Shinkai. Sosok lelaki berusia 25 tahun. Ia tinggal di sebuah rumah sewa yang terletak tepat di sebelah toko bunga tempat ia berada saat ini. Toko bunga itu sendiri merupakan milik dari seorang wanita single parent yang biasa dipanggil bu Dyn dan memiliki seorang anak laki-laki berusia 12 tahun. Adapun keponakannya, tinggal bersamanya yang seringkali diganggu oleh Shinkai itu bernama Aimee. Ia setahun lebih tua dibanding Shinkai. Karena bertetangga dan sering membantu bu Dyn. Shinkai sangat dekat dengan keluarga itu. Bahkan sudah seperti keluarga sendiri.
Novel ini memiliki genre action komedi yang memadukan adegan lucu yang bikin tertawa lepas, serta adegan seru yang menegangkan dari aksi para tokoh. Adapun part tertentu yang membuat air mata mengalir deras. Novel ini akan mengaduk perasaan pembaca karena ceritanya yang menarik.
Yuk, baca kisah lengkap Shinkai dengan aksi kerennya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35
Siumannya Shinkai berhasil menahan langkah Hale untuk beberapa menit. Pria memberikan pesan untuk Shinkai agar pemuda itu lebih berhati-hati lagi serta memberikan informasi terkait dengan kelemahan Jim. Pun pesan agar Shinkai berjanji kepadanya untuk menemui Helai di saat yang memungkinkan.
Selain itu, Shinkai juga mengucapkan bela sungkawa atas terbunuhnya ibu Helai, atau istrinya oleh beberapa orang peneror saat ia sedang tidak berada di rumah.
Hale benar-benar hanya peduli dengan Shinkai, tidak dengan teman-teman Shinkai yang lain.
“Butuh waktu berminggu-minggu sampai lukamu benar-benar sembuh, tuan Shinkai,” ucap May.
“Aku merindukan Neptune,” jawab Shinkai.
“Ibunya ingin membunuhnya.” May berkata.
“Reaksi yang wajar ketika berhadapan dengan seseorang yang membunuh suaminya,” lirih Shinkai.
“Bagaimana kau bisa menjadi pembunuh Tevy?” tanya Luisa tiba-tiba.
Hoshi menatap tajam Shinkai. Sedangkan Taza membuang wajah. Mereka berada di tempat dan waktu yang sama pada saat kejadian itu.
“Sejak kapan kau mengganti peran Aimee?”
“Hah? Kau ingin aku berpura-pura menjadi kekasihmu?”
“Siapa yang mau dengan gadis pemanah aneh yang bermulut pedas sepertimu,” ketus Shinkai.
“Artinya, Aimee memang kekasihmu?” Taza bertanya.
“Gadis serigala yang hanya bisa mengoceh itu? Hentikan, Taza.”
Pada akhirnya, pertanyaan perihal pembunuhan Tevy yang dilakukan Shinkai tidak jadi berlanjut. Tidak banyak yang dapat mereka lakukan di ruangan itu.
“Juga barang-barangku,” lirih Shinkai tiba-tiba.
Luisa beranjak dan membuka salah satu kotak kayu yang seperti lemari di tepi ruangan.
“Maksudmu ini?”
Tampak barang-barang berkenang Shinkai yang ia simpan di dalam gudang ada di sana. Bahkan foto-foto bersejarah pun ada di sana. Hingga boneka gorila yang seketika membuat Shinkai tersenyum, sebab teringat keusilannya terhadap Aimee. Entah kapan saat-saat itu akan terulang lagi. Atau bahkan itu tidak akan pernah terjadi dan kembali. Setelah ini, adakah tempat lagi bagi Shinkai untuk kembali? Lalu bertemu Aimee dan bermain dengan Neptune seperti saudara utuh. Lalu bu Dyn, Shinkai tidak pernah merasakan kepalsuan ketulusan selama bersama wanita itu.
Giliran senjata peninggalan Tevy. Seluruhnya dibawa oleh Shinkai dan disimpan di gudang. Beberapa di antaranya pernah dipakai berlatih oleh Taza dan Hoshi. Sehingga benda-benda itu juga meninggalkan kenangan bagi mereka berdua. Tidak hanya Shinkai.
“Karena kau tidak bisa mengembalikan Tevy, setidaknya jangan cepat-cepat menyusul pria itu, bodoh!” seru Hoshi pada Shinkai.
“Kau pikir aku akan mati dengan serangan Jim?”
“Kau sudah di ambang kematian, sialan.
Bersyukurlah karena gadis yang menggilaimu itu. Dia mampu mendatangkan monster yang membantu banyak hal. Bayangkan saja jika dia tidak menghalangi Jim.” Hoshi berkata.
“Dia bisa menjadi sekutu dan musuh tanpa disangka-sangka. Aku yakin dia akan benar-benar memusuhi kita jika Shinkai mati,” timpal Luisa.
Di sela obrolan serius, tiba-tiba terdengar suara perut Egan. Pemuda pendiam yang selalu kelaparan. Entah kebanyakan bergerak atau memang cacingan. Sejak bertemu Hoshi, berkali-kali pemuda itu menghabiskan persediaan yang menyusahkan sekutu.
“Abaikan dia,” ujar Hoshi.
Perut Egan kembali bersuara.
“Tidak bisakah kita makan dulu?” celetuk Egan.
