NovelToon NovelToon
Kekuatan Dari System

Kekuatan Dari System

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual / Reinkarnasi / Sistem
Popularitas:21.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mdlz

Seorang pemuda tanpa sengaja jiwanya berpindah ke tubuh seorang remaja di dunia lain. Dunia dimana yang kuat akan dihormati dan yang lemah menjadi santapan. Dimana aku? Itulah kata pertama yang diucapkannya ketika tiba di dunia yang tidak dikenalnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mdlz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketiga Puluh Lima

Detik berikutnya, dari sudut jalan setapak, muncul seorang pemuda belia dengan pakaian putih bersih. Pemuda itu berkulit sawo matang yang cenderung kuning langsat. Rambutnya panjang dan hitam, terikat rapih di bagian belakang kepalanya.

Dengan kedua tangan terlipat di belakang punggung, tenang dan perlahan, pemuda itu melangkahkan kakinya, mendekat kearah Rimo berada.

Dan dibelakang pemuda itu, seorang pemuda yang lebih dewasa, tampak mengikuti dengan langkah mantap, tatapannya tegas seperti tidak mengenal rasa takut.

Tidak lain dan tidak bukan, kedua pemuda itu adalah Arsa dan Atta Nugraha yang mengikuti dibelakangnya.

“Siapa kalian? Berani sekali kalian ikut campur dengan Kelompok Macam Ireng,” pekik marah seorang kawanan preman, mengacungkan pedangnya, lurus kearah Arsa dan Atta.

“Aku?” kata Arsa sambil menunjuk dirinya sendiri, lantas berkata, “yang jelas aku bukan perusuh seperti kalian.”

Belum sempat menanggapi apapun, semua mata melebar kebingungan. Arsa menghilang dari tempatnya, tanpa bisa di ketahui oleh semua orang, “Cling!”

Detik berikutnya, Arsa muncul di belakang salah satu kerumunan. Dengan modifikasi energi mental, dia menciptakan bilah tajam tak kasar mata, menebaskan secara bersamaan.

“Buk! Buk! Buk!” tiga kepala preman pun jatuh ke tanah, terlepas dari badan.

Tidak berhenti sampai disitu, Arsa menghilang lagi. Muncul di belakang preman yang lain, dia meninju tanpa menahan, langsung ke punggung sasaran, meretakkan tulang belakang.

“Aaaargh…! Aaaargh…! Aaaargh….! Aaaaargh…!” jeritan tragis terdengar bersahutan, selaras dengan empat orang preman dikirim terbang jungkir balik ke segala arah.

Ada yang menabrak pohon, ada yang menghantam batu, bahkan ada yang terlempar ke udara, jatuh pada atap rumah yang ada disekitar, rumah yang terbuat dari kayu itu pun hancur seketika.

Atta juga tidak tinggal diam. Dia segera beraksi, mengeluarkan pedangnya dari cincin penyimpanan, melompat dan menebas ke arah para preman yang tersisa.

Meskipun serangannya tergolong berhasil, namun hanya menyebabkan luka. tidak lebih dari itu, bahkan luka yang di timbulkan pun, tidak termasuk dalam luka berat.

melihat saudara sepupunya turut menyerang, Arsa tersenyum puas. Ia memang sangat berharap, generasi Keluarga Nugraha tidak hanya kuat dalam kultivasi, tapi juga memiliki data tempur yang mematikan.

Meskipun jiwanya bukan lagi Arsa si pemilik tubuh, namun tubuh dan darahnya tetaplah Arsa dari Keluarga Nugraha, yang pernah di tindas dan di buang ke jurang kedalaman Hutan Kegelapan.

Suka tidak suka, dipungkiri atau tidak, Arsa yang dulu adalah Arsa yang sekarang. Dan Arsa yang sekarang adalah Arsa yang dulu, yang intinya jangan panggil aku anak kecil paman.

Arsa bergerak sangat cepat, dan saking cepatnya, tubuhnya seolah berkedip, muncul dan menghilang di tempat yang berbeda. Setiap kemunculannya, akan ada preman yang di terbangkan ke berbagai arah, diikuti jeritan tragis nan menyedihkan.

