Jika kamu mau bermain api, berarti kamu harus siap untuk terbakar, karena jika api asmara sudah berkobar akan sulit untuk mematikannya.
Dan jika kamu berani untuk menyakiti, berarti harus siap untuk disakiti, ini bukan soal Karma, tapi itu hasil dari apa yang pernah kamu tanam.
Pertukaran pasangan adalah hal yang tidak wajar dilakukan, namun Embun Damara dan Arsenio Hernandes terpaksa melakukannya, karena desakan dari pasangan masing-masing.
Namun siapa sangka, yang awalnya mereka menentang keras dan merasa tersakiti, kini butir-butir cinta mulai bersemai dihati mereka masing-masing, walau masih ragu, tapi rasa sayang dan cinta diantara mereka mengalir begitu saja seiring berjalannya waktu. Padahal perjanjian mereka hanya bertukar pasangan selama satu bulan saja.
Akankah cinta mereka akan kekal sampai nanti, atau harus putus karena masa perjanjian sudah selesai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iska w, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35.Pilih Aku atau Dia
Tak pernah Embun sangka sebelumnya, bahwa dia akan menjadi rebutan dari dua pria tampan yang menghuni hatinya kini.
Bukan merasa bangga, namun Embun merasa bingung sendiri jadinya, disatu sisi dia tidak ingin terjadi apa-apa dengan Bagas, namun disisi lain dia pun tidak ingin kehilangan orang sebaik Arsen dihidupnya.
"Hei... jangan sentuh wanitaku!" Teriak Bagas saat melihat Arsen menggengam satu tangan milik Embun.
"Apa kamu tidak bisa melihat cincin di jari manisnya itu? asal kamu tahu saja, itu adalah cincin pertunangan kami." Arsen dengan bangganya menunjuk cincin yang melingkar dijari manis Embun.
"Kalian ini tak habis-habis melanjutkan drama yang sudah usai, permainan kita sudah selesai, kembalilah dengan wanitamu, Embun adalah milikku sekarang!" Bagas seolah tidak perduli saat melihat cincin itu.
"Apa kamu pikir Embun adalah Boneka, yang bisa kamu permainkan begitu saja sesuka hatimu!" Emosi Arsen mulai terpancing, padahal sudah jelas-jelas Embun tetap memakai cincin pemberiannya, jika memang dia hanya menggangap hubungan mereka sebagai permainan sudah pasti dia akan melepasnya.
"Bukannya kita sudah melakukan kesepakatan itu sejak awal!" Teriak Bagas yang mulai keluar jiwa premannya.
"Dan itu adalah kesalahan terbesarmu!" Umpat Arsen yang tidak mau mengalah, dia tidak ingin menyerahkan kembali orang yang sudah mengisi hatinya, karena keputusannya untuk hidup bersama Embun sudah bulat.
"Maksud kamu apa!" Teriak Bagas yang semakin nyolot saja.
"Apa kamu pikir hubungan kalian tidak menyakiti hati kami? dan jika akhirnya kami saling mencintai itu bukan salah kami, tapi kamu sendiri yang menyerahkan kepemilikan secara terang-terangan." Arsen benar-benar mengeluarkan unek-uneknya dalam satu bulan ini, bahkan dia sudah mewakili ucapan dari Embun juga.
Hanya saja Embun lebih memilih diam untuk saat ini, karena dia tidak ingin kedua pria ini berantem dirumahnya.
"Arsen, apa kamu mencoba untuk menantangku, hah!" Bagas langsung menyingsingkan kedua lengannya, dia memang terbiasa menyelesaikan masalah dengan otot, kalau sudah tidak ada cara lain.
"Kamu pikir aku takut? untuk kali ini aku tidak akan mengembalikan Embun kepada pria brengsek seperti kamu lagi, ambillah Nevika, bukannya kamu yang memaksa aku untuk melepasnya dulu!" Rasa Arsen terhadap Nevika sudah pudar karena ulah mereka sendiri, jadi saat Arsen menemukan berlian diantara tumpukan sampah, dia tidak akan rela melepasnya bahkan akan selalu menjaganya sampai kapanpun.
"Kamu benar-benar ingin cari gara-gara denganku Arsen!" Emosi Bagas seolah sudah memuncak, bahkan dia sudah mendorong bahu Arsen.
"STOP!"
Saat kedua pria tampan itu ingin duel secara jantan, Embun langsung bergegas menengahi perdebatan mereka dan berdiri diantara keduanya.
"Sampai kapanpun juga aku tidak akan rela melepaskan Embun untukmu, karena dia milikku yang sesungguhnya!" Teriak Bagas yang maaih bersikukuh.
"Walau aku baru pacaran dengan Embun satu bulan, tapi kami berdua sama-sama pernah merasakan kesakitan akibat permainan gilamu itu, dan rasa itu masih membekas sampai saat ini, bahkan sampai mati, lalu apa kamu pikir Embun bisa bahagia saat meneruskan hidup denganmu? NEVER!" Ucap Arsen dengan penuh penegasan.
