Dunia Isani seakan runtuh saat Yumi, kakak tirinya, mengandung benih dari calon suaminya. Pernikahan bersama Dafa yang sudah di depan mata, hancur seketika.
"Aku bahagia," Yumi tersenyum seraya mengelus perutnya. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendam ibuku. Jika dulu ibumu merebut ayahku, sekarang, aku yang merebut calon suamimu."
Disaat Isani terpuruk, Yusuf, bosnya di kantor, datang dengan sebuah penawaran. "Menikahlah dengaku, San. Balas pengkhianatan mereka dengan elegan. Tersenyum dan tegakkan kepalamu, tunjukkan jika kamu baik-baik saja."
Meski sejatinya Isani tidak mencintai Yusuf, ia terima tawaran bos yang telah lama menyukainya tersebut. Ingin menunjukkan pada Yumi, jika kehilangan Dafa bukanlah akhir baginya, justru sebaliknya, ia mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Dafa.
Namun tanpa Isani ketahui, ternyata Yusuf tidak tulus, laki-laki tersebut juga menyimpan dendam padanya.
"Kamu akan merasakan neraka seperti yang ibuku rasakan Isani," Yusuf tersenyum miring.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
"Saya diizinin masuk, atau kita ngobrol di luar?" Yusuf menelengkan kepala, berusaha melihat bagian dalam kamar Isani dari pintu yang terbuka setengah.
"Di luar saja, tunggu sebentar." Sani merapatkan pintu, namun tidak ditutup sempurna karena rasanya itu kurang sopan. Ganti baju yang lebih rapi di kamar mandi, lalu keluar bersama Yusuf.
"Mentang-mentang udah ngajuin resign, seenaknya gak masuk kerja," omel Yusuf saat keduanya di dalam mobil. "Selama kamu belum benar-benar resign, kamu masih terikat aturan perusahaan."
Sani hanya diam, tak merespon apapun. Dimarahi Yusuf sudah jadi makanan sehari-hari baginya, jadi sudah kebal. Awal kerja dulu masih syok, sempat depresi sampai mau resign, namun seiring berjalannya waktu, jadi terbiasa.
"Kamu denger saya ngomong gak?"
"Denger Pak."
"Kok diem aja."
"Saya lapar, gak ada tenaga buat ngomong," sahut Sani random.
"Huft," Yusuf membuang nafas kasar, tak lagi bicara, takut tak ditanggepin, jadi malah capek sendiri.
Mobil yang dikendarai Yusuf berhenti di sebuah restoran. Sebenarnya sama seperti Sani, ia juga lapar karena tadi melewatkan makan siang. Saat menunggu pesanan, ia mengirimkan sesuatu ke ponsel Isani. "Lihat itu!"
Kalau di depan orangnya seperti ini, mana berani Isani menolak perintah. Ia membuka ponsel, melihat foto yang dikirim oleh Yusuf. Mulutnya seketika menganga lebar. Itu adalah foto undangan pernikahan Dafa dan Yumi. Yang bikin syok, bukan nama mereka, melainkan itu adalah design undangan yang dia buat untuk pernikahannya dengan Dafa.
"Aku mendapatkannya dari seseorang yang diundang di pernikahan mereka. Sekarang gak bisa nyangkal kan, kalau pernikahan kamu dan Dafa batal," Yusuf tersenyum miring.
Sani tak menggubris perkataan Yusuf, ia masih salfok dengan undangan yang sudah disebar tersebut. Kenapa secepat ini, kapan nyetaknya? Itu pertanyaan terbesarnya. Sedang baru semalam ia akhirnya ngalah, merelakan semua jerih payahnya mempersiapkan pernikahan, dinikmati Yumi dan Dafa. Jangan-jangan, keduanya sudah cukup lama merencanakan untuk menyabotase semuanya. Jika itu benar, keterlaluan sekali.
"Yumi itu, kakak tiri kamu bukan?"
Sani hanya menjawab dengan anggukan pelan.
"Keterlaluan sekali mereka," Yusuf tersenyum kecut, telapak tangannya terkepal kuat. "Sekarang akhirnya kamu percayakan, kalau Dafa bukan laki-laki yang baik. Dulu, aku ngomong sampai berbusa, tapi kamu gak percaya. Makanya kalau cinta, pakai logika, jangan buta."
Sani menutup ponselnya, terlalu sakit menatap undangan tersebut terlalu lama. Makanan datang, tapi dia tak berselera untuk makan.
"Katanya lapar," Yusuf memperhatikan Sani yang hanya menatap makanannya. "Kalau mau bunuh diri, jangan mogok makan, gantung diri sana, biar cepat matinya. Heran, harga diri diinjak-injak kok diam aja. Balas!" tekannya, menatap Sani dengan mata membulat sempurna. "Balas mereka Isani. Kamu gak pantas diperlakukan seperti ini."
