Bagaimana rasanya, jika dituduh menyembunyikan lelaki dan berbuat yang tidak-tidak, lalu dipaksa menikahi Lelaki yang baru ia kenal.
Hayu terpaksa menikah dengan Devan, seorang pria yang amnesia, dan membantu lelaki tersebut pulih. Disaat pernikahan berjalan mulus dan romantis, keluarga Devan datang dan membawa pria itu pergi.
Namun, dapatkah Hayu menerima identitas asli Suaminya itu? Dan, berjuang mendapatkan restu kedua orang tua Devan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alisya_bunga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 35 – Kepergian Devan!
Hayu menatap wajah Devan. Lama, hingga sang pemilik wajah membuyarkan lamunannya.
"Ada apa? Ada sesuatu diwajahku?" tanya Devan. Membuat Hayu, diam membisu.
"Darimana kamu dapat uang sebanyak itu dalam waktu satu Minggu... jangan-jangan kamu----." Devan menutup mulut sang Istri yang hendak berpikiran kotor tentang kerja kerasnya selama ini.
"Jangan ngomong aneh-aneh! Ini halal, kamu gak lihat aku kerja dari subuh sampe malam buat siapa?" tanya Devan, mencebik kesal. Capek-capek bukannya dapat pujian atau pijatan malah di curigai.
Hayu tersenyum melihat wajah masam Devan. "Haha. Iya, maafin aku Suamiku. Suamiku yang terbaik, makasih buat semuanya. Aku enggak tau kalo enggak ada kamu kami mau bayar pakai apa," jelas Hayu, menyanjung Devan. Membuat lelaki itu merasa di hargai.
"Iya, sama-sama." Devan menarik Hayu kedalam pelukannya. Rasanya ia tak ingin melepaskan pelukan ini begitu saja, ia sangat mencintai Hayu.
Ya. Ia akui ia mencintai Hayu, gadis yang sudah menolongnya dari kecelakaan. Gadis yang membuatnya merasa nyaman dan tenang. Gadis cantik yang memiliki banyak kejutan. Gadis cantik pemberani dan murah hati. Setiap hari, Devan selalu tanpa sadar mengamati Hayu.
Setelah ini selesai, ia akan menyiapkan makan malam romantis untuk menyatakan cintanya pada Hayu. Rasa cintanya yang begitu besar untuk Hayu, hingga membuatnya rela melakukan apa saja termasuk kerja pagi sampai malam.
Beruntungnya aku... Makasih, Ya Allah. Rasanya sekarang aku menjadi seseorang paling beruntung di dunia,' batin Hayu.
Tapi siapa yang akan menyangka kebahagian itu akan segera menghilang?
...****************...
Esoknya.
Devan kembali bekerja seperti biasa. Tapi dengan semangat yang lain, semangat yang ingin ia berikan pada sang Istri. Memberikan makan malam romantis setelah menerima gaji.
"Aku tidak sabar melihat reaksinya," gumam Devan, terkekeh kecil.
"Itu dia, Tuan Muda!"
Devan terdiam, saat ada suara-suara dibelakang sana. Ia menatap sekumpulan orang-orang berpakaian hitam yang datang menggunakan mobil-mobil mewah. Mereka berjalan menujunya, membuat Devan heran.
"Apa yang kalian lakukan! Jangan mendekat!" bentak Devan, menatap tajam.
"Tuan Muda! Tolong ikut dengan kami pulang," jelas mereka, mencoba meraih Devan.
"Pulang! Pulang! Pulang apa, rumahku disini!" bentak Devan. Ia tahu, maksud mereka. Pasti mereka mengenal identitas aslinya, mengenal siapa Keluarganya. Namun... sekarang ia tidak peduli lagi dengan itu semua, ia hanya ingin hidup tentram dan bahagia dengan Hayu. Hidup hanya berdua tanpa gangguan siapapun.
Siapa mereka? Mereka terlihat menyeramkan? Apa keluarga tidak dari keluarga yang baik-baik saja?' batin Devan, cemas.
Ia mendadak tak menginginkan identitasnya. Padahal, baru beberapa hari yang lalu ia sangat menginginkan ini.
"Lepaskan, brengsek!" bentak Devan. Memberontak.
"Hei! Apa yang kalian lakukan pada temanku! Lepaskan dia!" teriak Pian yang baru datang.
"Benar! Lepaskan dia!" teriak Pak Rito juga.
"Tolong jangan ikut campur atau kalian akan kami singkirkan!" Mereka menatap tajam.
Tetapi, itu tidak membuat Pian takut untuk membantu Devan. Suami dari sahabatnya. Berita tentang pertengkaran disini sudah menyebar secepat kilat keseluruhan desa.
Apa lagi dengan datangnya orang-orang berpakaian serba hitam dengan mobil mewah itu, membuat warga mendadak heboh. Bagaimana tidak? Ada satu orang memiliki mobil saja sudah termasuk sangat kaya disini. Tapi, ini lima mobil mewah.
"Hayu! Hayu!" teriak Ibu-ibu.
Hayu yang sedang berberes rumah pun langsung membuka pintu.
