NovelToon NovelToon
Wilona Gadis Desa Yang Jenius

Wilona Gadis Desa Yang Jenius

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:17.5k
Nilai: 5
Nama Author: Call Me Nunna_Re

Wilona Anastasia adalah seorang gadis yang dibesarkan di desa. namun Wilona memiliki otak yang sangat jenius. ia memenangkan beberapa olimpiade dan mendapatkan medali emas sedari SMP. dia berniat untuk menjadi seorang dokter yang sukses agar bisa memberikan pengobatan secara gratis di desa tempat ia tinggal. Lastri adalah orang tua Wilona lebih tepatnya adalah orang tua angkat karena Lastri mengadopsi Wilona setelah Putri satu-satunya meninggal karena sakit. namun suatu hari ada satu keluarga yang mengatakan jika mereka sudah dari kecil kehilangan keponakan mereka, yang mana kakak Wijaya tinggal cukup lama di desa itu hingga meninggal. dan ternyata yang mereka cari adalah Wilona..
Wilona pun dibawa ke kota namun ternyata Wilona hanya dimanfaatkan agar keluarga tersebut dapat menguasai harta peninggalan sang kakek Wilona yang diwariskan hanya kepada Wilona...
mampukah Wilona menemukan kebahagiaan dan mampukah ia mempertahankan kekayaan sang kakek dari keluarga kandungnya sendiri...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Call Me Nunna_Re, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 34

Kegagalan itu menyulut amarah Wijaya. Ia tak mau kalah. Ia memutarkan opsi lain pengacara, penyelidik swasta, bahkan menekan media untuk meredam isu. Namun segala upaya itu lebih banyak menopang reputasi daripada mengembalikan uang yang hilang dan publik semakin sinis. Di sisi lain, di sebuah ruang lain yang jauh lebih tenang, Wilona duduk bersama Felix dan Galen. Mereka menyimak kabar yang sama, tapi reaksinya berbeda, bukan kesombongan atau puas, melainkan kewaspadaan. Felix menatap Wilona lalu Galen.

“Kamu tahu betapa berbahayanya ini kalau mereka mulai membalas dengan cara yang lebih kotor,” katanya pelan.

Wilona menatap layar kecil di tangannya, laporan pasar, lalu lintas transfer, notifikasi dari korporasi cangkang yang ia buat. Di sana, semua berjalan sesuai rencananya. Tapi wajahnya tak sepenuhnya puas.

“Ini bukan untuk menyakiti orang-orang biasa, Kek,” ujarnya. “Ini pelajaran. Dan semoga setelah ini mereka berpikir dua kali sebelum menyengsarakan keluarga aku.”

Galen menggenggam tangannya erat. “Jangan pernah melakukan apapun yang berbahaya lagi sendirian,” desaknya. “Aku tidak ingin kehilangan kamu, bukan karena urusan perusahaan, tapi karena kamu adalah bagian hidup aku sekarang.”

Wilona menoleh, ada sesuatu yang hangat di matanya. “Aku juga tidak mau ini berlarut, Gal. Kalau mereka balik menyerang, aku sudah siap.”

Kegagalan Ario menjadi bahan berita di lingkaran bisnis,

“Peretasan Hebat,tapi Pelaku Tak Terlacak.”

Di balik layar, Wijaya menjarah jaringan relasi lama, mencari siapa yang bisa menggali lebih dalam. Ia mulai mempertimbangkan opsi-opsi yang lebih drastis menggandeng otoritas, menekan regulator, atau membayar lebih besar untuk orang yang beroperasi di area orang tak ber moral. Di saat yang sama, sesuatu yang tak terduga terjadi, beberapa karyawan senior di perusahaan mulai mempertanyakan metode Wijaya mengelola krisis. Dewan direksi menuntut transparansi, dan pihak regulator mulai menaruh perhatian. Di luar medan perang itu, Wilona menatap kota yang tak pernah tidur, merasakan ketegangan yang baru lahir. Ia tahu kemenangan kecil yang baru ia raih membuat musuhnya marah dan musuh yang marah kadang akan bertindak tak terduga.