Telapak tangan Isani terkepal kuat. Setiap ucapan Yusuf membuat dadanya bergemuruh hebat.
"Balas mereka!" ulang Yusuf sekali lagi. "Tunjukkan pada mereka, jika kamu tidak kalah disini. Menikahlah denganku. Bukankah berhasil selangkah di depan lawan, adalah pembalasan yang sempurna. Saat kakak tirimu berhasil merebut calon suamimu, namun kamu berhasil mendapatkan suami yang jauh lebih segalanya dari pada si berengsek itu, bukankah itu sangat menyenangkan. Kamu bisa menegakkan kepala di depan mereka, menatap mereka penuh percaya diri, dan melangkah dengan elegan melewati mereka."
Sani yang awalnya panas, mendadak pengen ketawa. "Bapak terlalu percaya diri."
"Bukan aku terlalu percaya diri Isani, tapi karena kenyataannya memang seperti itu. Aku punya karier yang lebih bagus dari Dafa, lebih kaya, lebih tampan, pintar, dan pastinya setia, gak kayak kunyuk itu."
"Itu namanya terlalu percaya diri, Pak."
Yusuf mendengus kesal. "Terserah apa kata kamu," dia sebal sendiri, udah capek-capek ngomporin, malah diketawain. Mau diukur pakai standar apapun, ia memang lebih baik dari Dafa.
Isani menghela nafas panjang, mengangkat sendok dan garpu, mulai makan. Ia butuh makan, butuh tenaga untuk melanjutkan hidup. Karena meski pernikahan batal, hidupnya masih harus tetap berlanjut. "Pak," ia tiba-tiba ingin tahu sesuatu.
"Apa?" sahut Yusuf sewot. Moodnya udah terlanjur buruk gara-gara gagal ngomporin, udah gitu diejek ke PD an lagi.
"Kenapa anda ingin sekali menikah dengan saya?"
"Ya karena saya mencintai kamu. Payah, gitu aja gak ngerti," Yusuf memasukkan sesendok nasi ke dalam mulut dengan kesal.
"Kenapa mencintai saya?"
"Huft!" Yusuf menatap Sani kesal, mulutnya lanjut mengunyah hingga menelan. "Cinta itu gak butuh alasan."
"Ya tapi seenggak-enggaknya, kasih alasan sedikitlah. Banyak yang suka Bapak di kantor, tapi kenapa dari dulu, Bapak terus ngincer saya? Yang lebih cantik dari saya juga banyak loh, Pak. Saya ini cuma anak haram, anak pelakor, anak yang tak bernasabkan pada ayahnya. Kenapa Bapak malah sukanya sama saya?"
"Kamu tahu, laki-laki itu suka tantangan."
"Masa? Bukannya laki-laki suka selangka_"
"Isani," tekan Yusuf sambil melotot, memotong ucapan Sani.
"Saya hanya bicara fakta. Contohnya Papa saya, udah punya istri tapi masih nyari perempuan lain. Si berengsek itu juga, udah punya calon istri tapi malah ngejar selang ka ngan cewek lain," tersenyum getir.
"Gak semua laki-laki sama, jangan dipukul rata. Emang selama ini, pernah kamu lihat saya gonta-ganti cewek? Punya pacar aja gak pernah, padahal banyak yang suka sama saya. Saya kalau sudah suka sama 1 perempuan, ya maunya itu. Semakin susah di dapat, semakin saya gak akan nyerah. Perempuan yang seperti kamu, yang sudah di dapat, bikin saya yang tertantang ini akhirnya jatuh cinta. Kamu itu punya value yang tinggi, tipe sangat banget."
"Masalahnya, saya gak cinta sama Bapak. Saya ilfeel tahu gak sih sama Bapak. Udah tahu saya punya pacar, udah mau nikah juga, masih saja ngejar saya."
"Kamu tahu istilah ini kan, sebelum janur kuning melengkung, masih ada kesempatan. Buktinya, sekarang, kamu gagal nikah."
Sani mengela nafas panjang, menyeruput es jeruk lalu lanjut makan.
"Saya akan ngasih kamu mahar 1 milyar."
Huk huk huk
Isani sampai keselek, untung es jeruk di depan mata, jadi langsung dia sambar dan minum untuk melegakan tenggorokan.
"Saya yakin, Dafa gak akan ngasih mahar sebesar itu pada Yumi. Dan... Yumi pasti nangis darah, nyesel telah merebut Dafa, kalau endingnya kamu malah dapat yang lebih. Orang-orang di kantor juga mulai ngomongin soal kamu yang katanya batal nikah. Tapi jika ternyata gak batal, dan malah dapat bos, itu cukup bisa membungkam mulut mereka bukan. Fikirkan harga diri kamu Isani. Urusan cinta, lama-lama akan tumbuh juga."
Tinggalkan rumah Ucup
ayo Sani....kamu pasti bisa....ini br sehari....yg bertahun tahun aja kamu sanggup
gimana THOR