"Ini hanya permainan saja, kalian pun boleh melakukannya dan aku tidak masalah akan hal itu, karena sudah sesuai dengan kesepakatan kia pada awalnya!" Bagas merasa dialah yang paling benar, karena dia juga tidak melarang jika Arsen ingin bermesraan dengan Embun pikirnya.
"Itulah perbedaan kami dengan kalian! jika kalian menggangap ini semua hanya permainan, tapi kami menanggapinya dengan hati, dan itu sungguh menyakitkan!" Teriak Arsen seolah meluapkan rasa sakitnya yang sudah dia pendam selama satu bulan ini.
Bukan menyesal karena telah melakukan permainan ini, bahkan dia bersyukur atas hikmah yang dia dapatkan, namun dia juga manusia biasa yang bisa sakit hati, wajar jika dia pernah terluka dan mengingatnya sampai saat ini.
"Itu salah kalian sendiri, kenapa tidak mengangap ini sebagai ujian saja, lalu kita bisa hidup tenang kembali seperti semula, aku dengan Embun, kamu dengan Nevika, SELESAI!" Teriak Bagas dengan otot leher yang seolah akan keluar dari kulitnya.
"Kamu tidak akan paham, karena hatimu itu sudah seperti Batu, yang tidak berperasaan!" Hujat Arsen sambil tersenyum dengan bengis.
"Tahu apa kamu tentang aku, hah! lebih baik maju kamu sekarang, ayo lawan aku!" Bagas langsung menantang Arsen, bahkan sudah menjentikkan jari tengahnya agar dia maju duluan.
"Bagas, Arsen, CUKUP!"
Setelah terdiam dan menyimak perdebatan mereka berdua, akhirnya Embun sudah tidak tahan lagi untuk berbicara.
"Tidak apa-apa sayang, aku akan menuruti segala kemauannya." Pantang bagi Arsen untuk menolak tantangan dari Bagas.
"Hei... siapa yang kamu panggil sayang! Embun itu wanitaku!" Teriak Bagas yang seolah tidak sudi mendengarnya.
"Kalau kalian berdua masih ingin ribut, keluar dari rumah ini, atau aku panggil pihak keamanan sekalian!" Teriak Embun sambil menjambak rambut panjangnya.
"Embun?" Arsen menatap Embun dengan tatapan memelas.
"Kalian berdua ikut aku!"Embun langsung berjalan ke arah kamar mandi luar.
"Kemana sayang?" Tanya Arsen yang langaung mengikutinya.
"Sudah aku bilang, dia milikku, jangan pernah memanggilnya sayang lagi, sayangmu itu Nevika kan, pergi sana temui Nevika!" Teriak Bagas dengan suaranya yang melebihi kerasnya toac masjid.
"Kamu saja yang pergi, aku sudah melepasnya untukmu!" Balas Arsem tak mau kalah.
"Tapi aku tetap memilih Embun!" Umpat Bagas yang akhirnya mulai sadar, memang mudah mencari wanita cantik, tapi tidak mudah mencari wanita yang memang sudah pantas untuk mendidik anak-anaknya nanti, bukan tahunya hanya kesenangan duniawi saja.
"Dia sekarang milikku!" Arsen kembali memancing perkara.
"Dia milikku!" Teriak Bagas yang langsung menyahutnya
"DIAM, DUDUK KALIAN BERDUA!" Embun pun berteriak-teriak seperti orang kesetanan.
"Dimana?" Tanya mereka berdua.
"Lantai." Ucap Embun sambil bersidekap kearah mereka berdua.
"Untuk apa sayang?" Tanya Arsen yang tanpa sadar diangguki oleh Bagas, karena Bagas pun sebenarnya ingin menanyakan hal itu.
BYUUURRR!
Dalam sekedip mata kedua kepala kedua pria itu sudah basah kuyup, bahkan Embun menyiramnya dengan air dingin dari Ember yang sudah dia endapkan satu malam penuh.
"Sayang, apa-apaan ini?" Teriak mereka berdua kembali kompak bersamaan.
"Gimana, udah dingin belum kepala kalian? sudah dewasa kenapa masih berantem kayak anak kecil?" Embun seolah memberikan hukuman untuk mereka.
"Sayang dingin." Rengek Arsen dengan manjanya.
"Sayang mau peluk?" Bagas pun tak kalah ingin dimanja-manja olehnya.
"Stop! jangan ada yang memanggilku dengan sebutan sayang lagi, kepalaku jadi pusing sendiri." Embun memilih netral dulu sesaat, tidak mungkin juga dia membela salah satu disini, karena bisa dipasktikan ada ada pertumpahan darah.
"Tapi kan aku sayang kamu!" Celetuk Arsen tanpa malu-malu lagi.
"Aku lebih sayang kamu lagi!" Ucap Bagas yang tidak mau disaingi dalam hal apapun.
"Jangan ada yang bicara, cepat keringkan rambut kalian!" Embun sudah membawa dua handuk ditangannya.
