Di tahun 2070, nama Ethan Lawrence dirayakan sebagai pahlawan. Sang jenius muda ini telah memberikan kunci masa depan umat manusia: energi tak terbatas melalui proyek Dyson Sphere.
Tapi di puncak kejayaannya, sebuah konspirasi kejam menjatuhkannya.
Difitnah atas kejahatan yang tidak ia lakukan, sang pahlawan kini menjadi buronan nomor satu di dunia. Reputasinya hancur, orang-orang terkasihnya pergi, dan seluruh dunia memburunya.
Sendirian dan tanpa sekutu, Ethan hanya memiliki satu hal tersisa: sebuah rencana terakhir yang brilian dan berbahaya. Sebuah proyek rahasia yang ia sebut... "Cyclone".
(Setiap hari update 3 chapter/bab)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PumpKinMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34: Badai Media Mengamuk
Dunia, yang hanya beberapa jam lalu merayakan Ethan Pradana sebagai penyelamatnya, kini berbalik melawannya dengan keganasan yang menakutkan. Pengumuman Senator Rostova bukanlah percikan api; itu adalah ledakan bom napalm di tengah tumpukan jerami kering opini publik.
Api itu menyebar lebih cepat daripada simulasi plasma mana pun.
*MONTAGE DIMULAI:*
**SCENE 1: Layar Berita Global - BBC World Hologram News.**
Wajah Senator Rostova yang tampak berduka memenuhi layar tiga dimensi di lobi Zona-S yang kini tegang. Di bawahnya, ticker berita bergulir tanpa henti: `DIREKTUR PRADANA DITANGGUHKAN - PENYELIDIKAN TRAGEDI MARS DIMULAI - THORNE BUNUH DIRI MENYALAHKAN TEKANAN.`
"...langkah yang sulit namun perlu," kata Rostova, suaranya bergetar karena emosi yang dihitung dengan cermat. "Demi transparansi penuh dan untuk menghormati para korban serta keluarga mereka, saya telah membentuk komite penyelidikan independen yang terdiri dari para ahli terkemuka di bidang keselamatan pertambangan, rekayasa struktural, dan etika ilmiah."
(Di layar samping, foto-foto anggota komite muncul. Semuanya adalah akademisi tua yang dikenal loyal kepada partai Rostova atau memiliki hubungan finansial dengan Aeterna Energy).
"Mereka akan memiliki akses penuh dan tak terbatas," lanjut Rostova. "Kita akan menemukan kebenarannya. Dan jika ditemukan adanya kelalaian... atau lebih buruk... maka keadilan akan ditegakkan. Tidak peduli siapa pelakunya." Dia berhenti, menatap langsung ke kamera. "Tidak ada seorang pun yang berada di atas hukum."
**SCENE 2: Umpan Media Sosial - Platform "NexusFeed".**
Sebuah badai digital. Hashtag `#PradanaLies` dan `#MarsMassacre` menjadi trending di seluruh dunia dalam hitungan menit.
* **@AstroGuy77:** *Tidak percaya aku pernah mengaguminya! Jenius arogan! Darah ada di tangannya! #PradanaLies*
* **@ZonaDVoice:** *Apakah ini benar? Pahlawan kita? Dia bilang dia salah satu dari kita! Mereka pasti menjebaknya! #FreePradana?*
* **@EcoWarrior:** *Sudah kubilang! Teknologi 'energi tak terbatas' selalu berbahaya! Alam membalas! #MarsMassacre #BanDyson*
* **DeepFake Video Snippet:** Sebuah klip audio (yang jelas dimanipulasi) muncul, terdengar seperti suara Ethan yang berteriak pada Thorne melalui komunikator: *"Aku tidak peduli protokolnya! Penuhi kuota itu!"* Kualitasnya buruk, penuh statis, membuatnya sulit dibantah secara langsung.
* **Meme:** Gambar Ethan dengan mata merah menyala dan senyum jahat, berdiri di depan Mars yang meledak. Tulisannya: `Efisiensi > Nyawa.`
**SCENE 3: Talk Show Politik Malam - "The Rostova Report" (Ironisnya).**
Seorang pembawa acara yang sinis duduk berhadapan dengan panel "ahli".
* **Pembawa Acara:** "Jadi, Profesor Davies (seorang sosiolog konservatif), apakah ini kasus klasik 'Icarus'? Jenius muda yang terbang terlalu dekat ke matahari?"
* **Profesor Davies:** "Tepat sekali, John. Ini adalah kisah peringatan tentang bahaya ambisi yang tidak terkendali. Pradana, meskipun brilian, jelas tidak memiliki kematangan emosional atau etika untuk menangani kekuatan sebesar itu. Sistem Kasta IQ kita ada untuk mencegah hal seperti ini, tetapi entah bagaimana dia berhasil menyelinap."
* **'Ahli' Lain (Mantan Insinyur Aeterna):** "Secara teknis, mengabaikan protokol keselamatan di lingkungan Mars adalah resep bencana. Siapa pun yang menyetujui itu..." (Dia menggelengkan kepala dengan sedih).
* **Munculnya Julian Frost:** Dipanggil sebagai "saksi ahli" (meskipun biasnya jelas), Frost tampil tenang dan profesional. "Saya telah menyuarakan keprihatinan tentang metodologi Peneliti Pradana yang tidak ortodoks dan pengabaiannya terhadap protokol standar selama berbulan-bulan," katanya datar. "Sangat disesalkan bahwa keprihatinan itu terbukti benar dengan cara yang paling tragis." (Dia tidak menyebutkan sabotase atau konspirasi; dia hanya menempel pada narasi "kelalaian").