"Oh, Bu Risma? Ada apa ya, Bu?" tanya Hayu, ramah.
"Itu...haas." Bu Risma nampak ngos-ngosan.
"Tenang, Bu! Ada apa, coba jelaskan pelan-pelan," ujar Hayu, memegang tangan Bu Risma dan memintanya untuk duduk terlebih dahulu.
Kenapa perasaanku jadi tak enak?' batin Hayu.
"Itu Suamimu..."
"Hah? Suamiku kenapa, Bu!" seru Hayu kaget mendengar nama Suaminya.
"Dia mau dibawa orang-orang berpakaian hitam! mereka seperti preman," jelas Bu Risma. Membuat Hayu resah.
"Saya pergi dulu, Bu. Makasih." Hayu dengan cepat berlari menuju tempat kerja Devan. Ia tak peduli lagi dengan tangannya yang mengangkat roknya setinggi lutut agar mempermudah ia berlari.
"Kumohon... jangan sampai terjadi apa-apa, Mas," pinta Hayu, ia sangat takut.
"Jangan bilang dia adalah keluarga kamu, Mas."
"Aku belum siap! Sungguh, Mas! Aku masih---."
Langkah Hayu terhenti saat melihat Devan yang sudah hampir dimasukan kedalam mobil. Hayu segera berteriak. "Mas Devan!" teriak Hayu, dengan derai air mata.
Devan menoleh. Ia menahan tubuhnya sekuat mungkin untuk bertemu Hayu, dan ingin mengatakan jika ia akan kembali karena ia mencintai Devan. Namun, itu semua tak bisa ia katakan saat mendengar salah seorang pria berpakaian hitam itu menelepon seseorang.
"Nyonya! kami sudah menemukan Tuan Muda!"
"Baik, kami akan membereskan siapapun yang dekat dengan Tuan Muda diDesa ini," jawabnya.
"Mas! Kamu mau kemana?" tanya Hayu, ia tak dapat menahan air matanya.
Ratna yang disampingnya mencoba menenangkan Hayu.
Devan tertunduk, ia juga tak tahu ia akan di bawa kemana.
Aku tidak menginginkan Istriku kenapa-kenapa. Ya Allah, mulai hari ini bantu aku jaga dia. Aku akan kembali... setelah tahu semuanya.'
"Maaf!" Satu kata itu yang mampu keluar dari bibirnya.
Sedangkan disana, Hayu sudah menangis histeris. Ia ingin menerobos untuk memeluk Devan. Namun, tidak bisa karena pria-pria hitam itu menghalanginya.
"Minggir!"
"Minggir kalian, hah! Sini maju!" teriak Hayu, mencoba menerobos. Membuat hati Devan sakit, melihat segitu terpuruk Hayu.
"Minta mereka untuk tidak menyentuhnya. Atau aku akan menolak pulang," ancam Devan, dengan dingin. Akhirnya salah seorang membisikan sesuatu pada yang lainnya.
Para pria berpakaian hitam itu membuka jalan untuk Hayu. Membuat Hayu langsung berlari memeluk Devan.
"Gak! Kamu mau kemana, hah? aku gak mau! Gak mau, Mas!" teriak Hayu, segukan. Ia tidak sanggup kehilangan kekasih hatinya begitu saja.
Orang yang sudah mau berjuang untuk dirinya. Orang yang sangat sulit ia taklukkan. Padahal sedikit lagi, sedikit lagi Hayu dapat merasakan kebahagian bersama Devan.
Aku juga tidak menginginkan ini, Sayang. Tapi... aku tidak bisa disini, jika aku disini kalian akan dalam bahaya,' batin Devan.
"Aku harus pergi! Kamu tetaplah disini." Pernyataan itu sontak membuat Hayu syok, ia menatap Devan tak percaya. Tak percaya jika Devan tega meninggalkan dirinya demi jati dirinya yang sesungguhnya.
"Kamu tega?" tanya Hayu, dengan nanar.
Devan tak berani menatap mata itu. Mata yang pastinya akan menggoyahkan pernyataannya tadi.
"Maaf. Jaga diri baik-baik," ucap Devan dengan susah.
"Bawa Tuan Muda, cepat!" teriak pemimpin pria berpakaian hitam itu.
Mereka mulai membawa Devan. Namun,, Hayu dengan kekeh menahan Devan.
"Enggak bisa! Kalian mau bawa kemana dia! Lepaskan dia!" teriak Hayu, ngotot.
"Jangan sentuh," bisik Devan, dengan sorot elangnya.
Seketika mereka merasa kikuk. Mereka tahu betul sifat Tuan Muda mereka.
Devan masuk kedalam mobil. Namun, ia terhenti saat Hayu menanyakan pertanyaan yang seharusnya ia lontarkan di makan malam romantis mereka.
"Apa kamu mencintaiku?" tanya Hayu, dengan tatapan sendu. Tatapan harapan yang begitu dalam.
Membuat Devan merasa sakit.
"Maaf." Hanya itu yang dapat ia ucapkan sekarang. Ia tak tahu harus apa.
"Hiks... baiklah," putus Hayu.