NovelToon NovelToon
Di Culik Tuan Mafia

Di Culik Tuan Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Mafia / Cinta Terlarang
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Yilaikeshi

Sofia Putri tumbuh dalam rumah yang bukan miliknya—diasuh oleh paman setelah ayahnya meninggal, namun diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu oleh bibi dan sepupunya, Claudia. Hidupnya seperti neraka, penuh dengan penghinaan, kerja paksa, dan amarah yang dilampiaskan kepadanya.

Namun suatu pagi, ketenangan yang semu itu runtuh. Sekelompok pria berwajah garang mendobrak rumah, merusak isi ruang tamu, dan menjerat keluarganya dengan teror. Dari mulut mereka, Sofia mendengar kenyataan pahit: pamannya terjerat pinjaman gelap yang tidak pernah ia tahu.

Sejak hari itu, hidup Sofia berubah. Ia tak hanya harus menghadapi siksaan batin dari keluarga yang membencinya, tapi juga ancaman rentenir yang menuntut pelunasan. Di tengah pusaran konflik, keberanian dan kecerdasannya diuji.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yilaikeshi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Alkemar memang sesuai dengan reputasinya. Rumah leluhur mereka berdiri megah di atas tanah yang luas, dan kelak ia juga akan tinggal di sana setelah pernikahan mereka. Ayahnya, Daniel, pasti memastikan hal itu terjadi. Putranya akan menjadi kepala Klan Alkemar, dan impiannya akan terwujud.

Dengan rumah sebesar itu, tentu mereka menggelontorkan banyak sumber daya untuk menjaganya tetap prima. Dan tunangannya—hanya menyebut kata itu saja sudah membuat mulutnya terasa getir seperti menelan tawas sedang mengadakan pesta kolam renang.

Pesta itu berlangsung di teras timur, tepat di samping taman pribadi yang dirawat dengan cermat oleh Nayla Azahra. Konon, semasa hidup, ayah Nayla sangat mencintai alam. Dan tak jauh dari taman itu, berdirilah kolam renang—tambahan terbaru di istana yang kini menjadi pusat keramaian.

Yang aneh, untuk seorang bangsawan yang cenderung kaku, Nayla justru menyelenggarakan pesta yang meriah. Di sekeliling kolam, para wanita berbikini tampak bercengkerama. Tidak ada yang terlalu vulgar, rupanya masih ada batas kesopanan yang ia jaga.

Para wanita itu cantik, jelas para sosialita dan bangsawan. Nayla tidak akan pernah mengundang orang biasa ke dalam lingkarannya. Namun bagi Akmal, keindahan yang terlalu dipamerkan seperti itu hanya terasa menjengkelkan. Ia tidak butuh kekaguman mereka.

Yang mengejutkan, justru Akmal yang menjadi pusat perhatian. Bahkan di tengah keramaian, aura maskulin dan daya tariknya memikat banyak mata. Dan ia tidak peduli. Yang ia cari hanyalah satu sosok—tunangan cantiknya itu.

“Kamu memutuskan untuk datang. Kamu memang tidak pernah berhenti mengejutkanku.”

Ia menemukannya sebelum sempat mencarinya lebih jauh.

Akmal berbalik, tatapannya turun-naik menyusuri tubuh Nayla. Perempuan itu mengenakan bikini bandeau berenda. Bagian atasnya cukup menonjolkan lekuk tubuh, meski tetap berusaha mempertahankan kesopanan. Akmal menyeringai dalam hati—ia yakin Nayla terlalu malu untuk benar-benar tampil berani.

Nayla tampak rapi, seperti sosialita kebanyakan. Namun Akmal sudah sering melihat wanita yang lebih memesona, dan ia tahu cara membedakan yang asli dengan yang penuh kepura-puraan. Bahkan saat tatapannya melirik tubuh Nayla, ia sama sekali tidak merasakan hasrat. Ia tidak berusaha menyembunyikan ketidakpuasan itu, dan Nayla jelas menyadarinya. Itu membuatnya kesal.

“Tentu saja, aku tunanganmu. Sudah jadi tugasku untuk menjawab panggilan ‘kerajaanmu’,” ucap Akmal, nada sarkasme menyusup di balik kalimatnya.

