NovelToon NovelToon
Maya Dan Cangkulnya

Maya Dan Cangkulnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Romansa pedesaan
Popularitas:131
Nilai: 5
Nama Author: R.Fahlefi

Sebuah karya yang menceritakan perjuangan ibu muda.
Namanya Maya, istri cantik yang anti mainstream

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.Fahlefi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hah segini doang?

Pukul 11 malam Maya masih terjaga sambil memeluk Sari di sebelah. Air matanya masih mengalir, matanya bengkak, sesekali ia menarik nafas dengan suara serak oleh ingus di hidung.

Wajah Sari semakin menyayat hatinya. Anak itu tidak pernah diberikan mainan oleh ayahnya, tidak pernah jalan-jalan ke pantai seperti teman-temannya. Bahkan baju Sari itu-itu saja, robek, bekas jahitan.

Maya mencium kening Sari yang lagi tidur. Ia ingat ketika Sari baru lahir dulu, semua sanak-saudara datang waktu itu, memberi ucapan selamat, mendoakannya. Mereka bahagia karena bertambahkan anggota baru dalam keluarga. Tapi semua tidak tahu bahwa masa kecil Sari tidak seperti harapan-harapan mereka dulu. Sari memang tumbuh menjadi anak yang membanggakan, cerdas, bahkan ia lebih dewasa dibanding anak seumurannya. Tapi bagaimanapun Sari masih anak-anak, ia butuh bermain, butuh kasih sayang, juga butuh perhatian kecil seperti memberikannya sebuah boneka.

Malam itu, Maya telah berjanji pada diri sendiri, bahwa ia akan tetap kuat, tetap menjalani hidup dengan kakinya yang rapuh. Ia tidak akan berpegang pada Gilang, ia akan mencari penghasilannya sendiri, bahkan jika itu menguras semua energi fisik dan batinnya. Demi Sari, ia harus menjadi wanita setangguh karang.

Libur sekolah sudah tiba, Sari yang tahun ini naik ke kelas dua mendapat ranking 1 di kelasnya. Tidak ada hadiah, Maya merebus 1 butir telur sebagai ucapan selamat atas hasil memuaskan itu. Sari tidak banyak meminta, ia lebih sangat mengerti jika ibunya tidak bisa memberikan hadiah seperti teman-temannya yang lain. Sari juga tidak bilang pada ayahnya tentang juara kelasnya itu. Karena ia tahu kalau Gilang tidak akan peduli, bahkan sampai pada siang hari saat sebuah mobil berhenti di depan rumah mereka. Ia

"Paman Reza....!!!!" Teriak Sari yang melihat Reza tiba di rumah mereka. Reza adalah abang kandung Sari, pria itu datang dengan mobil hitam mengkilat, bersama dengan istrinya.

Reza turun dari mobil, tersenyum. Memeluk Sari yang berlari menghampirinya.

"Paman bawakan sesuatu untukmu." Ucap Reza memberikan sebuah bungkusan.

Sari menerima itu dengan mata bulat, bersemangat.

Sepatu baru.

Sari melompat kegirangan, berterima kasih, dan langsung mencobanya. Sepatu itu akan menggantikan sepatunya yang robek.

Maya di depan daun pintu sangat teriris melihat putrinya sangat senang mendapat hadiah itu. Tak sadar sebutir bening hampir saja jatuh dari pelupuk matanya. Tapi ia tidak mau membuat Reza da Delia melihatnya menangis, Maya pun segera menyambut abang dan kakak iparnya dengan ramah.

"Bagaimana kabarmu, May?"

"Baik bang. Silahkan masuk, kak Delia silahkan masuk juga." Ucap Maya menyuruh kedua kakak iparnya itu untuk masuk kedalam rumah.

Reza dan istrinya yang bernama Delia pun masuk ke rumah sederhana itu. Ini adalah kali kedua mereka berkunjung setelah sebelumnya kesini pada saat Sari menerima raport semester 1.

