wajah Tuan Grom yang merah padam. Puas rasanya melihatnya terengah-engah, dengan keringat membasahi kumis lebatnya. Ini adalah kebebasan kecil yang tak ternilai harganya.
Namun, efek “Goblin Pekerja” ini tidak bertahan lama. Setelah sekitar sepuluh menit berlari dan menjahili, sebuah notifikasi muncul lagi di benakku:
[Efek Ras ‘Goblin Pekerja’ Berakhir. Cooldown: 1 Jam]
[Atribut Fisik Kembali ke Normal. Kecenderungan Kepribadian Kembali ke Normal.]
Dan benar saja, tubuhku terasa kembali ke ukuran semula, otot-ototku kembali lemas, dan kelincahanku menghilang. Napasku tersengal-sengal, kakiku terasa berat seperti diikat beban. Sial. Tuan Grom, yang tadi terpaut jauh, kini sudah di depanku, seringai bengis kembali menghiasi wajahnya.
“Tertangkap kau, bocah iblis!” dia mencengkeram lenganku, tarikannya begitu kuat hingga aku merasakan sendi bahuku bergeser. “Kau pikir bisa main-main denganku, hah?! Akan kuhajar kau sampai kau minta ampun pada nenek moyangmu!”
Aku tahu dia tidak main-main. Kali ini, cambuk itu mungkin akan benar-benar menghabisiku. Mataku melirik ke sekeliling, mencari celah. Tidak ada. Budak-budak lain hanya menunduk, tak berani menatap.
[Identifikasi Ancaman: Tingkat Bahaya Ekstrem]
[Target: Grom, Penjaga Budak – Status: Sangat Agresif, Intensi Menyakiti Tinggi, Potensi Membunuh Menengah.]
[Pindai Ras Terdekat: Hanya Mengidentifikasi Target Hidup Aktif dalam Radius 10 Meter.]
[Ras Terdeteksi: ‘Grom, Penjaga Budak’ – Level 7 (Ras: Manusia Liar) – Tidak Direkomendasikan untuk Copy (Potensi Konflik Kepribadian Internal Tinggi).]
[Mendeteksi Ras Non-Manusia Lain dalam Radius 10 Meter: ‘Peri Hutan Terluka’ – Level 5 (Status: Kritis). Jarak: 7 Meter.]
[Apakah Anda ingin meng-copy Ras ‘Peri Hutan Terluka’? (Ya/Tidak)]
Peri? Peri hutan? Level 5? Lebih tinggi dari goblin! Lagipula, apa pun lebih baik daripada menjadi manusia biadab seperti Grom. Tanpa berpikir panjang, aku segera menjawab, “Ya!”
Seketika itu juga, sensasi yang jauh lebih intens dari sebelumnya menyelimuti tubuhku. Rasa gatal dan geli bercampur seperti jutaan semut merayapi kulit. Tulang-tulangku berderak lebih keras, seolah direkonstruksi ulang. Tubuhku terasa memanjang, otot-ototku menegang dan menjadi lentur, dan napas dalam-dalam mengisi paru-paruku. Rambutku terasa tumbuh cepat, halus dan ringan. Kulitku terasa dingin dan halus. Yang paling mengejutkan, sebuah sensasi aneh muncul di area dadaku, lalu terasa sesuatu yang empuk di sana.
Ketika aku membuka mata, pandanganku terasa lebih jernih, lebih tajam. Warna-warna di sekitarku tampak lebih hidup. Namun, ada yang aneh. Suara Tuan Grom yang berteriak kini terdengar aneh, seperti suara kasar yang mengganggu harmoni alam.
“A-apa... apa-apaan ini?!” raung Tuan Grom, suaranya terdengar tercekat. Cengkeramannya di lenganku mengendur.
Aku menoleh ke arahnya, kemudian refleks melihat ke tanganku. Bukan lagi tangan kecil Ahlana yang kotor, melainkan jemari ramping dan panjang, kuku-kuku yang bersih dan terawat, serta kulit seputih pualam. Lenganku kini lebih panjang dan kurus. Sebuah sensasi berat di kepala membuatku mendongak, dan di antara poni hitamku yang panjang, aku bisa melihat untaian rambut berwarna hijau zamrud, berkilauan. Mataku, aku yakin, kini berwarna hijau seperti daun.
Dan kemudian, di depan mataku sendiri, perlahan namun pasti, tubuhku mulai berubah. Perutku rata, pinggangku mengecil. Kaki-kakiku memanjang dan menjadi jenjang. Dan yang paling mengejutkan, dadaku terasa lebih berisi, mendorong kemeja lusuhku hingga terasa sesak.