Lima enam menit kemudian, dari belasan orang, hanya tersisa satu orang preman, sosok yang masih bertarung dengan Atta Nugraha. Sengaja Arsa tidak membantu, kekuatan Preman yang menjadi lawan Atta, tergolong setara dengan sepupunya itu.

Menghampiri Rimo, Arsa memberikan Pil Pemulihan sebagai tindakan awal, “Paman, telanlah!”

Sebelum Rimo dapat mengucapkan sesuatu, bocah laki-laki usia dua belas tahun telah bersujud di depan Arsa, “Terima kasih, Tuan Muda.”

Arsa mengangkat bahu bocah laki-laki itu, berkata dengan senyum hangat, “Dilarang berlutut di depanku! Apalagi bersujud!”

“Paman Rimo, pulihkan kondisimu dan bantu yang lainnya! Aku akan membereskan mayat-mayat mereka,” pinta Arsa kemudian.

“Baik, Tuan Muda,” jawab Rimo, segera menelan pil pemulihan pemberian Arsa.

Bersamaan dengan ucapan Rimo, Atta Nugraha berhasil membunuh Preman yang menjadi lawan bertarungnya, dia memengal kepalanya begitu saja, ada perasaan puas yang tidak terlukiskan dari wajahnya saat ini.

Saat itu juga, Atta jatuh terduduk di lantai tanah, napasnya pun terengah-engah. Namun begitu menoleh ke kanan, dia melihat mayat para Preman sudah berserakan di mana-mana.

“Adik, kamu membunuh semuanya?” tanya Atta, terkejut sekaligus heran bukan kepalang.

“Jika tidak dibasmi, lalu untuk apa? Dipelihara?” Jawab Arsa tersenyum lucu, melihat ekspresi sepupunya itu, terlalu menggelikan menurutnya.

Atta tidak lagi bertanya atau mengatakan apa pun lagi, dia benar-benar kagum dan keheranan. Bisa membunuh kawanan Preman begitu banyak, tapi sepupunya itu tidak menunjukkan kelelahan sama sekali.

‘Andai saja itu aku, sudah dipastikan aku akan mati sejak awal,’ gumam Atta di dalam hati.

“Ayo! Kumpulkan mayat para bajingan ini!” pinta Arsa kepada sepupunya dan bocah laki-laki di dekatnya.

Seperti bisa, Arsa melicuti seluruh Preman dari benda berharga. Dari semua Preman, hanya satu yang menggunakn cincin penyimpanan, sisanya adalah tas ruang.

Setelah memusnahkan mayat para bandit menjadi abu, Arsa berbalik, menghampiri Rimo dan yang lain. melihat wajah-wajah sedih dan prihatin dari kedua istri lelaki paruh baya yang mati.

“Tuan Muda, kami sudah tidak memiliki siapa pun. Bawalah kami bersamamu untuk menjadi pelayanmu,” tangis seorang wanita paruh baya, berlutut di sebelah mayat suaminya. Demikian pula dengan satu wanita paruh baya yang lain.

Arsa menarik napas panjang, ada kemarahan dan kesedihan dalam helaan napasnya itu. Menghampiri kedua wanita itu, Arsa berlutut dengan satu kaki, lalu berkata dengan ramah, “Aku memang berniat untuk membawa bibi berdua. Tapi aku punya dua syarat.”

Mendengar ini, kedua wanita paruh baya itu terdiam, mereka hanya mengangguk pasrah. tidak ada pilihan lain lagi untuk mereka berdua, selain mengikuti syarat yang diinginkan oleh Arsa.

“Pertama, dilarang berlutut atau bersujud di depanku. Kedua, jika Bibi berdua membutuhkan sesuatu, Bibi harus memberitahuku. Bagaimana? Apakah bibi bersedia dengan persyaratanku?” lanjut Arsa kemudian.

‘Ini bukan persyaratan, tapi hadiah,’ batin Atta Nugraha, berkata dalam pikirannya, ‘Arsa ini membuatku semakin malu. Meskipun usianya jauh lebih muda dariku, tapi langkahnya patut untuk aku jadikan teladan.’

Di saat yang sama, kedua wanita paruh baya itu kembali menangis histeris, berkata serempak dengan terisak-isak, “Terima kasih, Tuan Muda. Kami akan mengikuti perintah Tuan muda.”

