NovelToon NovelToon
Kusebut Namamu Dalam Doaku

Kusebut Namamu Dalam Doaku

Status: tamat
Genre:Tamat / Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Pelakor / Pelakor jahat
Popularitas:13.4k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mutia Muthii seorang ibu rumah tangga yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Zulfikar Nizar selama 12 tahun dan mereka sudah dikaruniai 2 orang anak yang cantik. Zulfikar adalah doa Mutia untuk kelak menjadi pasangan hidupnya namun badai menerpa rumah tangga mereka di mana Zulfikar ketahuan selingkuh dengan seorang janda bernama Lestari Myra. Mutia menggugat cerai Zulfikar dan ia menyesal karena sudah menyebut nama Zulfikar dalam doanya. Saat itulah ia bertemu dengan seorang pemuda berusia 26 tahun bernama Dito Mahesa Suradji yang mengatakan ingin melamarnya. Bagaimanakah akhir kisah Mutia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Habis Kesabaran

Dito, yang menyaksikan ibunya kembali menyerang Mutia dengan kata-kata pedas, merasa geram. Ia berusaha membela istrinya, meminta Luluk untuk tidak terus-menerus menyalahkan Mutia atas ulah Lestari dan Sutirah yang sudah di luar batas kewajaran.

"Mama, cukup!" seru Dito dengan nada tegas, menghampiri Mutia dan merangkulnya erat. "Jangan salahkan Mutia terus-menerus. Lestari dan Sutirah yang tidak waras, bukan Mutia."

Luluk menatap putranya dengan tatapan tidak percaya dan penuh kekecewaan. "Kamu masih membela wanita ini, Dito?" tanyanya dengan suara bergetar. "Kamu tidak melihat betapa dia sudah membawa kesialan dalam hidup kita?"

"Mama, Mutia juga korban di sini," jawab Dito dengan sabar. "Lestari dan Sutirah yang meneror kita. Mutia tidak ada hubungannya dengan kegilaan mereka."

"Jangan naif, Dito!" bentak Luluk, air matanya mulai mengalir. "Sejak dia datang, hidup kita jadi berantakan! Dulu Lestari, sekarang ibunya meneror kita semua! Ini semua gara-gara dia!"

"Itu tidak benar, Mama," sanggah Dito dengan nada meninggi. "Lestari terobsesi pada Mutia karena percaya mantan suaminya masih cinta padanya. Dan Sutirah... dia hanya tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya dipenjara."

"Tapi kenapa harus Mutia yang jadi sasaran?" tanya Luluk dengan nada histeris. "Kenapa mereka tidak meneror orang lain? Pasti ada sesuatu tentang wanita ini yang menarik perhatian mereka!"

Mutia hanya bisa menangis dalam pelukan Dito. Hatinya hancur mendengar semua tuduhan dan hinaan dari mertuanya. Ia merasa tidak berdaya, tidak bisa mengubah pandangan Luluk yang sudah begitu membencinya.

"Mama, tolonglah," pinta Dito dengan suara memelas. "Jangan salahkan Mutia. Dia istriku, dan aku mencintainya. Kita harus saling mendukung dalam situasi sulit ini."

"Mendukung?" ejek Luluk sinis. "Aku mendukungmu, Dito. Aku tidak ingin kamu terus menderita karena wanita ini."

"Mama, aku tidak menderita karena Mutia," jawab Dito dengan tegas. "Aku menderita melihatnya terus ketakutan dan disalahkan atas sesuatu yang bukan kesalahannya."

Luluk menggelengkan kepalanya, tidak mau mendengarkan penjelasan Dito. Ia sudah dibutakan oleh amarah dan prasangka buruk terhadap Mutia.

"Kamu benar-benar sudah dibutakan oleh cinta, Dito," desis Luluk dengan tatapan kecewa. "Kamu tidak melihat bahaya yang mengintai kita karena wanita ini."

"Mama, aku mohon," ulang Dito dengan nada putus asa. "Jangan terus menyakiti Mutia. Dia sudah cukup menderita."

Luluk terdiam sejenak, menatap putranya dengan tatapan terluka. Namun, kebenciannya terhadap Mutia tampaknya lebih kuat daripada rasa sayangnya kepada Dito.

"Aku tidak bisa, Dito," jawab Luluk akhirnya dengan suara dingin. "Aku tidak bisa menerima wanita ini dalam hidup kita. Dia membawa kesialan, dan aku yakin dia akan terus membawa masalah."

Mutia semakin terisak dalam pelukan Dito. Ia merasa hancur mendengar penolakan mentah-mentah dari mertuanya. Ia mencintai Dito dan ingin diterima oleh keluarganya, tetapi tampaknya hal itu sangat sulit untuk terwujud. Dito hanya bisa memeluk istrinya erat, mencoba memberikan kekuatan dan ketenangan di tengah badai yang terus menerpa rumah tangga mereka.

****

Kabar mengenai ulah gila Lestari dan Sutirah yang meneror rumah Mutia sampai ke telinga Ahmad dan Leha. Pasangan suami istri itu hanya bisa menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan tingkat kebencian dan kegilaan mantan besan dan menantunya sekarang. Mereka merasa khawatir dengan keselamatan Mutia dan kedua cucu mereka.

"Ya Tuhan, apa lagi yang akan mereka lakukan?" gumam Leha dengan nada cemas, duduk gelisah di samping Ahmad. "Mereka benar-benar sudah kehilangan akal sehat."

"Kita harus lebih waspada, Bu," jawab Ahmad dengan nada serius. "Kita tidak tahu apa yang akan mereka rencanakan selanjutnya."

