NovelToon NovelToon
Merebutmu Kembali

Merebutmu Kembali

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Anak Genius / Romansa / Menikah Karena Anak / Lari Saat Hamil / Balas Dendam
Popularitas:671
Nilai: 5
Nama Author: Black _Pen2024

Dikhianati dan dijebak oleh suami dan kekasih gelapnya, seorang wanita polos bernama Megan secara tak terduga menghabiskan malam dengan Vega Xylos, bos mafia paling berkuasa di dunia malam. Hingga akhirnya, dari hubungan mereka malam itu, menghasilkan seorang putra jenius, Axel. Tujuh tahun kemudian, Vega yang terus mencari pewarisnya, tapi harus berhadapan dengan Rommy Ivanov, musuh lamanya, baru mengetahui, ternyata wanita yang dia cari, kini telah dinikahi musuh besarnya dan berniat menggunakan kejeniusan Axel untuk menjatuhkan Kekaisaran Xylos. Bagaimana Vega akan menghadapi musuh besarnya dan apakah Megan dan putranya bisa dia rebut kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 Senyum Palsu sang executive muda.

Cahaya gemerlap Jakarta menyambut senja, membingkai jendela kaca besar di lantai lima belas sebuah apartemen mewah. Aroma truffle oil dan anggur merah yang mahal memenuhi ruang makan minimalis itu. Megan tersenyum, menyesap anggurnya perlahan sambil menatap suaminya, Jose, yang duduk di seberangnya.

Hidupnya, setidaknya dari luar, adalah definisi kesempurnaan. Ia menikah dengan Jose, seorang eksekutif muda yang sukses dan ambisius. Mereka tinggal di jantung ibu kota, menikmati kemewahan tanpa perlu khawatir masalah finansial. Malam ini, seharusnya menjadi malam yang sempurna, merayakan dua tahun pernikahan mereka.

“Anggur ini enak sekali, Sayang,” ujar Megan, meletakkan gelasnya. “Aku senang kau berhasil mendapatkan Château Margaux edisi terbatas ini.”

Jose tersenyum tipis, tetapi matanya—mata yang dulu selalu berkobar penuh gairah saat menatapnya—kini terlihat dingin dan jauh. Ia tidak memandang Megan, melainkan memandangi ponsel mahalnya yang tergeletak di samping piring porselennya.

“Ya, aku minta asistenku yang mencarinya,” jawab Jose, suaranya terdengar datar. “Kau tahu, ini hari yang sangat sibuk di kantor. Ada proyek besar yang harus segera diselesaikan.”

Megan menghela napas, berusaha mengusir rasa cemas yang mulai menggerogoti. Sudah berbulan-bulan, Jose selalu ‘sibuk’. Dulu, bahkan saat badai pekerjaan datang, Jose akan selalu meluangkan waktu untuk menatap matanya, menceritakan segalanya, dan menjadikan Megan prioritas.

“Sibuk, selalu sibuk,” canda Megan, mencoba mencairkan suasana. “Apakah kantor akan mengambil semua waktumu, bahkan di malam ulang tahun pernikahan kita?”

Jose meraih ponselnya, seolah kalimat Megan adalah sinyal untuknya memeriksa notifikasi. Jari-jarinya bergerak cepat di layar, menciptakan cahaya biru yang memantul di wajahnya.

“Astaga, Megan. Bisakah kau tidak berlebihan?” Jose meletakkan ponsel itu lagi, kini menghadap ke bawah. “Aku sedang membangun masa depan kita. Jika aku tidak bekerja keras sekarang, bagaimana kita bisa membeli villa di Bali seperti yang kau impikan?”

“Aku tidak meminta villa di Bali, Jose. Aku hanya meminta kehadiranmu,” balas Megan, nadanya mulai dipenuhi kekecewaan yang nyata. “Kau pulang semakin larut, kau menghindari kontak mata, dan ponselmu kini seperti kotak Pandora yang tidak boleh kusentuh.”