“Paman Rimo, mulai sekarang, Keluargamu tinggal di tempatku bersama kedua Bibi ini. Tidak perlu menolak!” ujar Arsa bernada tegas, tidak memberi kesempatan bagi Rimo untuk menjawab.

***

Penginapan Sentosa

Melihat Jenderal Wage memasuki ruangan, Fika langsung mengajukan pertanyaan, “Guru, bagaimana? Apakah ada sesuatu?”

“Bocah ini semakin membuatku kagum dan penasaran. Apakah kamu ingat kultivasinya terkahir kali?” ucap Jenderal Wage seraya menuangkan teh pada cangkirnya.

“Tingkat Keempat Tahap Transformasi,” jawab Fika cepat.

Jenderal tersenyum tipis dan menggeleng kecil, “Sekarang sudah tingkat Kedua Tahap Penyempurnaan Qi, mungkin kamu akan melihatnya pada tingkat Keenam Tahap Transformasi.”

“Apa! Bukankah ini baru saja sebulan yang lalu! Bagaimana mungkin bisa menerobos bertubi-tubi seperti itu.” sergah Fika terkejut, matanya membelalak tidak percaya.

Jenderal Wage memperjelas, “Baru saja aku menyaksikannya membantai belasan kawanan Preman. Dan itu dilakukannya hanya dalam waktu lima menit saja.”

“Enam Preman di antaranya, ada yang berkekuatan tingkat Keempat dan Kelima Tahap Penyempurnaan Qi. Jika aku tidak melihatnya sendiri, mungkin aku tidak akan mempercayainya, “Imbuh Jenderal Wage.

“Apa yang terjadi? Ini bukan Jenius, tapi monster!” seru Fika keheranan, kemudian meminta pendapat dengan ekspresi penuh semangat, “Guru, bagaimana kalau kita mendekatinya?”

***

Keluarga Nugraha

“Dari mana kamu mendapatkannya? Ini sangat banyak! Dan cincin penyimpanan ini?” cecar Nhia Ronggo, terkejut dengan jumlah koin emas dan cincin penyimpanan yang diberikan oleh adiknya, Atta Nugraha.

Att Nugraha pun tertawa ringan, dia sudah membayangkan ekspresi dan pertanyaan kakak perempuannya ini, “Hahahaha….jika kau jadi aku, mungkin kamu akan kehilangan kesadaran karena terkejut. Semuanya diberikan oleh Arsa. Aku juga menerima hal sama seperti di tanganmu.”

Melihat raut penasaran kakaknya. Atta menceritakan pengalaman pertamanya keluar bersama Arsa. Semakin panjang dia bercerita, semakin lebar mulut Nhia Nugraha terbuka.

“Arsa mengatakan padaku, agar kita tidak menceritakan ini kepada siapa pun,” imbuh Atta mengakhiri ceritanya.

Nhia Nugraha mengangguk dengan sungguh-sungguh, “Tidak aku sangka, Arsa ini menyembunyikan dirinya begitu dalam.”

Atta menarik napas penjang sebelum menanggapi, “Kakak benar. Aku masih ingat ketika mengejek ucapanya yang ingin membuat Keluarga Nugraha menjadi kuat. Ternyata ucapan itu bukanlah omong kosong belaka.”

“Aku dan kita semua sudah mulai merasakannya, dan hebatnya, ini murni dari keringat Arsa sendiri. Aku tidak akan mengecewakannya.” ucap Atta, tanganya mengepal tanpa sadar.

*

Di dalam ruang tamu kediaman pribadi Wahyu Nugraha, Rimo menjelaskan semua peristiwa yang menimpa mereka kepada Ayunda, ibu dari Arsa.

Tentu Ayunda terkejut sekaligus marah, memandang putranya dengan tatapan cemas. tetapi di sertai perasaan bangga akan sikap yang diambil oleh putranya itu.

“Arsa, lain kali harus selalu hati-hati!” peringat Ayunda dengan dengan nada khawatir.

Arsa hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya. lalu memandang Rimo dan orang-orang yang bersamanya, “Paman Rimo dan Bibi semuanya, mulai sekarang, ini adalah rumah kalian juga.”

“Dan kamu Lawi, mulai sekarang, jangan panggil aku Tuan Muda! Panggil aku kakak!” imbuh Arsa kepada bocah laki-laki, putra tunggal Rimo.