“Bagus sekali.” Nayla membalas dengan nada mengejek. “Kumohon, teruslah begitu.”

Senyum tipis di bibirnya jelas-jelas bermakna lebih dari sekadar basa-basi.

“Kenapa aku ada di sini?” Akmal akhirnya to the point. Ia punya urusan lain, jauh lebih penting daripada pesta. Namun ia tahu, penjelasan apa pun tidak akan mengurangi rasa benci Nayla padanya. Perempuan itu menganggapnya menjijikkan, tapi tetap menikmati perlindungan yang ia berikan. Munafik.

“Kenapa kau tanya?” Nayla menyeringai sinis. “Apa kau terburu-buru kembali ke penghangat ranjangmu?”

Akmal mendengus. “Oh, kupikir justru kau yang lebih ingin segera kembali ke sana.” Tatapannya mengarah pada seorang pria yang bersandar santai di bawah kanopi. Begitu tatapannya tertangkap, pria itu buru-buru memalingkan wajah.

Nayla tersenyum canggung, menutupi rasa malunya. “Dia hanya teman baik.”

Teman baik. Keduanya tahu kalimat itu hanya permainan kata.

“Kau ada di sini karena kau tunanganku.” Nayla akhirnya mengucapkannya lantang. “Dan sudah saatnya orang-orang tahu itu. Bukan begitu?”

Jadi, semua ini cuma pertunjukan.

“Baiklah. Umumkan saja tunangan mafiamu ke seluruh dunia,” Akmal menyeringai tipis. Ia tahu cara membuat Nayla panas kepala, dan ia tidak keberatan bermain kotor malam ini.

Nayla menggertakkan gigi, jelas menahan diri untuk tidak menamparnya. Untung saja ia cukup pintar untuk tidak melakukannya. Tunangan atau bukan, Akmal tidak akan segan mematahkan tangan siapa pun yang berani melewati batas. Dan Nayla tahu itu.

Sebagai gantinya, Nayla memilih metode lain. Ia melingkarkan lengannya ke lengan Akmal, membuat pria itu refleks menggertakkan gigi. Ia tahu benar tunangannya membenci sentuhan seperti itu.

Kalau dipikir-pikir, jika mereka berdua bisa menahan ego masing-masing, mungkin mereka akan jadi pasangan yang tangguh. Nayla dengan kecerdasannya, Akmal dengan kekuatannya. Sayangnya, yang mereka miliki hanyalah ambisi dan kebencian. Nayla menginginkan kerajaan di bawah kakinya, sementara Akmal adalah raja yang tak mau tunduk pada siapa pun.

“Mungkin kita harus mulai perkenalan dengan dia di sana,” ucap Akmal, menunjuk pria yang masih setia berdiri di bawah kanopi. Cengkeraman Nayla di lengannya semakin kuat, kukunya menusuk kulit. Tapi rasa sakit kecil itu tak sebanding dengan luka besar di dalam dirinya.

Ia menyeret Nayla yang berusaha melawan, sia-sia.

“Halo,” Akmal menyapa pria itu.

Pria itu menoleh, menunjuk dadanya sendiri. “Aku?”

Akmal menahan tawa dalam hati. Aktingnya payah. Ia lalu menoleh ke Nayla, memberi isyarat, “Silakan lakukan yang terbaikmu.”

Nayla memperkenalkan dengan nada kesal, “Ini temanku, Luther. Luther, ini tunanganku, Akmal.”

“Senang bertemu denganmu. Aku Luther.” Pria itu mengulurkan tangan dengan sikap sok ramah, jemarinya halus—jelas bukan tangan yang pernah bekerja keras.

Akmal menyambut uluran itu dengan cengkeraman kuat. “Akmal.”

Ia menekan genggaman tangannya cukup keras, meski tidak sampai menyakitinya. Bukan karena cemburu, tapi karena ia ingin Luther tahu siapa yang sedang ia hadapi.

Dan anehnya, justru ketika Luther menghindari menatapnya, Akmal merasa sedikit lebih mudah bernapas.

1
Alfiano Akmal
Terima kasih sudah Mampir jangan lupa tinggalkan jejak kalian .....
Shinichi Kudo
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
cómics fans 🙂🍕
Gak sabar nunggu lanjutannya thor!
Nami/Namiko
Terima kasih author! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!