Tharion, sebuah benua besar yang memiliki berbagai macam ekosistem yang dipisahkan menjadi 4 region besar.
Heartstone, Duskrealm, Iron coast, dan Sunspire.
4 region ini masing masing dipimpin oleh keluarga- yang berpengaruh dalam pembentukan pemerintahan di Tharion.
Akankah 4 region ini tetap hidup berdampingan dalam harmoni atau malah akan berakhir dalam pertempuran berdarah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ryan Dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Act 18 - Ruins of greywind
Greywind beach.
Suasana terasa sunyi, api pada lilin perlahan bergoyang tertiup angin yang menyelinap masuk kedalam membawa aroma laut yang langsung tercium di udara.
Ser Torren merasakan sakit di sekujur tubuhnya, kakinya tidak bisa ia gerakan dan dia pun kesulitan untuk membuka kedua matanya.
"U-ugh" Gumam Ser Torren perlahan membuka matanya.
Seorang perawat langsung menghampirinya dengan sigap dan memeriksa keadaannya.
"Akhirnya kau bangun juga" ucapnya tersenyum melihat Ser Torren membuka matanya.
Dengan mata sayu dan tubuh yang sangat lemas Ser Torren melihat senyum wanita dihadapan yang merupakan seorang perawat.
Melihat wanita itu tersenyum membuat rasa sakit yang dia rasakan sedikit lebih baik dibanding sebelumnya.
"Ini minumlah!" ucap wanita itu sambil memberikan secangkir air berisi obat.
Perawat itu pun membantu Ser Torren untuk meminum air tersebut dengan sedikit mengangkat kepalanya agar dia dapat minum tanpa menumpahkan air itu.
"Pffttt!" Ser Torren memuntahkan air yang terasa seperti campuran tanah dan lumpur.
Wanita itu hanya tersenyum dan segera merapikan tumpahan air di tubuh Ser Torren dengan lembut.
"Pasti rasa obat itu sangatlah buruk sampai seorang knight saja tidak mampu menelannya" ucapnya sambil sedikit tertawa.
"Akan ku buatkan obat lain untuk mengurangi rasa sakit pada luka mu" lanjutnya.
Dia pun lalu pergi keluar tenda membawa cangkir di tangannya.
Tak selang beberapa lama seorang pria datang memasuki tenda.
"Ser Torren! Aku sangat senang mendengar kabar bahwa kau sudah sadar!" ucap pria itu yang ternyata Erick yang membawa makanan ditangannya.
"Aku membawakan ini untuk mu" ucapnya sambil tersenyum kearahnya.
Erick pun mengambil sebuah kursi dan duduk disamping Ser Erick.
"Setelah kami mengkonfirmasi kematian para Thal'kren, seluruh pasukan mulai merayakan hal itu dengan sangat gembira, itu semua berkat mu"
"Tapi...." Suara Erick terhenti seperti menahan sesuatu di pikirannya.
"Aku tidak bisa jelaskan kenapa tapi aku merasa ancaman Thal'kren ini masih belum usai" lanjutnya.
Ser Torren menaikan alisnya sambil terus memandang Erick.
"Aku belum membicarakan hal ini dengan siapapun karena aku tidak ingin merusak perayaan mereka namun, tepat setelah Ser Edgar membawa mu kembali untuk mendapatkan pertolongan, aku mendengar suara teriakan yang terdengar samar dari arah laut" ucapnya dengan suara pelan.
"Aku juga tidak yakin dengan apa yang aku dengar tapi teriakan itu terdengar seperti sebuah kemarahan yang bergejolak" lanjutnya.
Ser Torren yang mendengar itu lalu berusaha untuk duduk namun terhenti ketika rasa sakit menusuk kuat di luka pada perutnya.
"Hati-hati Ser." ucap Erick sambil membantu Ser Torren untuk duduk.
"Ugh- jika benar apa yang kau ucapkan, k-kita harus segera mempersiapkan pertahanan untuk serangan selanjutnya!" ucap Ser Torren dengan suara terengah menahan sakit di sekujur tubuhnya.
"Ser kurasa itu bukan hal yang bagus melihat seluruh pasukan sedang berada dalam kegembiraan akan berakhirnya peperangan ini, memberikan berita bahwa kita akan menghadapi perang lainnya hanya akan membuat perpecahan di antara pasukan!" ucap Erick memberi saran.
"Lalu apa saran mu?" Ucap Ser Torren.
"Kita biarkan para pasukan merayakan kemenangan sampai aku bisa mengkonfirmasi soal dugaan ku ini" ucap Erick serius.
"Hanya kau yang tahu soal hal ini Ser Torren, aku tidak membicarakan ini dengan siapa pun" lanjutnya.
Ser Torren terlihat ragu karena dia tidak dapat berhenti memikirkan bahwa para Thal'kren akan kembali untuk membalas dendam atas kematian raja mereka.
"Baiklah, aku mempercayai mu" ucap Ser Torren sedikit ragu.
