NovelToon NovelToon
Duda Dan Anak Pungutnya

Duda Dan Anak Pungutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Duda
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 34

Carol bingung melihat papanya tiba-tiba terdiam. Ia merasa takut kalau mungkin ada yang salah dengan perkataannya barusan.

“Papa kenapa, Pa? Kok diam aja? Kayaknya Papa lagi ada masalah, atau perkataan Carol yang salah?”

“Nggak kok, cuma lagi berpikir aja,” jawab Anton pelan.

“Loh, kok tangan Papa berdarah? Papa kenapa? Papa kenapa tadi pas sebelum menjemput aku?”

Anton berharap Carol tidak melihat lukanya itu. Tapi ternyata anaknya sangat peka dan mudah menyadari hal kecil.

“Nggak apa-apa, cuma luka kecil aja. Kamu nggak perlu terlalu pusing, nanti juga sembuh sendiri,” ucap Anton mencoba menenangkan.

“Kecil apanya? Itu luka panjang banget, Pa! Masa sih luka kecil? Coba aku lihat.”

Setelah mengecek luka papanya, Carol hanya menggeleng dan tidak bisa berkata apa-apa.

“Papa tuh kenapa sih? Suka banget nyari luka sendiri. Padahal ini bahaya, lho. Kok Papa nggak hati-hati banget sih?”

“Nanti juga sembuh sendiri, sayang. Jadi kamu nggak perlu khawatir.”

“Ya pantaslah aku khawatir, orang ini lukanya gede banget. Masa Papa nggak merasa sakit sih? Nih, aku pegang, sakit nggak?”

Anton takut saat Carol menyentuh lukanya, padahal anaknya menyentuh dengan lembut.

“Tuh kan, buktinya Papa takut kalau aku pegang. Berarti sakit dong?”

“Soalnya kamu tekan-tekan gitu, ya sakit lah. Kalau kamu nggak tekan, ya nggak sakit.”

Carol tertawa kecil. Entah kenapa, ada rasa lucu melihat papanya kesakitan.

“Sudahlah, kamu jangan dicek lagi. Nanti malah makin parah kalau kamu terus lihat-lihat,” kata Anton cepat.

“Makanya diobatin biar nggak sakit. Kalau nggak diobatin, ya jadinya sakit terus. Gimana sih?”

“Ini udah diobatin sama dokter kok, makanya nggak sakit,” elak Anton.

Carol masih bingung. Dalam pikirannya, siapa yang membuat papanya terluka seperti itu? Apakah karena Om Gerald?

“Ini semua gara-gara Papa berantem, ya?”

“Mana ada Papa berantem. Emang kamu kira Papa petinju, suka berantem terus?”

“Terus luka ini dari mana? Masa iya tiba-tiba Papa kejedot sendiri? Aneh banget.”

“Ceritanya panjang, Sayang. Kalau Papa ceritain sekarang, nanti kamu malah marah lagi.”

Carol menghela napas. Ia merasa papanya terlalu banyak rahasia, sampai-sampai dirinya malas berbicara lagi.

“Ya udah deh, aku nggak mau tahu. Males, Papa banyak rahasia,” ucapnya ketus.

“Kok kamu jadi marah sih? Papa cuma jujur aja.”

“Udah, Pa. Aku mau makan aja, udah di depan mata makanannya, nanti keburu dingin.”

Setelah makan, Carol tidak bertanya apa pun soal luka tadi. Anton jadi bingung, ada apa dengan anaknya.

“Kamu beneran marah sama Papa, Sayang?” tanya Anton.

“Enggak marah, cuma capek aja.”

“Capek kenapa? Karena Mario? Emang sih, Mario itu ya, benar-benar…”

Carol diam lagi, malas membahasnya.

“Ya udah deh, Papa minta maaf ya. Karena Papa banyak rahasia sama kamu,” ucap Anton dengan nada lembut.

Carol tersenyum kecil, tapi tidak berkata apa pun. Dalam hatinya ia tahu, pasti akan ada rahasia lain nanti.

Akhirnya mereka pulang bersama naik mobil Anton. Sesampainya di rumah, keduanya hanya diam dan tidak berbicara sama sekali.

Dua minggu setelah kejadian itu, hubungan mereka tetap dingin. Mereka seperti orang asing yang tinggal serumah.

Anton akhirnya mencoba membuka pembicaraan lagi.

“Carol, coba deh sini, Papa mau bicara.”