"Tapi?"
"Cepat, aku akan membuatkan kalian minuman hangat!" Embun pun sebenarnya tidak tega berbuat seperti itu, namun tidak ada pilihan lain.
"Sayang?"
"Diam kalian berdua, kepalaku bisa pecah nantinya!"
Akhirnya Bagas dan Arsen mengeringkan rambut mereka masing-masing sambil saling melotot satu sama lain.
"Ini minuman kalian, habiskan dan cepat pulang." Embun menyodorkan dua gelas jahe hangat untuk mereka berdua.
"Tapi Embun, aku masih rindu denganmu." Ucap Bagas dengan wajah sok manis.
"Nggak ada rindu-rinduan, kalau sudah selesai cepat kalian pulang!" Teriak Embun yang memilih tidak membela salah satu terlebih dahulu.
"Embun, diantara kami berdua siapa yang kamu pilih, aku atau dia?" Ucap Arsen yang memang butuh kepastian.
Maaf Arsen, aku tidak bisa jujur saat ini, tapi kalau kamu bisa melihat dari sorot mataku, seharusnya kamu sudah paham siapa yang aku pilih.
"Tidak ada!" Jawab Embun sambil memalingkan wajahnya.
"EMBUN?" Mereka berdua ingin protes kembali namun Embun langsung menyambarnya saja agar mereka tidak banyak bertanya.
"Cepat kalian pulang kepalaku sakit sekali!" Embun kembali mengulang perkataannya.
"Biar aku bantu pijit?" Arsen langsung ingin maju, namun Embun tahan.
"Nggak usah, kalian berdua pergi saja!"
"Tapi aku tetap akan berjuang untukmu embun!" Bagas akan tetap berjuang mendapatkan apa yang dia inginkan, seperti saat dia menginginkan Nevika dulu.
"Kamu pikir ini jaman perjuangan, sudahlah kalian berdua cepat pulang!" Embun langsung mengibaskan tangannya.
"Tapi?"
"Atau aku panggil security komplek sekarang juga nih!" Embun langsung pura-pura mengancamnya.
"Aku nggak perduli!" Tantang Bagas yang memang tidak pernah takut dengan siapapun.
"Aku hitung dari satu sampai tiga, kalau kamu masih ngeyel, aku akan berteriak sekarang juga!" Embun sudah tidak punya cara selain hal ini.
"Ya sudahlah, tapi aku akan tetap berusaha mendapatkan hatimu kembali Embun, kita sudah lama berhubungan, apa kamu nggak sayang meninggalkan itu semua." Bagas mencoba mengingatkan hubungan mereka yang sudah terjalin cukup lama.
"Hatiku pun sudah beku karena ulahmu, jadi jangan salahkan aku!" Umpat Embun yang hanya bisa melengos saat menjawabnya.
"Embun?" Rengek Bagas kembali.
"Sebelum kesabaranku habis, lebih baik kamu cepat pulang Bagas." Embun seolah sudah jengah menatap Bagas, bahkan dia sebenarnya sudah menolak Bagas tadi secara halus, namun dia tetap saja cari gara-gara sukanya.
"Ya sudahlah, sampai jumpa esok di Kantor ya Embun?" Bagas mencoba sedikit mengalah, dan akan berusaha lagi besok pagi.
"Nggak perlu!"
"Kalau begitu aku pamit Embun, aku yakin kamu tidak akan salah menempatkan hati." Arsen pun memilih memberikan nafas untuk Embun berfikir dengan jernih.
"Arsen, ponsel kamu tertinggal didalam, cepat ambil sana." Saat Arsen juga ingin masuk kedalam mobil, Embun kembali memanggilnya.
"Hah? tapi---?"
Ting
Embun langsung mengedipkan satu matanya kearah Arsen saat Bagas berjalan menuju mobilnya.
Dan senyum Arsen langsung terbit seketika, dia baru paham dengan maksud dari Embun, karena seingatnya, ponsel miliknya sengaja dia tinggal didalam mobil karena baru dia charger.
"Ambil ponselmu didalam sana, jangan pakai lama!" Ucap Embun dengan wajah datarnya.
"Owh iya, aku lupa meninggalkan ponselku, mana banyak kontak penting lagi, dimana tadi aku meletakkannya ya?" Arsen langsung pura-pura kebingungan, padahal didalam hati dia ingin bersorak gembira.
Tin.
Tin.
"Da sayang, sampai jumpa esok!" Bagas langsung pergi duluan dan pamit kepada Embun yang masih berdiri didepan rumahnya sendirian, karena Arsen sudah masuk kedalam rumahnya.
"Terserah kamu sajalah!" Umpat Embun dengan tatapan jengahnya.
Grep!
Saat mobil Bagas lebih dulu meninggalkan halaman rumah Embun, Arsen kembali keluar dari rumah Embun dan langsung memeluknya dengan erat, karena dia tahu kalau dirinyalah yang jadi pemenang hatinya.