Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.
"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ninja Banyuwangi
# Cover Story; Perjalanan Tuan Dodi
Setelah menjalani pemeriksaan di benteng kaki gunung Lawu, Dodi melanjutkan. perjalanannya.
Sampailah di persimpangan jalan Ngawi–Madiun. Dodi mengambil jalan sebelah kiri ke arah Ngawi.
##
Di malam yang gelap gulita, tampang warung kopi masih terang benderang. Mereka masih buka walaupun sudah larut malam. Karena memang biasanya pelanggan membeli makanan dan nongkrong sampai larut malam.
"Kis!" sapa Pino ke orang yang sedang duduk di kursi panjang, menikmati secangkir kopi.
"Hmm!" balas Sikis dengan gerakan alis, karena sedang meminum kopi.
"Kopi satu pak," pinta Pino yang baru datang, kemudian duduk di sebelah Sikis, yang sedang menikmati kopinya
"Pin, bagaimana ternakmu? Kau masih mengurusnya sendirian?" tanya Sikis sambil mengunyah kacang tanah rebus.
"Iya," balas Pino yang ikut memakan kacang milik Sikis.
"Plak!" Tangan Pino di tangkis saat akan mengambil kacang.
"Beli sendiri, lah," cela Sikis dengan wajah berkerut.
"Ya elah, minta dikit gak boleh," ejek Pino.
"Tinggal dikit ini. Kalau mau tambah lagi. Kau yang bayar, tapi."
"Nah!" Pino mengambil se canting kacang dan meletakkannya di antara mereka.
"Weh! Gak usah banyak-banyak. Nanti gak habis, loh." Perkataan Sikis seakan melarang Pino mengambil banyak, padahal raut wajahnya menunjukkan ekspresi senang dengan senyum bahagia.
"Berisik, ah! Tinggal makan," ucap Pino jengkel.
"Makasih, yak?" ucap Sikis sambil meringis.
"Iye."
"Nih! Kopi hitam tanpa gula. Silahkan di nikmati," ucap Yono, pemilik warung, menyuguhkan kopi.
"Makasih, pak!"
"Iya."
Pino mengambil botol kaca berisi susu sapi dari kantungnya. Tutup botol dia buka, lalu susu dituangkan ke dalam kopi. Dia mengambil sendok, kemudian mengaduk kopinya.
"Enak, ya, kamu. Bisa dapat susu sapi gratis," ucap Sikis.
"Namanya juga peternak sapi," sahut Yono.
"Ya, gak bisa sembarangan ambil. Ini sudah jatah. Gak bisa ambil lebih dari ini," jelas Pino.
Selesai mengaduk, Pino menyeruput kopinya degan nikmat.
"Nggak capek, ya, ngurus sapi segitu banyaknya sendirian?" tanya Sikis.
"Capek, lah. Tiap hari potong rumput gajah, pindahkan kotoran, menggiring keluar masuk kandang."
"Gak ada pekerja lain, apa?"
"Ada. Baru sampai beberapa hari yang lalu."
"Enak, dong. Ada teman. Kerjaanmu jadi ringan sedikit."
Pino meraih roti gabus di depannya dan mencelupkannya di kopi miliknya.
"Eh, kalian tau, nggak? Berita soal pembant**** dukun di Banyuwangi? Itu terjadi lagi belakangan ini," tanya Yono membuka topik pembicaraan.
"Iya. Aku membacanya di koran tadi siang," balas Sikis.
"Memangnya kenapa dengan dukun? Apa mereka berbuat jahat?" tanya Pino.
"Kau tidak baca koran? Ada banyak warga di sana yang kehilangan uang. Mereka mencurigai dukun yang mencurinya," ucap Sikis.
"Ada juga kabar kalau para dukun berkerja sama dengan mahluk halus untuk melakukan pencurian," sambung Yono.
"Terus, siapa yang memban*** mereka? Apa warga sana yang memban*** nya?" tanya Pino.
"Bukan. Katanya, ada orang yang melihat sosok dengan wajah di tutupi sarung yang melakukannya. Mereka bergerak cepat dalam gelap dan melancarkan aksinya ketika malam," jelas Yono.
"Kemungkinan itu para siluman yang melakukannya. Karena para siluman suka bergerak di malam hari," sambung Sikis.
"Mungkin. Tapi mereka menyebut para pemban*** itu dengan sebutan ..."
"Ninja Banyuwangi."
...****************...
Di tengah perjalanan, Supa dan Yudha di hadang oleh tiga orang yang memakai sarung di wajahnya. Mereka berdiri di tengah jalan, dengan memegang celurit dan golok.
"Siapa kalian?" tanya Yudha dengan tatapan tajam.
Tanpa menjawab, orang di tengah isyarat dengan tangannya dan menyuruh dua orang di sampingnya mulai menyerang. Kedua orang itu langsung berlari kearah Yudha dan Supa.
