Rania Alesha— gadis biasa yang bercita-cita hidup bebas, bekerja di kedai kopi kecil, punya mimpi sederhana: bahagia tanpa drama.
Tapi semuanya hancur saat Arzandra Adrasta — pewaris keluarga politikus ternama — menyeretnya dalam pernikahan kontrak.
Kenapa? Karena Adrasta menyimpan rahasia tersembunyi jauh sebelum Rania mengenalnya.
Awalnya Rania pikir ini cuma pernikahan transaksi 1 tahun. Tapi ternyata, Adrasta bukan sekedar pria dingin & arogan. Dia manipulatif, licik, kadang menyebalkan — tapi diam-diam protektif, cuek tapi perhatian, keras tapi nggak pernah nyakitin fisik.
Yang bikin susah?
Semakin Rania ingin bebas... semakin Adrasta membuatnya terikat.
"Kamu nggak suka aku, aku ngerti. Tapi jangan pernah lupa, kamu istriku. Milik aku. Sampai aku yang bilang selesai."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PCTA 35
Malam itu, angin berhembus lirih di antara pepohonan yang mengelilingi rumah persembunyian Adrasta dan Rania. Langit gelap pekat, seolah ikut menyimpan rencana kelam yang diam-diam sedang berjalan di luar sana.
Rey, dengan mata tajamnya, berdiri membeku di balik rimbunnya semak, tepat di sisi samping rumah. Di belakangnya, beberapa orang kepercayaannya sudah bergerak menyebar, mengepung seluruh area, siap menunggu perintah.
Namun langkah Rey terhenti ketika matanya tanpa sengaja menembus salah satu jendela kamar - jendela yang tirainya tidak sepenuhnya tertutup, memperlihatkan samar pemandangan di dalamnya.
Dan di sanalah... pemandangan itu menusuk relung terdalam hati Rey. Tubuh Adrasta yang kokoh itu menindih lembut tubuh Rania, yang terbaring di bawahnya, penuh pesona dan ketulusan cinta.
Tatapan Adrasta begitu dalam seolah seluruh dunia hanya berisi perempuan itu seorang. Bibir Adrasta bergerak pelan, memuja setiap inci tubuh Rania seolah sedang mencicipi surga. Jemarinya menelusuri lekuk wanita itu dengan penguasaan sempurna, seolah ingin menandai bahwa hanya dirinya yang berhak memilikinya.
Dan Rania... perempuan itu tampak begitu lebur. Wajahnya memerah, matanya terpejam, menyerahkan diri sepenuhnya dalam pelukan pria yang begitu dicintainya. Ada senyum kecil di sudut bibir Rania senyum bahagia, senyum milik seorang wanita yang sedang dicintai sepenuh jiwa.
Itu membuat dada Rey terasa sesak. Amarah... cemburu... dendam... semua berkecamuk jadi satu. Sakit itu begitu nyata, menjalar ke seluruh nadinya.
"Aku seharusnya yang menjadi orang itu..." desis Rey, nyaris tak terdengar. Kepalan tangannya menegang, urat-urat di lehernya menonjol hebat.
Sakit hati Rey bukan lagi karena dendam masa lalu tapi karena kenyataan bahwa Adrasta mampu memberi Rania apa yang dulu tak pernah bisa ia miliki... cinta dan kebahagiaan.
Tapi Rey bukan pria yang mudah menyerah.
Dengan sorot mata gelap, penuh bara dendam, Rey berbalik. Ia memberikan isyarat tegas kepada anak buahnya. "Malam ini... aku akan merenggut semuanya dari Adrasta. Termasuk Rania."
...----------------...
Namun amarah Rey malam itu sudah tak bisa lagi diredam. Rasa sakit melihat perempuan yang diam-diam selalu ia cintai kini berada di pelukan pria lain- pria yang paling ingin ia hancurkan- membuatnya kehilangan akal sehat.
Dengan isyarat tangan, Rey memberi perintah tegas. Orang-orangnya langsung bergerak. Suara derap langkah senyap mulai terdengar mengendap, mengepung seisi rumah.
Sementara di dalam kamar...
Adrasta masih tenggelam dalam dunia miliknya bersama Rania. Nafasnya berat, peluh membasahi tubuhnya, dan matanya hanya dipenuhi sosok Rania seorang. Sentuhannya masih membuai Rania dalam pelukan paling hangat dan penuh kepemilikan.
Namun di antara desah dan desir itu, telinga tajam Adrasta menangkap sesuatu.
Suara langkah.
Bukan langkah Rania.
Bukan juga suara alam.
Insting seorang Adrasta langsung terbangun. Mata tajamnya menatap Rania yang masih terengah dalam pelukannya, rambutnya kusut, kulitnya berembun keringat, dan wajahnya masih memerah penuh cinta. Namun Adrasta tahu, waktu manis mereka telah dirampas oleh bahaya yang kini semakin dekat.
"Rania..." gumam Adrasta rendah, serak, namun penuh proteksi. "Ada orang di luar."
Tubuh Rania sontak menegang. Kesadaran itu datang perlahan, menggantikan mabuk cinta mereka yang baru saja mengisi malam. Dan detik berikutnya-
BRAAAKK!!
Suara pintu utama didobrak keras dari luar, menggema dan memecah kesunyian malam.
"ADRASTA!! KELUAR KAU!!" Suara Rey menggema, penuh amarah, penuh luka.
Jantung Rania serasa berhenti. Wajahnya pucat seketika. Adrasta mendengus pelan, wajahnya kembali dipenuhi ketegasan dan kegelapan seorang raja perang. Tanpa membuang waktu, ia meraih pakaian seadanya dan melemparkannya ke arah Rania.