Erick pun mengangguk dan beranjak dari kursinya lalu berjalan keluar.
"Oh ya" Erick berhenti tepat di depan pintu keluar.
"Beberapa jam lalu seorang pembawa pesan dari hearthstone datang kesini untuk memberitahukan bahwa Raja Rowan ingin kau pergi kesana untuk menemuinya setelah kau pulih" ucapnya lalu pergi keluar tanpa mengucapkan kata lainnya.
Ser Torren kembali terdiam sendiri didalam tenda ini, sunyi menenggelamkan pikirannya, rasa sakit ditubuhnya semakin terasa dan nafasnya pun terasa semakin berat.
Dia menurunkan kakinya satu per satu dari atas ranjang yang sedikit terkena cipratan darah dari lukanya. Rasa sakit yang hebat menusuk tubuhnya tiap kali dia menggerakan tubuhnya.
Dengan satu tarikan nafas dia menapakan kedua kakinya bersamaan, kaki nya bergetar berusaha menahan beban tubuhnya dan dia pun berusaha keras untuk menyeimbangkan diri agar tidak jatuh.
Belum sempat dia melangkahkan kaki tiba-tiba perawat tadi datang kembali dengan membawa obat ditangannya.
"Ser Torren!" Ucapnya terkejut melihat Ser Torren yang sedang berdiri dengan tangan di kursi untuk menopang tubuhnya.
"Apa yang kau lakukan? Luka mu masih sangat baru, kau harus tetap di ranjang!" ucapnya sambil membantu Ser Torren untuk naik ke ranjang.
"Ugh, aku harus pergi ke Heartstone sekarang!" ucap Ser Torren menahan sakit.
"Kau harus sembuh terlebih dahulu sebelum memikirkan hal seperti itu!" ucap perawat itu.
"Jika kau terus memaksakan tubuh mu, kau malah akan mati terlebih dahulu sebelum bisa datang ke Heartstone" lanjutnya memasang wajah sedikit kesal.
Ser Torren terdiam duduk di ranjang nya.
"Sekarang minumlah obat ini" dia memberikan secangkir cairan biru ke tangan ser Torren.
Ser Torren memandangi cairan tersebut dengan tatapan sedikit jijik karena mengingat rasa dari obat sebelumnya yang sangat buruk.
"Ayolah, yang satu ini memiliki rasa yang tidak terlalu buruk" ucapnya untuk meyakinkan ser Torren.
Ser Torren pun meminum obat itu dengan cepat agar tidak memuntahkan nya seperti sebelumnya.
"Lihatkan? Ini tidak terlalu buruk" mengambil cangkir dari tangan ser Torren.
Beberapa detik setelah meminum obat itu Ser Torren merasa kantuk yang sangat berat dimatanya, rasa sakit ditubuhnya perlahan hilang dan dia pun mulai merasakan sensasi rileks di tubuhnya lalu tertidur.
-
-
-
Sehari setelahnya.
Ser Torren membuka matanya secara perlahan, dia memperhatikan sekeliling ruangan yang tidak berubah sama sekali dari sebelum dia kehilangan kesadaran.
Terlihat perawat itu masih berada disana mempersiapkan sesuatu dimeja dan dia melihat Ser Torren yang mulai sadar dari tidurnya.
"Hei, akhirnya kau bangun juga!" ucapnya tersenyum.
Dia pun membantu Ser Torren untuk duduk dan memberikan makanan padanya.
"Ini makanlah kau pasti lapar" ucapnya.
Ser Torren melihat semangkuk sup dan sebuah roti dihadapannya yang terlihat sangat lezat, aroma harus dari sup itu terasa sangat lezat sehingga dia melupakan rasa sakit di tubuhnya untuk sementara.
Ser Torren pun memakan makanan itu dengan sangat lahap seakan tidak belum pernah memakan makanan selezat itu.
Namun rasa sakit kembali menusuk di tubuhnya membuatnya menjatuhkan roti yang sedang dia pegang.
"Ouch!" ucapnya sambil memegang perutnya.
Wanita perawat itu melihat Ser Torren yang kesakitan dan memberikan suatu pil.
"Minumlah ini setelah makan, untuk rasa sakitnya" Senyumnya menenangkan perasaan Ser Torren yang tengah kesakitan.
"Sekarang berbaringlah, aku ingin memeriksa jahitan di luka mu"
Ser Torren lalu berbaring dan perlahan perawat itu membuka perban di tubuh Ser Torren satu persatu.
"Hmm, seperti dugaan ku, obat yang kuberikan pada mu kemarin bekerja dengan baik" ucapnya terlihat senang.
"jahitan nya sudah lumayan kering tapi kau masih tidak boleh terlalu banyak bergerak atau ini akan kembali terbuka" lanjutnya.
Dia pun mengganti perban di tubuh Ser Torren dengan perban baru dan membiarkan Ser Torren tidur kembali.
