follow Author..
IG : poppy.susanti.7927
FB : Poppy Susanti
Tiktok : Poppy Susan_33
"Menikahlah denganku, maka aku akan membiayai pengobatan adik kamu," seru Dava dingin.
Reva tidak bisa menolaknya, tidak dipungkiri kalau dia butuh biaya untuk pengobatan adiknya sedangkan Dava membutuhkan Reva untuk mengurus kedua keponakannya.
Bagaimanakah nasib pernikahan mereka, akankah mereka berbalik saling jatuh cinta dan berakhir dengan bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Perasaan Aneh
Diva menjaga Albi sembari membaca novel online kesukaannya, waktu Diva menjaga Albi tinggal beberapa menit lagi. Tiba-tiba Albi hendak turun dari tempat tidur, otomatis Diva langsung berlari menghampiri Albi.
"Mas mau ke mana?" tanya Diva.
"Mau ke toilet."
"Ya sudah, aku bantu."
Albi merangkul pundak Diva dan Diva berusaha menahan tubuh Albi supaya tidak jatuh. Tanpa terasa, jantung Albi berdetak tak karuan membuat Albi salah tingkah.
"Kamu jangan ikut masuk," ketus Albi.
"Ya iyalah Mas, aku juga tahu diri kok," sahut Diva.
Diva membantu Albi masuk ke dalam kamar mandi, setelah itu Diva pun keluar dan menunggu Albi di depan pintu. Diva memegang dadanya. "Astaga, jantungku kenapa jadi seperti ini," batin Diva.
Cukup lama Diva menunggu hingga tidak lama kemudian, Albi mengetuk pintu kamar mandi pertanda kalau dia sudah selesai.
"Sudah selesai, Mas?"
"Iya."
Diva kembali membatu Albi, hingga pintu kamar Albi pun terbuka.
"Ya ampun, kenapa kamu tidak panggil aku Diva, kan badan Kak Albi berat," seru Bilal dengan segera meraih tubuh Albi.
"Tidak apa-apa Mas, aku bisa kok," sahut Diva.
Bilal merebahkan tubuh Albi dan menoleh ke arah Diva.
"Ini sudah waktunya pulang, kamu kan sudah janji mau temani aku jalan-jalan," seru Bilal.
"Iya, Mas."
Albi mengerutkan keningnya mendengar ucapan Bilal.
"Kalian mau ke mana?" tanya Albi dingin.
"Aku mau ajak Diva jalan-jalan Kak, mumpung malam minggu," sahut Bilal.
Entah kenapa hati Albi merasa panas mendengar Bilal ingin mengajak Diva jalan-jalan, tapi Albi juga tidak bisa berbuat apa-apa karena Diva memang bukan siapa-siapanya.
Diva mengambil tasnya. "Mas Albi, aku pamit pulang dulu ya, besok aku kembali lagi ke sini," seru Diva dengan senyumannya.
"Kak, aku juga pergi dulu, mau jalan-jalan sebentar," seru Bilal.
Diva dan Bilal pun pergi, terdengar pintu kamarnya ditutup.
"Mereka mau jalan-jalan ke mana?" batin Albi dengan kesalnya.
Sementara itu, Bilal mulai melajukan mobilnya. "Kita mau ke mana?" tanya Bilal.
"Lah, Mas kan yang ngajak jadi aku gak tahu," sahut Diva.
"Bagaimana kalau kita jalan-jalan ke Mall saja," seru Bilal.
"Terserah Mas saja."
"Oke."
Bilal pun kembali fokus mengendarai mobilnya sedangkan Diva memalingkan wajahnya ke luar jendela.
"Kalau dekat sama Mas Bilal kok rasanya biasa-biasa saja, tapi di saat dekat Mas Albi kok jantungku aneh," batin Diva.
Beberapa saat kemudian, mereka pun sampai di Mall. Keduanya jalan-jalan, tapi terlihat sangat canggung sekali.
"Kamu mau beli apa? biar aku belikan," seru Bilal.
"Tidak perlu Mas," sahut Diva.
"Bagaimana kalau kita makan dulu."
"Boleh."
Keduanya masuk ke sebuah restoran Jepang yang ada di Mall itu, Bilal memesan banyak sekali makanan membuat Diva melongo.
"Mas, banyak banget pesan makanannya? memangnya bakalan habis?" seru Diva.
"Gak apa-apa, kamu harus makan banyak karena aku juga tahu mengurus Kak Albi itu membutuhkan tenaga yang banyak dan mental yang kuat," seru Bilal dengan senyumannya.
Diva tersenyum. "Mas Bilal beda ya sama Mas Albi," seru Diva.