Mendengar ucapan terakhir Arsa, Rimo dan istrinya terharu penuh terima kasih. Keduanya menunduk, tanpa sadar meneteskan air mata.

Beribu ucapan terima kasih, terpancar dari sorot mata Rimo dan ketiga wanita paruh baya. Mereka tidak pernah membayangkan, bahwa hidup mereka akan terselamatkan, bahkan diperlakukan layaknya anggota keluarga sendiri.

“Tuan Muda, terima kasih,” ucap Rimo dan istrinya dengan tulus, diikuti oleh kedua wanita paruh baya di detik berikutnya.

Ayunda memandang Arsa dengan berjuta makna. Putranya penuh welas asih, bukan hanya kepada keluarganya, tapi juga kepada orang-orang terdekatnya.

‘Putra ibu….’ batin Ayunda, ada kebanggaan tersendiri di dalam hatinya.

***

Tanpa terasa, empat hari telah berlalu. Arsa, Atta, dan sebagian besar generasi muda Keluarga Nugraha, bahu-membahu, bergotong royong membangun rumah, Rumah Asuh yang diprakarsai oleh Arsa.

Di teras aula utama, Patriak Nugraha berdiri didampingi Wahyu Nugraha, memandang lurus keselatan, memperhatikan kegiatan generasi muda keluarga mereka.

Adalah sebuah kebetulan, letak aula utama dan Rumah asuh yang sedang dibangun, segaris tanpa penghalang pandangan apapun. Sehingga semua yang dilakukan dalam pembangunan itu, dapat terlihat jelas meski terpisah jarak yang agak jauh.

“Ini adalah pertama kalinya aku melihat Keluarga Nugraha bekerja sama. Meskipun usianya yang termuda dari semua cucu laki-laki, putramu memiliki kemampuan memimpin.” ujar Patriak Nugraha, pandangannya tidak beralih dari letak Rumah asuh.

Wahyu Nugraha menanggapi setelah menghela napas, “Ayah, aku sendiri tidak menyangka. Ini adalah keberuntungaku menjadi ayahnya.”

“Bukan hanya kamu yang beruntung, tapi Keluarga Nugraha kita,” sahut Patriak Nugraha dengan wajah berseri.

*

“Pak Ketut, kira-kira, berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan rumah ini?” tanya Arsa kepada seorang pria setengah baya, perancang yang dikontrak oleh Patriak Nugraha.

Dengan hormat Pak Ketut menjawab, “Seharusnya tiga bulan. Tuan Muda. Namun karena Tuan Muda dan begitu banyak orang turut membantu, perkiraan empat belas hari lagi sudah selesai.”

“Oh! Baiklah, kalau begitu. Sebelum pulang, bolehkan aku mengumpulkan para pekerja dari Pak Ketut? Ada yang ingin aku sampaikan, “Pinta Arsa kemudian.

Pak Ketut mengangguk, “Sangat boleh Tuan Muda.”

“Oya, aku ingin membuat sebuah bangunan lagi. Apakah Pak Ketut dapat mengerti dengan gambaran sederhanaku ini?” lanjut Arsa, menyerahkan secarik kertas dengan coretan gambar.

1
Humble
Lanjut thor. Sehat selalu
Humble
Hahaha thor bisa-bisanya bikin nama teu nyaho
ibnu zaenal
Luar biasa
Hayella Andini
di lanjut thor,makin seru ceritanya,sehat selalu thor
Humble
Hahaha ada-ada thor tataian
Humble
Hahaha lanjut thor
Humble
Lanjut thor
Hayella Andini
lanjut thor
Uraaaa
ok
Uraaaa
ok terimakasih
Humble
Lanjut
Humble
Lanjut thor
Hayella Andini
lanjut thor
Pakde
lanjut
Hayella Andini
the best thor
Uraaaa
oke kak
Hr⁰ⁿ
baru baca,Thor kalo bisa pas di system pake tanda ( ) gitu Thor biar mempermudah pembaca,itu aja si sarannya untuk skrng Thor,smngt trus
Uraaaa: oke mksh kak
total 1 replies
Uraaaa
semoga menghibur
Alfathir Paulina
lucu thor nama dr para penjahatnya ada blangkon ada ndasmu ada telu limo🤣🤣🤣🤣👍👍💪💪😙😙
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!