Kekhawatiran Ahmad dan Leha ternyata bukan isapan jempol belaka. Beberapa hari kemudian, Lestari kembali melancarkan aksi terornya. Kali ini, ia mendatangi sekolah Sephia dan Sania dengan niat jahat untuk menculik kedua gadis kecil itu. Ia tahu, menyakiti anak-anak Mutia adalah cara paling efektif untuk membuat wanita itu menderita.

Lestari menunggu di luar gerbang sekolah saat jam pulang tiba. Ia menyamar dengan mengenakan topi dan kacamata hitam, berusaha menyembunyikan identitasnya. Ketika Sephia dan Sania keluar dari gerbang sekolah bersama teman-teman mereka, Lestari bergerak cepat.

Ia menyalakan beberapa petasan berukuran sedang dan melemparkannya ke tengah kerumunan anak-anak. Suara ledakan yang keras dan tiba-tiba membuat suasana menjadi kacau balau. Anak-anak berteriak histeris dan berlarian panik mencari tempat berlindung. Sephia dan Sania, yang sangat terkejut dan ketakutan, berusaha menyelamatkan diri di tengah kekacauan itu.

Lestari memanfaatkan kepanikan tersebut untuk mendekati Sephia dan Sania. Ia berusaha menarik salah satu dari mereka, tetapi kedua gadis kecil itu dengan sigap menghindar. Mereka berdua berpegangan tangan erat dan berusaha menjauhi Lestari secepat mungkin.

"Mau apa kamu?!" teriak Sephia dengan suara bergetar, menatap Lestari dengan mata penuh ketakutan.

"Kalian ikut Tante sebentar, ya," jawab Lestari dengan senyum palsu, berusaha meraih tangan Sephia.

Namun, teriakan dan kepanikan anak-anak lain menarik perhatian guru dan petugas keamanan sekolah. Mereka segera berlarian menuju sumber keributan. Melihat kedatangan para guru dan petugas keamanan, Lestari panik. Rencananya untuk menculik Sephia dan Sania gagal total.

Tanpa pikir panjang, Lestari segera melarikan diri dari area sekolah, meninggalkan Sephia dan Sania yang masih gemetar ketakutan. Para guru dan petugas keamanan segera menenangkan anak-anak dan menghubungi polisi untuk melaporkan kejadian tersebut.

Mutia dan Dito yang mendengar kabar tentang teror di sekolah anak-anak mereka langsung panik dan bergegas menuju sekolah. Mereka sangat khawatir dengan keselamatan Sephia dan Sania. Setibanya di sekolah, mereka langsung memeluk erat kedua putri mereka, merasa lega karena kedua gadis kecil itu selamat.

"Kalian tidak apa-apa, Sayang?" tanya Mutia dengan suara bergetar, memeluk Sephia dan Sania bergantian.

"Kami takut, Bunda," jawab Sania dengan air mata berlinang.

Dito mengepalkan tinjunya, amarahnya memuncak mendengar cerita tentang ulah Lestari. "Wanita itu benar-benar sudah gila!" geram Dito. "Kita harus segera menangkapnya sebelum dia melakukan hal yang lebih buruk lagi."

****

Luluk, dengan langkah penuh amarah, mendatangi penjara tempat Zulfikar ditahan. Kesabarannya sudah habis menghadapi teror Lestari dan Sutirah yang semakin menjadi-jadi. Ia ingin meluapkan kekesalannya pada mantan suami Mutia itu, berharap Zulfikar bisa memberikan solusi atau setidaknya merasa malu atas perbuatan ibu dan istrinya.

"Zulfikar!" seru Luluk begitu petugas mengantarnya ke ruang besuk. Wajahnya merah padam, matanya menyiratkan kemarahan yang tertahan.

Zulfikar, yang tampak terkejut melihat kedatangan Luluk, berdiri dari kursinya. "Bu Luluk? Ada apa?" tanyanya dengan nada bingung.

"Ada apa katamu?!" bentak Luluk, suaranya meninggi. "Ibu dan istrimu sudah gila! Mereka terus meneror keluarga Mutia! Melempar rumah dengan kotoran, meledakkan petasan di sekolah cucu-cucuku! Apa kalian tidak punya hati nurani?!"

Zulfikar terdiam, wajahnya pucat pasi. Ia tidak menyangka Lestari dan ibunya akan bertindak separah itu. Selama ini, ia hanya mendengar samar-samar tentang teror yang mereka lakukan, tetapi ia tidak pernah membayangkan tingkat kegilaan mereka sudah mencapai titik ini.

"Saya... saya tidak tahu, Bu," jawab Zulfikar dengan suara tercekat, menundukkan kepalanya. "Saya tidak tahu mereka melakukan hal separah itu."

"Tidak tahu katamu?!" sergah Luluk dengan nada sinis. "Mereka itu ibu dan istrimu! Bagaimana mungkin kamu tidak tahu?!"

"Setelah saya dipenjara, saya tidak punya kontak dengan mereka, Bu," jelas Zulfikar dengan nada menyesal. "Saya benar-benar tidak tahu mereka berbuat seperti itu."

Luluk menatap Zulfikar dengan tatapan tidak percaya. "Kamu benar-benar tidak tahu?" tanyanya dengan nada meragukan.

Zulfikar menggelengkan kepalanya lemah. "Sungguh, Tante. Saya sangat menyesal atas apa yang mereka lakukan. Saya tidak pernah menyangka mereka akan bertindak sejauh ini."

1
StepMother_Friend
semangat kak
Serena Muna: makasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!