Dalam keheningan malam, Galen berbisik, “Kalau mereka datang, kita hadapi bersama. Kamu nggak sendirian.”

Wilona menutup mata sejenak, menarik napas panjang. Di balik kejeniusan dan keberanian, ada kesadaran bahwa permainan itu kini naik kelas: dari konflik keluarga menjadi perang yang melibatkan uang, reputasi, dan nyawa. Ia menyiapkan rencana cadangan bukan lagi untuk menyerang, tapi untuk bertahan.

Dan di suatu tempat, di balik telepon berbayar dan pertemuan yang tertutup, Wijaya merancang langkah berikutnya. Permainan belum selesai ia hanya berganti medan saja.

Singapura, malam hari.

Hujan turun deras membasahi jendela kantor CyberNova Tech. Lampu-lampu kota memantul pada kaca, membentuk siluet panjang yang menyelimuti ruangan kerja Fabian, pria tanpa senyum yang hidup dengan bayang-bayang masa lalu yang tak pernah ia kubur.

Pria itu menatap layar laptopnya yang menampilkan laporan digital, laporan yang ia minta dari salah satu orang kepercayaannya, pria muda bernama Samuel, mantan penyidik yang kini bekerja sebagai agen informasi privat.

Di layar terdapat kalimat singkat yang membuat napas Fabian tercekat.

Fabian menutup mata. Tangannya gemetar, mencengkeram meja dengan kuat hingga buku jarinya memutih.

Pintu diketuk pelan.

Samuel masuk dengan setumpuk dokumen yang diselipkan dalam map hitam. Wajahnya tegang.

“Pak Fabian,” ucapnya hati-hati. “Saya sudah pastikan. Informasi itu akurat.”

Fabian menatap Samuel dengan mata yang tampak kosong, seolah kehilangan cahaya.

Suara Fabian rendah, parau. “Jadi… dia benar-benar sudah tiada.”

Samuel mengangguk pelan.

“Maafkan saya, Pak.”

Fabian tertawa, tawa pahit yang lebih mirip suara orang patah hati.

“Selama bertahun-tahun aku mencari dia… berharap suatu hari dia kembali mengetuk pintuku. Atau aku bisa menemuinya di luar sana… hidup bahagia, tapi....”

Ia menatap jendela gelap di luar.

“Tapi ternyata… dia hidup dalam kesendirian. Dalam penderitaan. Dan aku bahkan tidak ada di sisinya.”

Samuel menunduk dalam, memberi waktu bagi Fabian untuk menelan kenyataan pahit.

Sambil mengusap wajahnya, Fabian berkata pelan, tetapi tegas.

“Bagaimana dengan… anak saya?”

Samuel membuka map. “Ternyata benar, Tuan. Ada bayi perempuan. Ia dititipkan ke panti asuhan beberapa hari setelah kelahirannya.”

Fabian menatap Samuel tajam. “Siapa yang menitipkan?”

“Bidan setempat, setelah ibunya, Ny.Lestari meninggal.”

Fabian memejamkan mata lagi, rahangnya mengeras.

“Dan… ia diadopsi oleh seseorang?”

“Benar, Tuan. Seorang wanita yang tidak terdaftar dalam sistem pemerintah. Identitasnya tidak jelas. Itu sebabnya kami kehilangan jejak anak itu selama bertahun-tahun.”

Fabian terdiam lama.

Akhirnya ia bertanya dengan nada lebih berat:

“Apa… apa anak itu benar-benar… anak kami?”

Samuel membuka halaman paling atas dari map itu. Di sana tercatat catatan medis bidan, termasuk perkiraan waktu kehamilan dan kondisi saat melahirkan.

“Semua cocok, Tuan,” jawab Samuel tegas.

“Waktu Ny.Lestari kabur dari rumah, waktu ia menghilang, waktu ia melahirkan… semuanya cocok dengan tahun Tuan dan dia terakhir bertemu.”

