Trauma masa lalu mengenai seorang pria membuat gadis yang awalnya lemah lembut berubah menjadi liar dan susah diatur. Moza menjadi gadis yang hidup dengan pergaulan bebas, apalagi setelah ibunya meninggal.
Adakah pria yang bisa mengobati trauma yang dialami Moza?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34 Hati Yang Hancur
Perlahan Bagas menghampiri Moza, dia celingukan dan setelah dirasa aman dan bodyguardnya lengah, Bagas pun membekap mulut Moza dan membawanya pergi. Moza terus saja berontak, tapi tenaga Moza masih kalah dengan Bagas. Walaupun Bagas sudah mabuk, tapi tenaga dia tetap kuat.
Bagas memasukan Moza ke dalam mobilnya dan Moza masih saja berontak. Awalnya dua tidak tahu siapa orang itu, tapi pas di dalam mobil Moza terkejut siapa yang sudah membawanya secara paksa. "Bagas, ngapain kamu melakukan semua ini?" tanya Moza penuh dengan kebencian.
Bagas mengunci mobilnya dan tanpa menjawab pertanyaan dari Moza, Bagas langsung tancap gas. "Hentikan mobilnya Bagas, kamu sudah gila ya!" teriak Moza.
"Iya, dan kamu yang sudah membuat aku gila," sahut Bagas.
"Maksud kamu apa? kamu mabuk ya?" seru Moza dengan tatapan kebencian kepada Bagas.
Bagas lagi-lagi tidak mau menjawab pertanyaan Moza. Hingga tidak membutuhkan waktu lama, Bagas pun menghentikan mobilnya di depan sebuah apartemen. Itu adalah apartemen milik Bagas sendiri.
Bagas keluar dari dalam mobilnya dan memaksa Moza untuk ikut. "Kamu mau bawa aku ke mana?" bentak Moza dengan masih berontak.
Lagi-lagi Bagas diam, dan dia pun menyeret Moza ikut dengannya. Dikarenakan itu sudah lewat tengah malam, apartemen sudah sangat sepi sehingga tidak ada yang memperhatikan Bagas. Bagas terus menyeret Moza ke sebuah apartemen milik Bagas.
"Lepaskan aku Bagas, aku mohon," ucap Moza dengan air mata yang sudah menetes.
Bagas semakin bengis, dia pun membuka pintu sebuah apartemen milik dirinya. Bagas menghempaskan tubuh Moza lalu dia mengunci apartemennya. Moza mulai memundurkan langkahnya, tatapan Bagas sangat menyeramkan.
"Kamu mau ngapain, Bagas?" tanya Moza ketakutan.
Punggung Moza terbentur dinding dan Bagas mengunci tubuh Moza. "Aku sudah meminta maaf kepada kamu, kenapa kamu tidak mau memaafkan aku?" seru Bagas dingin.
"Karena kesalahan kamu sudah fatal, Bagas. Awal sakit hatiku itu dari kamu," sahut Moza.
"Apa gara-gara aku dulu menolak cinta kamu?" tanya Bagas.
"Itu tidak seberapa, yang membuat aku merasakan sakit yang luar biasa adalah kenapa kamu tidak bisa mencegah anak-anak untuk tidak membullyku? padahal kamu adalah salah satu anak yang paling berpengaruh di sekolahan itu. Seharusnya kamu bisa mencegah mereka tapi kamu malah membiarkan mereka menginjak-injak harga diri aku dan dihinakan bagaikan binatang," sahut Moza dengan bibir yang bergetar.
"Maaf, aku memang salah tapi memang selama ini aku merasa bersalah sama kamu. Kamu percaya tidak, pada saat sesudah kelulusan aku datangi rumah kamu untuk meminta maaf tapi kamu sudah tidak ada," ucap Bagas.
Moza kaget, dia tidak percaya dengan ucapan Bagas. "Tidak, kamu pasti bohong," ucap Moza sembari geleng-geleng kepala.
"Waktu kejadian sama Dimas, sumpah demi Allah dia yang mulai memukul aku tapi dia kembalikan fakta jika aku yang salah. Bahkan kemarin kamu diculik, yang nolongin kamu pertama kali itu aku bukan Dimas, dia datang belakangan saat aku sudah babak belur," jelas Bagas.
Lagi-lagi Moza geleng-geleng tidak percaya. "Tidak mungkin, aku tidak melihat kamu ada di sana. Kamu jangan ngaku-ngaku Bagas, kamu ingin menjelekan Dimas 'kan supaya aku benci sama Dimas?" geram Moza.