...****************...
"Hah? Ninja Banyuwangi? Kenapa sebutannya mirip seperti kelompok pembu*** bayaran di wilayah Pasundan?" sahut Pino merasa ada kesamaan penyebutan antara dua kelompok pembu***.
...****************...
Supa yang masih memakai pakaian bertempur, langsung maju dan menghadang kedua orang tersebut. Di melompat dan mengayunkan tombaknya membentuk setengah lingkaran.
Melihat ada serangan yang datang, kedua orang itu mengangkat senjata mereka ke depan, guna menangkis serangan dari Supa.
Akibat serangan Supa yang kuat, yang mengandalkan momentum serangan dan senjata yang lebih kuat, kedua itu terdorong sedikit ke belakang.
"Hehe, aku suka musuh yang tidak banyak bicara dan langsung beraksi," ucap Supa dengan senyuman lebar di wajahnya.
"Mari sini." Supa menyerbu kedepan dengan tombak yang berada di belakang, bersiap untuk diayunkan.
...****************...
Yono yang terkejut dengan berita dari Pino, memajukan tubuhnya untuk mendengar lebih jelas.
"Memangnya ada kelompok pembunuh bayaran yang di sebut Ninja di wilayah Pasundan?" tanya Yono penasaran.
"Oh, kau tidak tau, ya. Memang, sih, kelompok ini cukup tersembunyi. Wajar kalian tidak tau," jawab Pino.
...****************...
Orang yang di belakang melompat, mengayunkan goloknya dari atas kepala dan melayangkannya tepat ke kepalan Supa.
Supa yah tidak sempat menghindar, seketika mengarahkan tamengnya ke atas untuk menangkis serangan yang datang, melindungi kepalanya dari jalur tebasan.
Golok itu menghantam tameng Supa dengan kuat, membuat Supa meringis menahan serangan itu.
...****************...
"Aku mendengar sebutan ini saat sedang menjalankan misi, waktu aku masih aktif menjadi tukang mengawal."
"Waktu itu, aku mendapatkan misi mengawal seorang kolonel ke benteng di perbatasan wilayah Jawi dan Pasundan," ungkap Pino.
"Dan ... Itu juga misi terkahir ku."
...****************...
Supa menguatkan genggaman tombaknya dan bersiap melakukan serangan memutar. Dis memutar tubuhnya ke kanan dan menyapukan tombaknya ke depan.
Melihat Supa akan melakukan serangan datar memutar, kedua kakinya menginjak tameng Supa dan menggunakannya sebagai tumpuan untuk melompat.
...****************...
"Kolonel? Kenapa orang sekuat itu masih butuh pengawal?" tanya Sikis merasa hal itu aneh.
"Namanya juga orang penting. Ada kemungkinan besar dia akan di sergap. Apalagi di wilayah perbatasan dua kubu yang selalu konflik. Pasti dia ingin keamanan lebih," balas Pino.
...****************...
Supa sumringah melihat lawannya melompat ke udara. Ketika tombaknya sudah sampai di depannya, dia melepaskan tombaknya dan membiarkannya melesat ke depan. Tombak itu mengarah ke orang yang berada di kiri.
Tak sempat bereaksi, dada orang itu tertusuk tombak sampai tembus ke punggungnya.
"Uugghh." Da*** segar menyembur dari mulut dan dadanya.
...****************...
"Terus, dari mana kamu dengar istilah Ninja? Apa dari para prajurit perbatasan?" tanya Yono penasaran.
"Sluurpp, aahhh ..."
"Iya. Mereka menjelaskan situasi yang kemungkinan terjadi saat kami sedang melaksanakan pengawalan. Dan mereka menyebutkan kata Ninja," jelas Pino.
...****************...
Tak memberi kesempatan, Supa melompat dan menggunakan tamengnya untuk menghantam tubuh orang yang di kanan, membuat orang itu terlempar jauh ke belakang.
Orang yang masih di udara terkejut dengan serangan beruntun Supa. Dia mendarat dan memandangi kedua temannya yang sudah tumbang.
Dia menatap tajam ke Supa.
...****************...
"Memangnya kolonel itu tidak di kawal prajurit? Kok, kamu yang jadi pengawalnya?" tanya Sikis.
"Mereka tetap mengawal juga. Mereka hanya kekurangan orang. Jadi mereka meminta Ormas Tukang untuk memberi tambahan orang," balas Pino.
...****************...
Orang itu berbalik dan menghampiri kedua temannya.
"Lah? Tidak lanjut bertarung? Sudah menyerah, kah? Tidak seru sekali," ejek Supa.
"Sudahlah Supa. Kita sudah terlalu lama bertarung. Biarkan mereka pergi. Aku juga sudah capek," pinta Yudha.