Fabian menunduk. Tangannya menutup mata. Suaranya pecah.

“Aku pikir… orang tua Lestari akan memaksa dia menggugurkan anak itu… karena mereka tidak merestui hubungan kami…”

Ia meninju meja dengan keras.

“Kenapa waktu itu aku ceroboh, meninggalkan nya sendirian. Hingga aku di culik dan di asingkan di sebuah pulau terpencil selama belasan tahun."

Samuel maju selangkah.

“Tuan, menurut penduduk desa… Lestari sering sakit. Dan ia menyebutkan satu alasan..."

Fabian menatap cepat. “Apa?”

“Dia tidak ingin membahayakan Tuan.”

Fabian membeku.

Samuel melanjutkan dengan suara rendah, hati-hati.

“Sepertinya Nyonya tau anda akan dalam bahaya jika bersama nya. Ia tidak ingin Anda menanggung risiko diserang keluarga Kusuma yang sangat berpengaruh.

Fabian memukul dadanya sendiri dengan gemetar.

“Tidak… dia tidak salah.Akulah yang gagal menjaganya.”

Samuel mengeluarkan satu foto yang ia temukan foto Lestari sedang menggendong bayi mungil sebelum ia menghembuskan nafasnya untuk terakhir kalinya.

Foto yang hilang selama 18 tahun.

Fabian meraihnya perlahan.

Ketika melihat wajah bayi itu, napasnya tercekat sampai dadanya terasa sesak.

“Wajahnya…” bisik Fabian.

Samuel berkata, “Tuan… putri Anda sudah dewasa sekarang. Usianya kira-kira 18 tahun.”

Fabian menatap foto itu lama, sangat lama.

Tatapannya penuh rasa bersalah, penuh kerinduan, penuh luka. Lalu ia berdiri, suaranya tegas.

“Cari dia.”

Samuel menelan ludah. “T-tentu, Tuan. Tapi… Tuan yakin?”

Fabian menatap tajam, untuk pertama kalinya terlihat seperti ayah yang kehilangan putrinya.

“Aku sudah kehilangan Lestari. Aku tidak akan kehilangan anak kami juga.”

Saat Samuel pergi, Fabian duduk kembali di kursinya. Tangannya menelusuri foto Lestari, lalu foto bayi itu. Perlahan, satu tetes air mata jatuh di foto itu.

“Lestari… maafkan aku. Aku terlalu percaya bahwa waktu akan memperbaiki segalanya.”

“Padahal kamu berjuang sendirian.”

“Dan anak kita… hidup tanpa tahu siapa ayahnya.”

“Aku akan menemukan nya, bagaimana pun caranya.”

Tatapannya lalu berubah tajam, tajam seperti pria yang telah mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya.

“Dan siapa pun yang menyakiti putriku… akan berurusan denganku.”

1
Aa Mobui
apdet ny lama
Adrianus Eleuwarin
thor
Makhfuz Zaelanì
lanjut donk thor
Kusii Yaati
kok Wilona makin ke sini makin lemah padahal di awal dia kuat nggak gampang tertindas
Kusii Yaati
melihat kejeniusan Wilona pasti ayahnya juga seorang jenius,ya kan Thor 🤭
Kusii Yaati
untung Wilona anaknya cerdas dan teliti... bagus Wilona tetap lah waspada sama mereka.
Kusii Yaati
menarik, penuh teka teki...aq mampir Thor 😁
Call Me Nunna_Re: makasi kk sudah mampir🙏
total 2 replies
Diah Susanti
kok surat wasiat felix🤨🤨🤨
Evi Lusiana
jd tania itu wilona y thor?
Yurin y Meme
Membuat saya terharu
Call Me Nunna_Re: makasi kk sudh mampielr🙏 semoga suka
total 1 replies
Call Me Nunna_Re
makasi kk sudh mampir🙏
Tachibana Daisuke
Asiknya baca cerita ini bisa buat aku lupa waktu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!