"H-hey!" Ucap Ser Torren lemas.
"Kau sudah merawat ku dalam beberapa hari ini tapi aku belum mengetahui nama mu? Kau sepertinya bukan dari pasukan medis tembok ini" ucap Ser Torren.
"Ah iya dimana sopan santun ku" balasnya sambil tersenyum.
Dia menundukan kepala seperti wanita bangsawan yang sedang memperkenalkan dirinya.
"Namaku Aurora, aku tinggal di desa dekat sini. pasukan mu datang ke desa ku dan meminta bantuan dari para perawat disana dan aku salah satunya" dia mengangkat kembali kepalanya memperlihatkan senyumnya yang menawan.
"Apa kau punya keluarga disana?" tanya Ser Torren.
"Aku punya seorang kakak laki-laki, dia sedang bertugas sebagai seorang knight" jawabnya.
"knight? Dimana dia bertugas?" ser Torren kembali bertanya.
"Dia tidak pernah memberi tahu soal itu kepadaku" jawabnya.
Ser Torren diam sejenak. "Kalau begitu aku mengucapkan terimakasih telah merawat ku selama ini, aku akan memastikan pasukan ku memberikan bayaran yang setimpal untuk ini" ucap Ser Torren dengan suara halus.
Aurora hanya tersenyum dan berjalan keluar tenda.
"Aurora!" Ser Torren memanggilnya yang berada di depan pintu masuk.
"Bisakah kau panggilkan salah seorang pasukan ku diluar?" ucap Ser Torren.
"Baiklah" jawab Aurora.
-
-
-
Selang berapa lama seorang knight datang membangunkan ser Torren yang sedang tertidur.
"Maaf telah membangunkan anda komandan, aku dengar anda memanggil ku?" ucapnya sambil berdiri tegak.
"Tenanglah prajurit" ucap Ser Torren bangun dari tidurnya dan duduk bersandar.
"Apa saja yang terjadi selama aku pingsan?" tanya Ser Torren.
"Baik komandan, Setelah Ser Edgar membawa mu kepada pasukan medis, dia memerintahkan beberapa pasukannya untuk melacak orang-orang yang naik ketembok luar dan membunuh para monster raksasa itu" ucapnya.
"Lalu?" Ser Torren kembali bertanya.
"Setelah menelusuri hutan dan beberapa desa di sekitar, kami tidak dapat menemukan mereka namun kami bisa memastikan mereka adalah kumpulan buronan yang beberapa minggu lalu berhasil kabur dari sergapan pasukan kami di hutan" ucap knight itu.
"Jadi itu James dan kawannya" gumam Ser Torren.
"Setelah itu Ser Edgar memerintahkan beberapa pasukannya untuk tinggal disini dan membantu pembangunan ulang di tembok terdalam sementara dia kembali ke Heartstone atas perintah Raja Rowan"
"Bagaimana dengan tembok luar?" tanya Ser Torren.
"Tembok luar sudah tidak dapat di perbaiki karena 80% bagian tembok itu telah hancur dan hanya menyisakan reruntuhan, kami hanya berusaha mengambil balista dan beberapa meriam yang masih dapat digunakan"
"Jadi begitu" Ser Torren menunduk kan wajahnya.
"Bagaimana keadaan Ser Balon?"
"Pasukan berkuda Sunspire membawanya kembali ke Dunehold untuk mendapatkan perawatan disana karena mereka menilai kemampuan medis disini tidak bisa merawat Ser Balon dengan baik" ucapnya.
"Sebelum kau kembali ke pos mu, bisakah kau memanggil Erick kesini?" ucap Ser Torren.
"Erick pergi kelaut menggunakan sebuah kapal kecil beberapa jam yang lalu, dia bilang kau lah yang memberikannya misi pengintaian kelaut untuk memastikan sesuatu" jawabnya.
"Sendirian?" tanya Ser Torren.
"Ya komandan" jawab knight itu.
Ser Torren terdiam memikirkan betapa bodohnya Erick yang pergi menyelidiki potensi bahaya sendirian tanpa bantuan sedikitpun.
"Baiklah kau boleh kembali ke pos mu, dan siapkan beberapa knight dan kuda untuk ku besok, Raja Rowan memanggil ku ke Heartstone"
Knight itu pun memberi hormat dan berjalan kembali menuju posnya meninggalkan Ser Torren yang kembali larut dalam pikirannya.
"Jika benar apa yang dikatakan Erick, apa yang harus kulakukan sekarang? Tembok telah hancur dan pasukan ku hanya tersisa beberapa saja" gumamnya.
Ser Torren menatap lilin disampingnya dengan tatapan kosong mencoba menemukan solusi untuk masalah yang dihadapinya kali ini.
"Erick, ku harap kau kembali dengan selamat" ucapnya dalam hati.
Karena kebnyakan novel pke bantuan ai itu bnyak yg pke tanda itu akhir2 ini.
Tapi aku coba positif thinking aja