“Misi pertama kita setelah pulih adalah menangkap salah satu pemilik tambang,” ujar Hoshi mengabaikan ucapan Egan.
“Hei, perutku keroncongan,” tambah Egan, belum menyerah.
“Bagian selatan. Kita akan mulai dari sana.”
“Aku ingin makanan berkuah.”
“Luisa dan Egan berangkat lebih dulu. May, perbanyak ramuanmu.”
“Dengan sedikit tambahan rasa pedas.”
“Jangan lupa untuk memperbanyak area pelarian dan mengurangi jejak.”
“Yang masih panas dan baru keluar dari panci.”
Sebab obrolan yang tidak nyambung itu, mereka semua beranjak dan memisahkan diri untuk fokus pada diri masing-masing. Siapa pula yang mau mendengar perintah yang bercampur dengan rengekan keinginan untuk makan.
“Hei, kalian tidak mendengar ucapanku?” tanya Hoshi.
“Daging cincang yang agak asin.” Hanya Egan yang menjawab.
Tatapan tajam Hoshi mengarah pada Egan, “Di lemari tengah. Paling bawah. Ambil satu bungkus roti saja. ingat, satu bungkus!”
Egan melesat dan mengambil sebungkus roti yang dimaksud Hoshi. Seperti biasa, pemuda itu selalu rewel untuk urusan makanan.
___ ___ ___
Shinkai terbangun di sela malam yang layu. Sebab merasa kehausan dan lukanya terasa nyeri. Ia merintih sambil menahan suaranya agar teman-temannya yang sudah terlelap tidak terbangun. Sejak awal siuman ia menahan rasa sakit dengan banyak gurauan. Kini saat sunyi dan hanya dirinya yang terjaga. Barulah rasa sakit dari luka parah itu dirasakannya. Bercampur dengan rasa rindunya dengan suasana di toko bunga. Aimee yang berisik, Neptune yang manja bu Dyn yang penyayang. Ya, wajah wanita itu tetap diingatnya. Kenyataan bahwa bu Dyn membencinya justru membuatnya merasakan sakit. Berbagai macam rasa sakit berkumpul.
Shinkai berbaring sambil memegang perut. Napasnya tersengal. Tiba-tiba ia ingin sekali mengeluarkan segala bentu kesedihan yang dipendam selama ini. Semua yang hilang, direnggut serta yang tak dapat diulang lagi. Sendu berkuasa.
“Apakah kau akan lebih baik dengan ini?” Tiba-tiba Luisa muncul dengan segelas air.
“Tadi kau sudah terlelap.”
“Aura kesedihanmu berisik sekali, sampai masuk ke dalam mimpi indahku.”
Shinkai mencoba untuk duduk. Luisa membantunya dengan penuh kelembutan.
“Insting pemanah sedalam itu, ya.”
“Entahlah. Aku hanya hampir berpikir tidak akan melihatmu membuka mata lagi.”
“Sudah kubilang aku punya banyak nyawa.”
Luisa menghadap ke atas sambil menutup mata. Lampu kuning nan redup mampu memperlihatkan wajah tenang yang cantik. Luisa memiliki bulu mata lentik dan panjang. Serta tampak samping yang sempurna. Sesaat, Shinkai membuang wajah. Khawatir jika tiba-tiba mulutnya tak terkontrol melontarkan kalimat pujian atas kecantikan Luisa yang dilihatnya malam itu.
“Aku juga terbangun karena terbayang oleh luka,” ungkap Luisa.
“Apa kesedihanmu?”
“Desaku musnah. Hilang tanpa sisa. Lebih dari setengah tempat itu mengandung tambang berlian galaksi.”
“Ah, berlian dengan warna terindah itu.”
Luisa mengangguk, “Lebih mengerikan dibanding Tragedi Darah Soka. Aku berasal dari sana. Dulu, ibuku pernah bilang. Tempat terindah itu terkadang akan menjadi tempat yang menyebabkan malapetaka. Sejak, kecil, aku selalu mengagumi keindahan desaku yang selalu silau dengan warna-warni galaksi yang memanjakan mata. Kau pasti tahu lanjutannya. Semua musnah. Aku berhasil lolos dari tumpah darah itu.
Sayangnya, beberapa saat setelah itu. aku berpikir untuk ikut saja mati bersama keluargaku, juga para penduduk desa.”
“Pantas saja kau tidak pernah segan untuk membunuh mangsa.”
“Itu bagian dari hidupku.”
“Sepertinya kau tidak akan tertarik pada pria manapun.”
“Lalu mengulang penyesalan yang dirasakan Hale? Kita hanya akan menikah dengan senjata.”
“Kurasa kau akan tertarik denganku.”
Luisa tersenyum miring, “Tidak cukupkah kau dengan dua istri yang sedang menunggu kepulanganmu?”
Tiba-tiba Shinkai sedikit mendekat pada Luisa, membuat gadis itu menampakkan wajah heran.
Beberapa sentimeter lagi lebih dekat. Shinkai fokus pada wajah Luisa.
Pipi gadis itu mulai merona. Terbayang wajah Aimee dan Helai.
PLAKKK.
Shinkai menepuk kening Luisa.
“Nyamuk.”
Malam itu adalah kali pertama Shinkai mengucapkan kalimat yang mengarah pada rayuan pada gadis. Pikirannya yang kacau seketika membuatnya kehilangan kontrol. Ditambah lampu redup yang memperlihatkan kecantikan Luisa.