"Oh ya, ngomong-ngomong Gilang dimana?" Tanya Reza sambil matanya menyapu seisi rumah. Tidak ada tanda-tanda ada orang lain lagi selain mereka.

"Bang Reza keluar, mungkin malam nanti baru pulang."

Setelah berbasa-basi sebentar, bercerita tentang kabar keluarga akhirnya Reza dan Delia pun pamit. Mereka tidak bisa berlama-lama disana. Karena mereka harus mengejar pesawat untuk pulang ke Kalimantan.

"Jaga diri baik-baik, sampaikan salam kami pada Gilang." Ucap Reza.

Maya mengangguk, "Terika kasih sudah mampir bang, kak." Jawabnya.

Sari juga berpelukan dengan paman dan tante Delia.

Sebelum menaiki mobil, Reza mengambil dompet dan mengeluarkan uang ratusan ribu beberapa lembar dan memberikannya pada Maya.

"Terimalah May, mungkin berguna untuk kalian."

Meski ada perasaan tidak enak Maya tetap menerima uang itu. Jumlahnya lumayan banyak, lebih dari 1 juta rupiah. Uang yang bisa ia pergunakan untuk membeli keperluan sekolah Sari dan untuk modal berladang.

"Makasih bang Reza, kak Delia." Ucap Maya terharu. Ia memegang uang itu erat-erat.

"Kalau ada apa-apa, kamu nggak usah segan bilang kami, Maya. Kita itu keluarga." Ucap Delia. Reza juga mengangguk, setuju ucapan istrinya

"Iya kak, bang." Jawab Maya. Maya mengerti eskpresi keduanya. Baik Reza maupun Delia pastilah berpikiran kalau hidupnya susah naudzubillah. Rumah mereka, suguhan yang ia kasih, serta pakaiannya dan pakaian Sari yang tampak sudah puluhan tahun melekat di tubuh mereka. Tapi Maya tetap berusaha terlihat baik-baik saja. Ia tidak mau menjadi beban pikiran siapa pun. Termasuk abang kandungnya sendiri yang telah banyak membatu kehidupan mereka, terutama saat Sari baru lahir.

Reza dan Delia pin pergi meninggalkan rumah mereka.

Maya menatap mobil Reza hingga hilang di tikungan desa. Dan sebelum Maya membuka pintu rumah, terdengar langkah kaki tergesa-gesa.

"Kak, kak Maya..?!!"

Maya menoleh.

"Mirna!?"

" Bang Reza datang? Aduh, kok aku gak dikasih tahu ya?" Ucap Maya.

"Emang kenapa?" Tanya Maya bingung.

Bibir Mirna tersungging sedikit, "ya nggak apa-apa sih. Cuma mau minta uang sedikit. Bang Reza kan kerjanya bagus, uangnya banyak. Tapi ya udahlah, mau gimana lagi."

Muka Maya memerah mendengar perkataan adik iparnya yang nggak tahu malu itu.

"Mirna, jaga ucapan kamu itu. Aku saja sebagai adik kandungnya nggak pernah minta-minta duit sama dia!"

"Aduh kak Maya, nggak usah nge gas gitu deh. Kalau emang kakak gak minta, jadi itu apa?" Jawab Mirna menunjuk uang ratusan ribu yang digenggam oleh Maya.

"Ini bang Reza sendiri yang kasih! Dan ini nggak pernah aku minta."

"Alahhh, nggak usah belagu kak. Nggak mungkin bang Reza kasih kalau nggak diminta."

"Mirna, cukup! Kalau kamu nggak ada keperluan lagi silahkan pergi dari sini." Maya berbalik dan meneruskan langkah masuk ke dalam rumah.

Tapi Mirna menahannya, "tunggu?!"

"Apalagi?"

"Bagi sedikit." Ucap Mirna melirik uang yang masih dipegang oleh Maya.

" Nggak! Ini untuk keperluan sekolah Sari dan modalku berkebun."