Jose menggeser kursinya ke belakang, tatapan lelahnya bercampur iritasi. “Itu karena aku bosan dengan pertanyaan-pertanyaanmu yang paranoid. Ponselku berisi data rahasia perusahaan, Megan. Kau tahu itu. Aku tidak ingin ada risiko kebocoran.”

Alasan itu terdengar masuk akal, tetapi hati Megan berteriak sebaliknya. Sudah berapa kali ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa Jose hanya sedang stres, bahwa kesibukan ini akan segera berlalu? Namun, perubahan Jose terlalu drastis.

“Aku minta maaf,” kata Megan pelan, kembali duduk tegak. Ia memaksa dirinya tersenyum. “Aku hanya merindukanmu. Mari lupakan pekerjaan. Ceritakan tentang hari ini.”

Jose terlihat sedikit lebih tenang. Ia kembali meraih garpunya, memotong steak yang sudah mulai dingin. “Tidak ada yang menarik. Hanya pertemuan dengan klien di Sanjaya Tower. Dan, oh, Wina datang. Kau ingat Wina, kan? Kekasihku jaman SMA?”

Senyum Megan langsung membeku. Wina. Ya, ia ingat. Wina baru-baru ini bergabung di departemen pemasaran di kantor Jose. Megan pernah bertemu dengannya sekali, dan ia langsung merasakan aura persaingan yang dingin dari wanita itu.

“Wina? Kenapa dia?” tanya Megan, mencoba terdengar santai, meskipun tenggorokannya terasa tercekat.

“Dia sangat membantu dalam presentasi hari ini. Dia jauh lebih cekatan dari yang kukira,” puji Jose, tanpa menyadari dampak kata-katanya pada Megan. “Dia juga terlihat jauh lebih matang sekarang.”

Megan merasakan pukulan telak. Pujian yang begitu tulus dari Jose untuk wanita lain, di malam yang seharusnya sakral bagi mereka.

“Oh, begitu,” hanya itu yang bisa diucapkannya.

Keheningan kembali menyelimuti meja makan. Megan berusaha fokus pada makanannya, tetapi nafsu makannya hilang. Ia memperhatikan Jose lagi. Pria itu tampak gelisah, seolah menunggu sesuatu.

Tiba-tiba, ponsel Jose yang tadinya terbalik di meja bergetar keras. Itu bukan getaran notifikasi biasa; itu adalah getaran panggilan masuk, disertai lampu layar yang menyala terang.

Jose meraih ponsel itu dengan gerakan panik yang jauh lebih cepat dari yang dibutuhkan. Dalam sepersekian detik ia berhasil membungkamnya, Megan sempat melihat sekilas nama yang tertera di layar.

Nama itu muncul dengan ikon hati berwarna merah.

Bukan "Kantor", bukan "Klien Penting", dan jelas bukan "Wina (Kantor)".

Nama yang tertera di layar itu adalah:

**Wina – My Love.**

Napas Megan tercekat di dada. Rasa cemas dan kekecewaan yang ia rasakan sepanjang malam tiba-tiba berubah menjadi kepastian yang dingin dan mematikan. Piring mahal, anggur mewah, pemandangan kota—semuanya terasa runtuh, hanya menyisakan kebohongan pahit yang baru saja terungkap.

Jose menatap Megan, wajahnya pucat. Ia tahu Megan melihatnya.

“Itu…” Jose tergagap, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. “Itu salah ketik. Maksudku, itu kontak klien baru bernama Wina, dan aku…”

Megan tidak membiarkannya menyelesaikan kalimat. Ia bangkit dari kursi, menjatuhkan serbetnya ke lantai. Suaranya bergetar, tetapi matanya memancarkan rasa sakit yang menusuk.

“Kau tidak perlu berbohong lagi, Jose,” bisik Megan, merasakan dunianya hancur berkeping-keping. “Kotak Pandora sudah terbuka.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!