Supa menatap Yudha dengan tatapan aneh.
"Hah? Memangnya kapan kau bertarung? Dari tadi kau cuma diam."
...****************...
"Untungnya kami tidak bertemu mereka. Karena mendengar cerita dari para prajurit perbatasan, mereka sangat berbahaya. Peluang lolos dari sergapan mereka sangat kecil," jelas Pino.
...****************...
Yudha kesal dengan ucapan Supa.
"Sudahlah! Kereta kita juga sudah menunggu," ucap Yudha jengkel.
"Kau juga sudah membu*** satu. Apa masih kurang?"
...****************...
"Apa kau tidak menjumpai halangan apapun saat pengawalan?" tanya Sikis.
"Ada," sahut Pino.
...****************...
Orang itu mencabut tombak Supa dan membuangnya. Dia mengangkat tubuh temannya di pinggangnya.
Supa menarik kembali tombaknya saat di buang.
Orang itu kemudian pergi ke teman satunya yang pingsan di tabrak Supa, mengangkatnya ke pundaknya.
Orang yang di gendong di pundak masih ada sedikit kesadaran.
...****************...
"Saat kami melewati ladang bambu, kereta yang di depan kami menginjak ranjau darat yang di pasang di tengah jalan."
...****************...
Orang yang berada di pundak berusaha membuka mulutnya.
Mulutnya pun terbuka dan mengucapkan kata "Boom".
...****************...
"Kereta itu langsung hancur berkeping-keping. Sesuatu terbang ke arahku yang mengendarai kuda di samping kereta kolonel."
...****************...
Orang itu ternyata masih sempat memasang kertas yang tertulis kata bom.
Kertas itu bersinar dan meledak, membuat Supa terpental ke belakang.
Supa terbang ke arah Yudha.
Yudha yang tak sempat menghindar, bertabrakan dengan Supa. Mereka terpental ke belakang.
...****************...
"Sebuah tangan terbang dan mendarat tepat di pelan kuda ku. Waktu itu aku belum sempat bereaksi karena kejadian itu terjadi tiba-tiba."
"Seorang prajurit berkuda lain terkejut dan spontan menghampiri kereta yang baru saja meledak."
"Belum sampai ke kereta, kudanya menginjak ranjau darat lain dan membuatnya meledak. Ledakannya membuat kuda dan tubuh prajurit itu hancur."
...****************...
"Boom." Orang itu kembali mengucapkan kata pemicu dan membuat tameng Supa meledak lagi.
Beruntungnya tombak Supa tertinggal. Dia melepas jauh tamengnya dan dia berpindah posisi ke tombaknya.
Orang yang menggendong kedua orang itu menatap sini ke Supa dan Yudah dan akhirnya menghilang.
...****************...
"Aku hanya bisa menatap kosong melihat kejadian yang mengerikan tepat di depan mataku."
"Aku biasanya tidak menjumpai kejadian seperti itu saat menjalankan misi. Karena aku tidak pernah mengambil misi di perbatasan."
Pino bercerita dengan wajah muram. Tangannya bergetar saat membuka kulit kacang. Dia masih merasakan trauma akan kejadian itu
...****************...
"Uhuk, uhuk." Yudha batuk dar** akibat di tabrak Supa tepat di dadanya.
Supa yang memiliki tubuh yang kuat hanya mengalami keseleo di lengan kirinya yang memegangi tameng.
"Fiuh. Boleh juga mereka. Kalah adu kekuatan, beralih menggunakan taktik," ucap Supa.
Yudha mengusap darah yang ada di mulutnya.
"Cukup. Kita kembali saja."
"Aaarrggghhh." Yudha memegangi dadanya yang terasa sesak dan tulangnya yang terasa hancur sebab di hantam benda keras.
Supa membantu Yudha untuk berdiri dan memapahnya. Dia melihat temannya yang merintih kesakitan dengan seksama.
"Mungkin aku perlu menyesuaikan diri agar bisa bertarung bersamanya," pikir Supa melihat keadaan Yudha.
Dia selama ini bertarung bersama Tian dan selalu menggunakan cara barbar. Mereka jarang menggunakan taktik dan asal serang. Walaupun selama ini tidak ada kendala di antara mereka.
Tapi sekarang Tian sedang fokus merawat anak-anak nya yang baru di selamatkan. Jadi dia akan melakukan perjalanan bersama dengan Yudha untuk kedepannya.
"Penyesuaian lagi. Hadehhh."
...****************...
Yono dan Sikis prihatin dan iba dengan apa yang terjadi kepada Pino.
Sikis memegang pundak Pino untuk memberinya semangat.
"Yah ... Banyak hal tak terduga dalam hidup ini. Jadi ya ... sesuaikan diri saja semampumu," ucap Sikis.