" Ayo dong kak, atau... Nanti aku bilangin Mas Gilang kalau kakak minta duit sama bang Reza."

" Mirna! Kamu tuh ya, aku sudah bilang sama kamu kalau aku nggak pernah minta-minta!"

"Terserah kakak. Kalau nggak mau ya udah."

Dada Maya naik turun, tapi ia tidak bisa melawan. Percuma ngomong sama makhluk didepannya itu. Kalau sempat Gilang tahu Maya dikasih uang sama Reza, Gilang pasti marah karena cemburu kayak dulu-dulu, juga pasti meminta uangnya juga.

Maya akahirnya memberi satu lembar.

"Hah? Segini doang?" Mirna membulatkan matanya menatap uang yang diberikan oleh Maya.

"Jadi kau mau berapa? Semuanya?" Ucap Maya berang.

"He he he, boleh juga tuh." Bola mata Mirna membesar.

"Boleh kepalamu! Jangan harap.! "

Mirna cemberut, "jangan marah-marah gitu dong kak, kan kakak yang nawarin. Dua!? Dua aja!" Mirna mengangkat dua jari.

Maya pun menghembuskan nafas kesal, memberi dua lembar lagi kepada Mirna.

Belum sempat tangan Maya memberi, Mirna sudah merampas dua lembar itu duluan.

Maya menggelengkan kepala, "Ingat! Jangan pernah kamu bilang bang Reza tentang uang ini!"

"Iya iya.."

'brak'

Maya masuk ke dalam rumah dan sengaja membanting pintu.

Dan di luar Mirna cengengesan karena dapat 300 ribu cash di tangan.

Sampai di dalam rumah, Maya mengatur nafasnya. Sebenarnya, kalau Mirna adik ipar yang baik hati yang kerjanya tidak cuma menyakiti, Maya pasti dengan sukarela memberikan uang itu tanpa diminta.

"Bu, paman Reza baik sekali ya, beliin Sari sepatu, tambah lagi tante Delia kasih Sari duit." Sari yang baru keluar dari kamar menyimpan sepatunya menghampiri Maya.

"Duit? Tante Delia kasih Sari duit?" Tanya Maya terkejut.

Sari mengeluarkan uang dari sakunya. Jumlahnya lumayan cukup juga, 5 lembar uang seratusan.

Hati Maya teriris, begitu baiknya abang dan kakak iparnya itu kepada mereka. Meski Maya tak pernah ngomong langsung kesulitan ekonominya, tapi Reza dan Delia pasti sudah paham.

"Kata tante Delia uangnya bisa ibu simpan untuk keperluan sekolah." Sambung Sari lagi.

Maya tidak tahan, ia memeluk Sari dan menitikkan air mata di balik punggung putri kecilnya itu.

"Nanti kalau udah besar, jangan lupa ya nak. Kamu itu harus jadi orang baik kayak paman Reza dan tante Delia." Ucap Maya.

Sari mengangguk dalam pelukan Ibunya.

Sesuai dengan kesepakatan Maya dan Mirna, Gilang tidak tahu menahu soal kedatangan Reza ke rumahnya. Jadi Maya bebas menggunakan uang itu. Sebagian ia simpan untuk keperluan sekolah Sari dan sisanya ia gunakan untuk modal berladang.

Maya membeli tas baru, buku-buku baru untuk Sari. Mereka belanja ke pasar untuk membeli semua keperluan termasuk keperluan bertani. Maya juga sempat membeli sedikit skincare untuknya agar kulitnya tetap mulus ketika berada dibawah terik matahari ketika di ladang.

Saat pulang ke rumah dengan belanjaan yang cukup banyak, ternyata Gilang sudah menunggu mereka di rumah. Sore itu, raut wajah Gilang tidak bersahabat kali, matanya menatap tajam menyimpan amarah. Ia menatap barang belanjaan Maya.

"Apa kau sudah tidak menganggapku ada? Maya!?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!