"Bedanya apa?" tanya Bilal.
"Kalau Mas Bilal lebih ramah dan gampang diajak bicara sedangkan Mas Albi kaku sekali bahkan kadang-kadang suka capek kalau ajak bicara Mas Albi karena aku sudah bicara panjang lebar, dia hanya jawab sedikit bikin hati dongkol," celoteh Diva dengan kekehannya.
"Dia memang kaya gitu orangnya, apalagi dia tidak pernah berinteraksi dengan wanita jadi sudah pasti Kak Albi bakalan kaku banget orangnya," seru Bilal.
Diva dan Bilal berbincang-bincang ringan bahkan mereka tampak akrab karena mereka berdua memang cocok sama-sama ramah dan mudah bergaul.
Sementara itu di kamar, Albi tampak uring-uringan tidak jelas.
"Mommy!" teriak Albi.
"Apaan sih Al, teriak-teriak seperti di hutan saja," kesal Mommy Bianca.
"Albi lapar, pengen makan."
"Oke, tunggu sebentar Mommy ambilkan dulu."
Bianca pun mengambilkan nasi untuk Albi, lalu kembali ke kamar Albi.
"Mommy suapin, ya."
"Gak mau, Albi bisa kok makan sendiri," seru Albi dingin.
Bianca pun menyimpan piring nasi itu di pangkuan Albi, lalu memperhatikan Albi makan. Albi tampak kesusahan, beberapa kali dia mencoba mengambil nasi tapi sama sekali tidak bisa sehingga nasinya itu berceceran ke atas kasur.
"Al, biar Mommy suapin kamu, ya," seru Mommy Bianca lembut.
Albi yang kesal akhirnya melempar piring itu membuat Bianca terkejut.
"Kapan Albi bisa melihat, Mommy! Albi tidak bisa seperti ini!" teriak Albi.
Bianca menutup mulutnya, matanya sudah berkaca-kaca, sungguh hati seorang ibu merasa sangat sakit melihat anaknya seperti itu.
Perlahan Bianca menghampiri Albi dan mengusap punggungnya lalu memeluk anak sulungnya itu.
"Kamu harus sabar Al, makanya kamu harus rutin minum obat dan terapinya supaya kamu cepat sembuh," seru Mommy Bianca dengan meneteskan air matanya.
"Apa Albi akan sembuh lagi, Mom?"
"Iya sayang, kamu pasti sembuh karena kata dokter kamu tidak mengalami lumpuh dan buta permanen jadi kamu bisa sembuh seperti semula asalkan kamu mau menurut kepada Diva pasti kamu akan sembuh dengan cepat," sahut Mommy Bianca.
Mata Albi memerah, sungguh saat ini dia sangat emosi. Di dalam hatinya, dia tetap tidak bisa menerima dengan apa yang saat ini dia alami.
Menjelang malam, Bilal mengantarkan Diva pulang.
"Terima kasih ya, sudah mau menemani aku jalan-jalan," seru Bilal.
"Sama-sama Mas. Oh iya, apa Mas mau mampir dulu?"
"Lain kali saja, tidak enak kalau bertamu malam-malam."
"Ya sudah, kalau begitu aku masuk dulu."
Diva pun keluar dari mobil Bilal, dan segera masuk ke dalam rumahnya. Begitu pun dengan Bilal yang langsung meninggalkan rumah Diva.
"Dari mana kamu, sayang?" tanya Daddy Dava.
"Jalan-jalan sama teman," sahut Diva.
"Pria atau wanita?" tanyanya lagi.
"Pria, Dad."
"Hati-hati, jangan terlalu percaya sama pria. Daddy tidak mau sampai terjadi kenapa-napa sama kamu."
"Iya Dad, Diva bisa jaga diri Diva sendiri kok jadi Daddy tidak usah khawatir. Kalau begitu, Diva ke kamar dulu sudah lelah ingin istirahat," seru Diva.
Diva pun naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamarnya. Diva segera menyambar handuk dan masuk ke kamar mandi, tubuhnya sudah terasa lengket dengan keringat.
Setelah selesai mandi, Diva ganti baju dan segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Matanya merawang ke atas langit-langit kamarnya, dia sangat takut kalau suatu saat nanti Albi sampai tahu siapa dirinya sudah pasti Albi tidak akan pernah memaafkannya.
udah gitu si reva katanya lulusan sarjana kok kek ngak punya keahlian dibidang lain selama hamil juga ngak punya penghasilan pdhl mereka butuh biaya untuk mnjlani hidup
ceritanya bagus, alurnya hidup,.... banyak pesan moral didalamnya....