“Mau bicara apa, Pah?”

“Kamu masih marah sama Papa karena yang kemarin?”

“Enggak kok, nggak marah sama sekali. Mungkin aku lagi ujian kali, jadi agak sensitif.”

Anton merasa anaknya menyimpan sesuatu yang tidak ia tahu.

“Kamu boleh marah sama Papa, tapi jangan lama-lama ya. Papa kangen main sama anak Papa yang bawel dan suka marah itu.”

“Emangnya Papa punya banyak anak? Kok ngomongnya gitu? Anak Papa cuma aku doang, atau jangan-jangan di luar sana Papa punya anak lain?”

Anton langsung kaget, tidak bisa berkata apa-apa.

“Enggak ada, Sayang. Cuma kamu satu-satunya. Kalau kamu marah, Papa jadi nggak punya teman,” ucapnya pelan.

Carol tersenyum kecil. Tak lama kemudian, Gerald datang membawa buah tangan.

“Anton, gue bawa buah nih buat lo. Lekas sembuh ya,” kata Gerald.

Carol langsung menatap papanya, lalu menatap Gerald dengan heran.

“Loh, jadi Papa dapet luka itu bukan karena berantem sama Om Gerald? Terus kenapa bisa luka?”

Gerald hanya tersenyum dan duduk di meja makan bersama mereka.

“Emangnya kamu kira muka Om Gerald ini kayak penjahat yang suka berantem, ya?” candanya.

“Maaf, Om, bukan maksud aku begitu. Aku cuma nanya aja, maaf kalau tersinggung,” ucap Carol cepat.

Gerald tertawa kecil. “Haha, nggak apa-apa, Carol. Om cuma bercanda. Mana bisa Om marah sama kamu, wanita cantik begini. Ya nggak, Ton?”

Anton hanya diam. Sementara Carol masih penasaran dengan luka papanya.

“Jadi, Om tahu nggak siapa yang bikin Papa luka?”

Anton langsung menarik tangan Carol dan mengantarnya ke sekolah, meninggalkan Gerald sendirian di rumah.

Carol bingung. Kenapa papanya meninggalkan tamunya begitu saja?

“Pa, kenapa Papa tinggalin Om Gerald?”

“Emang kenapa, Sayang?”

“Ya, kan Om Gerald udah jauh-jauh datang. Seharusnya Papa ngomong dulu sama dia. Aku bisa kok diantar sama sopir.”

“Papa nggak ada urusan lagi sama Gerald. Terakhir hubungan Papa sama dia juga nggak baik, jadi Papa malas ketemu.”

Carol diam, tidak tahu harus berkata apa. Mungkin maksud Papa baik, tapi Carol tidak mengerti.

“Ya udah deh, Pa. Kalau aku memang nggak boleh nanya, maaf ya aku suka nanya-nanya.”

Anton merasa bersalah. Ia tak bermaksud membuat anaknya kecewa.

“Sayang, bukan begitu maksud Papa. Papa cuma nggak mau kamu terlalu mikirin hal itu.”

“Maksud Papa apa?”

“Papa nggak punya rahasia apa pun sama kamu. Jadi tenang aja, ya.”

Carol hanya diam. Ia tidak percaya sepenuhnya. Dalam hati, ia tahu papanya menyembunyikan sesuatu. Tapi Carol memilih untuk tidak mempermasalahkan.

Sepanjang hari, Carol lebih banyak diam. Fitri, gurunya, melihat perubahan itu. Ia mencoba mendekati Carol tanpa membuatnya terganggu.

Carol kaget saat menyadari Fitri duduk di sebelahnya. Fitri hanya tersenyum, ingin membantu tanpa memaksa.

Carol tahu Fitri adalah guru yang baik. Tapi di dalam hatinya, ia tidak ingin Fitri menjadi ibunya.

Baginya, lebih baik papanya tetap sendiri daripada menikah lagi.

Carol juga bingung, kenapa Fitri bisa suka pada papanya, padahal Carol tidak pernah mempertemukan mereka berdua.

Kepala sekolah kemudian memanggil Carol, membuat Fitri mundur. Fitri merasa kesempatan untuk bicara malah hilang.

Carol pun pergi tanpa menoleh lagi, sementara hubungan Fitri dan Dinda pun masih dingin setelah kejadian sebelumnya.

1
partini
papa mu bukan papa kandungmu
lah
partini
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!