"Jangan lagi kau mencintaiku,cinta mu tidak pantas untuk hatiku yang rusak"
Devan,mengatakannya kepada istrinya Nadira... tepat di hari anniversary mereka yang ke tiga
bagaimana reaksi Nadira? dan alasan apa yang membuat Devan berkata seperti itu?
simak cerita lengkapnya,di sini. Sebuah novel yang menceritakan sepasang suami istri yang tadinya hangat menjadi dingin hingga tak tersentuh
Jangan lupa subscribe dan like kalo kamu suka alur ceritanya🤍
Salam hangat dari penulis💕
ig:FahZa
tikt*k:Catatan FahZa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidurlah,Devan...
Angin berhembus lembut, menyelip di antara helaian rambut Nadira. Ujung rambutnya terangkat, menari pelan sebelum menutupi sebagian wajahnya. Membingkai tatapan matanya yang kosong sesaat, seperti seseorang yang sedang berusaha menahan sesuatu yang tidak ingin kembali terasa.
Henry masih diam,ia sengaja memberi ruang untuk Nadira berbicara lebih banyak.
"Aku ingin mencari tahu tentang Rafika".Kalimat Nadira terhenti seolah ada nyeri hebat di dada saat menyebut nama itu di depan Henry.
"Apa dia spesial sehingga membuatmu tertarik untuk mencari tahu lebih jauh?"Henry sambil menautkan kedua tangannya.
"Dia wanita yang pernah di sebut Devan,saat hendak menceraikan aku".
Mendengar itu,sontak membuat Henry menegakkan punggungnya, menatap lebih dalam ke arah Nadira. Ada rasa tidak terima,wanita di depannya ternyata menyimpan luka.Wanita yang kebahagiaannya menjadi prioritas nomor satu baginya itu,ternyata pernah di perlakukan tidak baik pada pria yang menyebut dirinya sebagai suami.
"Si Brengsek itu,pernah ingin membuatmu terluka?"
"Devan bukan laki-laki brengsek,dia memperlakukan ku sangat baik sebelumnya.Tapi entah kenapa malam itu dia bicara seperti itu,aku merasa dia hanya mengada-ada menyeret nama Rafika demi untuk menutupi hal lain."
Henry masih merasa kesal,tangannya mengepal.
Terlebih,Nadira masih menyebutnya 'Laki-laki baik'.
"Henry,apa kau mau membantu ku mencari tahu tentang Rafika?"
Henry tidak langsung menjawab pertanyaan Nadira,hatinya masih di liputi amarah.Tangan yang mengepal tadi justru meremas-remas seperti sedang ingin menghancurkan sesuatu.'Aku tidak akan membiarkan kekasihku tersakiti oleh siapapun,aku akan melindunginya apapun caranya!' ujarnya dalam hati.
"Aku pastikan,Wanita itu sendiri yang akan menjelaskan siapa dirinya" Suara Henry terdengar dingin,membuat hati Nadira sedikit bergetar mendengarnya.
***
"Brengsek!!!"
"Berani-beraninya,si Callen itu menyembunyikan calon cucuku".
Wajah Nyonya Maria menegang, rahangnya mengeras. Cangkir porselen di tangannya bergetar sebelum akhirnya beradu dengan meja, menimbulkan bunyi nyaring yang memecah keheningan ruangan.
Tatapannya menusuk ke arah seorang pria berjas hitam yang berdiri di depan pintu, dingin tapi menyala seperti bara yang ditekan.Dia adalah Franklyn seorang tangan kanan sekaligus bodyguard Nyonya Maria.
“Jadi kau biarkan dia bersembunyi di rumah pelukis itu?” suaranya rendah, namun cukup tajam untuk membuat udara di sekitar terasa lebih berat.
Jemarinya mengetuk meja pelan, tapi sarat amarah yang ditahan. Sekali lagi napasnya ditarik panjang, lalu ia berdiri, menyibakkan mantel panjangnya dengan gerakan tegas.
“Kalau Henry Callen pikir dia bisa menyembunyikan calon cucu dari keluarga ini,” ujarnya pelan, senyum tipisnya terlukis tanpa kehangatan, “maka dia belum benar-benar tahu siapa Nyonya Maria Alfonso.”
Ia menatap lurus ke arah pria berjas hitam yang telah berdiri di depannya.
“Franklyn.” Suaranya datar tapi berwibawa,nada yang tidak membuka ruang untuk penolakan.
Pria itu segera menunduk hormat. “Ya, Nyonya?”
Tatapan Nyonya Maria beralih ke jendela besar tempat tirai panjang berayun halus diterpa angin sore. “Aku ingin kau temukan Nadira malam ini juga. Bawa dia ke hadapanku,baik dengan kata-kata lembut atau dengan cara yang membuatnya mengerti tempatnya.”
Franklyn mengangguk, tanpa berani menatap lebih lama. “Perintah diterima, Nyonya.”
"Tapi ingat,jangan pernah menyakiti fisiknya.Ada pewaris Alveron di dalamnya.Aku tidak mau terjadi apa-apa pada calon cucuku itu".
"Baik Nyonya" Franklyn membungkukkan badannya,lalu membalikkan badan dan berlalu.
Nyonya Maria tersenyum samar. Jemarinya kembali mengangkat cangkir teh yang tadi retak sebagian di tepiannya. “Anak itu terlalu lama hidup bebas,” gumamnya lirih, “sudah saatnya dia kembali pada nama keluarga yang membesarkannya.”
***
Devan menatap ke langit-langit,bayangan wajah-wajah dokter berbalut masker dan pelindung kepala bergerak dalam kesibukan tenang. Nafasnya teratur, tapi di matanya ada kilat gugup yang tak sepenuhnya bisa disembunyikan.
Lampu-lampu putih di ruang operasi menyala tajam, memantulkan cahaya dingin pada dinding logam yang steril. Bau antiseptik menusuk hidung, begitu kuat hingga seolah menembus kulit. Suara monitor berdetak pelan,seirama dengan detak jantung yang mencoba tetap tenang di balik tubuh yang berbaring di ranjang operasi.
Jarum infus menempel di punggung tangannya, selang bening menjuntai di samping ranjang.Profesor Takeda berdiri di sisi kiri, mengenakan seragam bedah biru tua, matanya menatap tenang dan penuh keyakinan.
“Semua akan baik-baik saja, Tuan Devan,” katanya dengan suara berat namun lembut.
Devan tersenyum kecil di balik masker oksigen. Di kepalanya, wajah Nadira melintas.Senyumnya, suaranya, dan bayangan lembut saat tangannya menyentuh perut yang belum terlihat membulat.
Lampu operasi bergerak perlahan turun, memusatkan cahaya ke arah wajahnya. Suara monitor berganti cepat. Detak jantungnya menjadi musik terakhir yang ia dengar sebelum pandangannya meredup,seolah dunia menahan napas bersamanya.
*
*
*
~Semoga operasi Devan lancar ya🥺
~Salam hangat dari Penulis 🤍