Aku berubah menjadi... perempuan?
“AAAAARRRGGHHH!” Tuan Grom tersentak mundur, wajahnya pucat pasi, matanya melotot. Dia menjatuhkan cambuknya. “I-ini... ini sihir! Monster! Penyihir!”
Tubuh Ahlana yang baru ini bereaksi dengan sendirinya. Alih-alih takut atau panik, sebuah perasaan jijik yang mendalam muncul di hatiku. Makhluk kasar dan menjijikkan ini berani menyentuhku? Tentu saja aku adalah Ahlana yang provokatif, tapi ini adalah tingkat provokasi yang sama sekali berbeda. Ini adalah keanggunan yang menghina.
“Sungguh menjijikkan,” suara lembut dan merdu keluar dari bibirku, nada dingin dan menusuk. Aku bahkan tidak tahu bagaimana aku bisa mengeluarkan suara seperti itu. Itu bukan suaraku, itu suara ras Peri. “Beraninya makhluk kotor sepertimu menyentuhku? Sentuhanmu mencemari esensiku.”
Aku tanpa sadar mengibaskan tanganku, seolah mengusir serangga. Gerakanku begitu luwes, begitu anggun, seolah aku dilahirkan untuk bergerak seperti itu. Tuan Grom tampak ketakutan setengah mati. Dia bahkan mundur beberapa langkah, terhuyung-huyung.
“M-monster! Akan kubakar kau! Akan kuhabisi kau!” dia mencoba mengangkat cambuknya lagi, tapi tangannya gemetar hebat.
“Memalukan,” desisku, merasa jijik. Bukan dengan tubuh baruku, melainkan dengan reaksinya yang begitu barbar. Ada dorongan aneh dalam diriku untuk memperbaiki segala sesuatu yang tidak estetis dan tidak harmonis. Dan Tuan Grom adalah puncak dari segala hal yang tidak estetis. “Makhluk kasar sepertimu tidak pantas hidup di dunia yang indah ini.”
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, tapi entah kenapa, tanganku terangkat secara otomatis. Sebuah cahaya hijau lembut memancar dari telapak tanganku, lalu sebuah sulur tanaman menjalar dengan cepat dari tanah, melilit kaki Tuan Grom dalam sekejap.
“A-apa ini?!” dia berteriak panik, mencoba melepaskan diri, tapi sulur itu semakin mengikatnya erat.
Aku menyeringai, seringai yang kini terasa jauh lebih elegan namun mematikan. “Ini adalah pelajaran, Tuan Kasta Rendah. Sebuah pelajaran tentang keindahan, dan kehancuran yang datang dari ketidakpedulianmu.”
Aku mengayunkan tangan, dan Tuan Grom tertarik ke arah rawa. Dia meronta, berteriak-teriak, namun sulur itu begitu kuat. Dalam sekejap, tubuh kekarnya terjatuh ke dalam lumpur pekat, menciptakan cipratan besar. Lumpur itu mengotorinya dari kepala hingga kaki. Dan yang paling menjijikkan bagiku—sebagai Peri Hutan—adalah lumpur itu kini menempel di rambut dan jubahnya.
“Dasar makhluk tak beradab!” erangku, bukan karena marah, melainkan karena jijik. Dorongan untuk membersihkan kekacauan ini begitu kuat. Aku bahkan tak sadar jika itu bukan sepenuhnya perasaanku, melainkan kepribadian Peri yang mempengaruhiku.
Tuan Grom meronta-ronta di dalam lumpur, kini penuh kengerian. Para budak lain menatapku dengan campuran takjub dan takut. Bocah Ahlana yang biasa mereka lihat, kini berubah menjadi... makhluk cantik dan mematikan.
[Efek Ras ‘Peri Hutan Terluka’ Aktif Penuh. Durasi Tersisa: 29 Menit.]
Aku mendesah pelan, seolah ini adalah tugas berat. “Nah, sekarang bagaimana aku bisa membersihkan kekacauan ini?” gumamku pada diri sendiri, sambil memandangi lumpur yang mengotori Tuan Grom dengan tatapan muak. Komedi situasi ini terasa begitu absurd. Aku, seorang pria yang reinkarnasi jadi bocah laki-laki, kini mendapati diriku menjadi seorang Peri perempuan, merasa jijik melihat lumpur, dan baru saja menjebloskan penyiksaku ke dalamnya.
Ini akan menjadi petualangan yang panjang dan… sangat, sangat aneh.
To be Continue......