**SCENE 4: Konferensi Pers Serikat Pekerja Tambang Mars (Diatur oleh Aeterna).**
Seorang perwakilan serikat pekerja Tier-D (yang jelas-jelas telah diintimidasi atau dibayar) berdiri di podium, membaca pernyataan tertulis dengan suara gemetar.
"...kami mempercayai Direktur Pradana. Kami percaya pada janjinya tentang masa depan yang lebih baik. Tapi sepertinya... sepertinya kami hanyalah angka baginya. Pengorbanan yang bisa diterima demi kemajuan." Dia berhenti, menyeka air mata palsu. "Kami menuntut keadilan bagi saudara-saudara kami yang gugur."
**SCENE 5: Liputan Khusus - Mengenang Clara Vega.**
Sebuah segmen berita yang mengharukan, penuh dengan foto-foto Clara yang tersenyum, wawancara dengan rekan-rekan jurnalisnya (yang memujinya sebagai "pencari kebenaran yang tak kenal takut"). Narator berbicara dengan nada sedih.
* **Narator:** "Clara Vega pergi ke Mars untuk mengungkap kisah para pekerja... sebuah misi berbahaya yang dia lakukan dengan keberanian luar biasa. Tragisnya, dia berada di tempat yang salah pada waktu yang salah, menjadi korban dari kelalaian manajemen yang kini sedang diselidiki." (Tidak disebutkan bahwa dia mungkin telah *menemukan* sesuatu). "Dunia jurnalisme telah kehilangan salah satu bintangnya yang paling terang, sebuah pengingat yang menyakitkan akan harga kemajuan yang tidak terkendali."
---
Ethan menyaksikan semua ini dari dalam sangkar barunya: apartemen Direktur-nya yang mewah namun kini terasa seperti sel isolasi.
Setelah pengumuman Rostova, dua penjaga keamanan berseragam hitam yang sopan namun tegas telah mengawalnya keluar dari kantornya ("Untuk sementara, Pak, demi keamanan Anda sendiri"), menyita data-pad kerjanya, dan mengurungnya di apartemennya. Mereka berjaga di luar pintunya. Koneksi jaringan utamanya diputus, kecuali untuk saluran berita standar dan komunikasi darurat yang jelas dipantau.
Dia mencoba menghubungi Nate. `NOMOR TIDAK DAPAT DIHUBUNGI.` Dia mencoba menghubungi Luna. Sama. Entah mereka tidak mau bicara dengannya, atau Rostova telah memblokir komunikasinya.
Dia sendirian. Terjebak. Dipaksa untuk menonton saat dunianya dibakar habis di layar televisi holografik raksasa di ruang tamunya.
Setiap berita baru, setiap komentar penuh kebencian di NexusFeed, setiap "analisis ahli" yang memutarbalikkan fakta, terasa seperti pukulan fisik. Mereka tidak hanya menuduhnya lalai; mereka melukisnya sebagai monster yang tidak berperasaan, seorang sosiopat jenius yang mengorbankan nyawa demi ambisi.
Dia melihat fotonya sendiri—foto dari kunjungan ke St. Jude, saat dia berlutut di depan Leo—kini digunakan dalam konteks yang mengerikan. Judul di bawahnya: `SERIGALA BERBULU DOMBA? Pradana Menipu Publik Dengan Citra Palsu.`
Dia melihat wawancara lamanya tentang "hak asasi manusia" diputar ulang, kini disandingkan dengan rekaman (palsu?) teriakan para pekerja di Mars, seolah-olah kata-katanya adalah kebohongan munafik.
Dia mencoba berteriak pada layar, mencoba membantah kebohongan itu, tetapi suaranya hilang di ruangan yang sunyi.
`Ethan.`
Suara Aurora, pelan di telinganya. Koneksi rahasia mereka masih aktif. Untuk saat ini.
"Kau lihat ini, Aurora?" bisik Ethan, suaranya serak. "Mereka... mereka menghancurkanku."
`Saya melihatnya. Ini adalah kampanye disinformasi terkoordinasi. Efisien. Brutal.` Jeda. `Saya mencoba menyaring umpan berita untuk Anda, tetapi volumenya terlalu besar. Dan... sentimen negatifnya... hampir universal.`
"Hampir?"
`Ada beberapa kantong perlawanan,` kata Aurora. `Di Zona-D dan C. Beberapa forum bawah tanah. Mereka tidak percaya narasi resmi. Mereka masih menyebutmu pahlawan. Tapi suara mereka ditenggelamkan.`
Sedikit harapan. Tapi itu terasa begitu kecil dibandingkan badai kebencian yang diarahkan padanya.
Dia memikirkan Luna. Apakah dia juga percaya kebohongan itu? Apakah dia sekarang melihatnya sebagai monster? Pikiran itu menyakitinya lebih dari tuduhan mana pun.
Dia memikirkan Nate. Kemarahan Nate... kini terasa dibenarkan oleh seluruh dunia.
Dia sendirian. Benar-benar sendirian. Dijebak. Dibenci. Dan tidak berdaya.
Dia mematikan layar berita itu. Dia tidak tahan lagi.
Dia berjalan ke jendela kaca raksasa apartemennya. Dia menatap ke bawah, ke kota yang berkilauan. Kota yang pernah memujanya. Kota yang kini menginginkan darahnya.
Dia merasa seperti Icarus yang jatuh, sayap lilinnya meleleh bukan oleh matahari, tetapi oleh api kebohongan yang diciptakan manusia.
Dia menutup matanya. Kegelapan terasa lebih jujur daripada cahaya di luar sana.