Bagas seketika memukul dinding tepat disamping wajah Moza membuat Moza memejamkan matanya karena takut. "Kenapa kamu gak percaya dengan ucapan aku, Moza?" bentak Bagas.
Air mata Moza terus menetes, dia benar-benar takut melihat Bagas seperti itu. "Aku sudah sadar akan kesalahanku, dan aku tulus minta maaf sama kamu tapi kamu malah percaya kepada pembohong itu!" bentak Bagas.
Plaaakkk....
Moza menampar Bagas dengan sangat keras. "Kamu benar-benar keterlaluan, Bagas," geram Moza.
Dikarenakan terpengaruh minuman beralkohol, Bagas semakin bringas. Bagas menarik tangan Moza lalu menghempaskan tubuh Moza ke atas tempat tidur. Bagas memerangkap tubuh Moza membuat Moza panik dan terus memberontak.
"Lepaskan aku, Bagas. Kamu sedang mabuk, jangan gila," seru Moza dengan deraian air matanya.
"Aku sudah mulai mencintai kamu Moza, tapi kamu selalu saja membenciku. Mungkin dengan cara ini, aku bisa memiliki kamu," ucap Bagas.
Moza membelalakkan matanya. "Lepaskan aku Bagas, jangan macam-macam kamu!" teriak Moza.
"Mau teriak sekeras apa pun, suara kamu tidak akan terdengar. Pokoknya malam ini kamu harus jadi milik aku," seru Bagas.
"Bagas sadar, kamu lagi mabuk!" teriak Moza.
Bagas seakan tuli, dia memaksa Moza bahkan dia benar-benar memaksa Moza. Moza terus berontak dan menangis melawan Bagas tapi tenaga Moza kalah dari Bagas. Satu persatu baju Moza sudah dilepas paksa oleh Bagas membuat Moza semakin histeris.
"Bagas, aku mohon jangan lakuin ini sama aku." Moza memohon dengan deraian air matanya.
Lagi-lagi Bagas tidak memperdulikan rintihan Moza. Bagas sudah dikuasai oleh setan akibat mabuk, bahkan dia sudah tidak bisa melepaskan Moza. Cukup lama Moza berontak, tapi lama-kelamaan Moza lemas dan tidak punya tenaga lagi.
"Lepaskan aku, Bagas," mohon Moza.
Hingga akhirnya Bagas pun berhasil merenggut kesucian Moza. Moza sudah pasrah tidak ada tenaga lagi untuk melawan Bagas. Air mata terus mengalir dari mata Moza, hatinya begitu sangat sakit bahkan bukan sakit saja tapi hancur lebur.
"Kamu jahat Bagas, aku semakin benci sama kamu dan aku tidak akan pernah memaafkan kamu," lirih Moza dengan bibir bergetar.
Bukan hanya sekali, Bagas melakukannya sampai dua kali membuat Moza semakin membenci Bagas. Setelah puas, Bagas pun melepaskan tubuhnya dari tubuh Moza. Moza seperti orang linglung, dia menatap lurus ke langit-langit kamar itu dengan deraian air mata.
Moza menoleh ke arah Bagas yang saat ini sudah terlelap. "Aku benci kamu, Bagas," gumam Moza dengan mata yang memerah.
Perlahan Moza bangkit, dia meringis karena seluruh tubuhnya terasa sangat sakit apalagi dibagian daerah sensitifnya. Hati dia sudah sangat hancur, satu persatu Moza memungut bajunya dan memakainya. Setelah itu dia keluar dari kamar apartemen Bagas dengan langkah tertatih-tatih.
"Ya, Allah ujian ini terlalu berat untukku. Gak punya apa-apa aku masih bisa tahan, tapi kalau hartaku yang paling berharga sudah hilang terus untuk apa lagi aku hidup," batin Moza dengan deraian air matanya.
Moza berjalan di trotoar, tidak ada orang sama sekali karena saat ini sudah menunjukan pukul 02.00 dini hari. Moza menghentikan langkahnya, dari kejauhan Moza melihat ada sebuah truk dengan kecepatan tinggi. Perlahan Moza menyebrang, dia berniat untuk bunuh diri karena dia sudah tidak sanggup lagi untuk hidup.
Perlahan tapi pasti, Moza mulai menyebrang. Supir truk panik, dan berusaha mengerem tapi sayang truk itu sudah sulit dikendalikan karena kecepatannya yang sangat tinggi. "Awaaaaaaaaassssss!" teriak Supir truk.
Bruuuaaakkk....
Suara benturan itu sangat keras. Bahkan tubuh Moza sampai terpental jauh. Seketika wajahnya Moza penuh dengan darah, sedangkan si supir sudah pingsan karena kepalanya terbentur setir mobil.